x

Iklan

The Professor

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merayakan HUT Bantaeng dan Kepemimpinan Nurdin Abdullah

Bantaeng memasuki usia ke-763 dan gairah kemeriahan perayaan akan digelar sepanjang 6-11 Desember 2017.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bantaeng memasuki usia ke-763 dan gairah kemeriahan perayaan akan digelar sepanjang 6-11 Desember 2017.

Serangkaian rencana gelaran perayaan itu sudah disiapkan: pawai defile budaya sebagai pembuka yang akan digelar di pagi hari. Pawai itu mengitari sudut kota Bantaeng. Dimulai dari dan berhenti di Lapangan Pantai Seruni, Bantaeng. (TribunBantaeng.com, 4/12/2017).

Di acara itu, masyarakat Bantaeng akan menyaksikan pembukaan pameran pembangunan. Pelataran parkir Pantai Seruni akan jadi tempat dari pameran tersebut. Hiburan yang lain adalah tiga artis ibu kota Jakarta: Lesti D’Academi, Fadli Padi dan Dewi Yul. (TribunBantaeng.com, 4/12/2017).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kemeriahan yang bertema “Kembalinya Kejayaan Bantaeng” ini juga akan menandai detik-detik akhir pemerintahan Bantaeng di bawah Profesor Nurdin Abdullah yang dengan kesungguhan pengabdiannya, keluhuran dan kebijaksanaannya melayani masyarakat serta kecakapannya, kejayaan Bantaeng benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Tulisan ini adalah sebuah refleksi singkat tentang (i) semangat dan motivasi Nurdin Abdullah terjun di dalam politik dan turut membenahi Bantaeng, (ii) upaya-upaya nyata yang dikerjakannya di Bantaeng, (iii) perubahan yang terlihat nyata dan (iv) tanggapan-tanggapan dari masyarakat.

Membaca Semangat Politik Nurdin Abdullah

Nurdin Abdullah semula adalah seorang yang menghabiskan banyak waktunya dengan ilmu pengetahuan. Sehabis sarjana di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, dia melanjutkan S2 dan S3-nya di Jepang. Berkat kesungguhan dan ketekunan untuk menggeluti ilmu pengetahuan, dia akhirnya menjadi seorang dengan gelar profesor. Dia dikukuhkan sebagai guru besar di Unhas.

Keberhasilannya di dalam ilmu pengetahuan, beserta sederet nama dan gelar yang diraihnya, membawa Nurdin Abdullah akhirnya mencapai status sosial tertentu. Ia mencapai banyak hal dalam hidupnya: karir dan keilmuan salah satunya. Nama dan ketenarannya membawanya menjadi orang yang dikagumi dan akhirnya ia terjun ke politik.

Tetapi keputusan itu bisa terbaca dengan beberapa ini. Pertama, keputusan Nurdin Abdullah terjun ke dalam politik bukan ambisi pribadi. Bukan demi ketenaran dan keuntungan ekonomi. Sebab ketenaran dan keuntungan ekonomi telah dia peroleh dari prestasinya yang lain. Dengan menggeluti karirnya sebagai ilmuan yang namanya sudah tenar dimana-mana, ia cukup mampu memperoleh keuntungan ekonomi itu.

Kedua, keputusan terjun ke politik yang semula adalah desakan dan dorongan dari luar pada akhirnya membawanya pada kesadaran bahwa ia – dan segala pengetahuan dan integritasnya – memang tidak cukup dimilikinya seorang diri saja. Kecakapan itu harus ia bagi. Integritasnya harus diwujudkan dan didedikasikan untuk membangun daerahnya. Politik adalah ranah strategis untuk melakukan perubahan. Cita-cita luhur, idealisme dan kemuliaan pikiran lainnya haruslah diwujudkan dalam politik ini. Bila berhasil ia meraih posisi politik yang strategis, maka idealisme itu tidak lagi hidup sekedar harapan abstrak melainkan mewujud sebagai hasil yang nyata. Di sinilah kesadaran itu muncul dan terus menguat dan menyadarkannya untuk bertindak.

Dan yang penting juga, dengan keputusan terjun ke politik ini, Nurdin Abdullah boleh dikatakan terhindar dari stigma ‘buta politik’ dari salah seorang penyair Jerman, Bertolt Brecht. Menarik dikutip ungkapannya yang hingga kini masih hidup dan jadi pegangan bagi kita untuk memperoleh kebenaran moral mengapa kita harus terjun ke politik. Sang penyair itu mengatakan:

“Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”.

Dengan memimpin Bantaeng dan segala keberhasilannya, Nurdin Abdullah bukan saja terhindar dari buta politik. Tetapi ia jadi seorang yang ‘melek politik’ secara pikiran dan tindakan.

Kerja Nyata Nurdin Abdullah

Sejak memimpin Bantaeng, ia langsung menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang yang mampu bekerja. Ia bekerja dengan segenap kejeniusan pikiran dan keterampilan tindakan. Ia bekerja dengan segenap kesungguhan dan ketulusan hati. Segalanya itu diorientasikan sebagai wujud tanggung jawab moral dan intelektual. Keberpihakannya kepada masyarakat adalah harga mati. Satu dari sekian kerja nyata yang dia lakukan dengan sungguh-sungguh di masa awal pemerintahannya adalah meninjau dan memperbaiki infrastruktur.

Kemudian banjir. Bantaeng adalah daerah yang pada saat itu rawan banjir. Banjir adalah riwayat tentang derita yang menjadi biasa bagi masyarakat Bantaeng. Sebagai yang biasa, selain ia susah diurai, ia pun menjadi bagian yang diterima sebagai takdir. Tapi Nurdin Abdullah tetap melihat persoalan ini sebagai sebuah gejala yang alami dan bisa diatasi. Sehingga pada saat banjir, mulailah dia berpikir dan mengambil tindakan nyata: dia datangkan kawannya dari Jepang dan Unhas untuk turut membantunya mempelajari gejala banjir. Ia sendiri sewaktu S-3 juga mempelajari hal penanggulangan banjir. Kesabaran dan kejeniusan mengerjakan penanggulangan banjir ini akhirnya berbuah manis: Bantaeng terbebas banjir.

Kemudian soal kesehatan. Dulu, tingkat kematian ibu paling tinggi. Penyakit lingkungan dan gizi buruk adalah salah satu faktornya. Faktor lainnya adalah lambannya penanganan dan kesadaran yang rendah dari masyarakat tentang kesehatan. “Saya lantas menggagas emergency service dengan ambulans yang mobile”, cerita Nurdin Abdullah. Waktu itu, menurutnya dinas kesehatan tak punya armada, yang punya hanya puskesmas. Itu pun kondisinya lebih mirip mobil jenazah, hanya modal tandu saja. 

Maka Nurdin Abdullah membangun apa yang disebut sebagai Brigade Siaga Bencana (BSB). Mobil ambulan ia datangkan dari Jepang. Tujuan dari ini adalah untuk melayani kesehatan masyarakat dengan cepat. Konsep pelayanan ini sebagian diadopsi dari model pelayanan kesehatan di Jepang yang menurutnya sangat baik.

Kemudian soal birokrasi. Dia menginginkan agar birokrasi diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi. Maka salah satunya ia melakukan assessment atas kepala dinas. Dia mewancarai masing-masing mereka untuk menguji sejauhmana kapasitas mereka. Selain itu, dia juga memberikan masukan dan penjelasan tentang tantangan kedepan. Dalam perihal pembenahan birokrasi ini, dia hendak membenahi sistem. Dia ingin agar sistem di dalam birokrasi berjalan dengan cara yang efektif.

Kerja-kerja nyata dari Nurdin Abdullah tentu saja bukan sekedar ini. Daftar kerja nyata yang lain jauh lebih banyak dan tulisan ini tidak mungkin menangkap dan menuliskan semuanya. Kamu bisa melihatnya sendiri di beberapa tulisan atau berita-berita yang lain.

Membawa Perubahan

Kepemimpinan Nurdin Abdullah selama dua periode jelas membawa perubahan besar bagi Bantaeng. Cerita tentang banjir tidak lagi menghantui masyarakat Bantaeng. Jika dahulu seolah mengatasi Bantaeng adalah cerita yang tidak mungkin, seperti sebuah mitos, tapi kita akhirnya tahu, kepemimpinan Nurdin Abdullah mampu membantah pendapat itu dengan hasil yang nyata: terhapusnya fakta tentang banjir. Bila dulu soal kematian ibu-ibu melahirkan sangat tinggi, perihal kesadaran masyarakat untuk berobat sangat rendah dan semacamnya, kini tidak lagi begitu. BSB telah mampu memberikan pelayanan dengan cepat sehingga angka kematian terantisipasi dengan baik.

Bila dulu cerita tentang inkompetensi dan rendahnya kualitas layanan birokrasi adalah kenyataan. Kini, setelah pembenahan-pembenahan diadakan, birokrasi Bantaeng menjadi baik dan cerita lama birokrasi yang tak menyenangkan segera menjadi kenangan. Bahkan peneliti dari UI menempatkannya sebagai pemimpin yang patut diacungkan jempol berkat keberhasilannya membenahi birokrasi.Dan berkat perubahan-perubahan yang dicapainya di Bantaeng membuatnya memperoleh penghargaan dari media republika sebagai ‘tokoh perubahan’ bersama beberapa tokoh yang lain: Tri Rismaharani, Abdullah Abdullah Azwar Anas, Din Syamsuddin dan dua pemuda berprestasi lain (detikcom).

Di bawah Nurdin Abdullah, Bantaeng meraih banyak prestasi. “...selama Bantaeng dipimpin oleh Akademisi Fakultas Pertanian Unhas, Bantaeng telah menyabet lebih dari 50 penghargaan tingkat nasional, termasuk 4 kali berturut-turut piala adipura yag sebelumnya tidak pernah didapatkan, 3 tahun berturut-turut meraih Otonomi Award dan berhasil memenangkan Innovative Government Award (IGA) th 2013 yg diadakan Kementerian Dalam Negeri” (newsrakyatku.com).

Dicintai Rakyat

Kesungguhan dan keberpihakan kepada rakyat yang ditunjukkan dalam wujud nyata kerja dan keberhasilan Nurdin Abdullah telah membuat masyarakat Bantaeng mencintainya. Namanya bahkan harum hingga di luar Bantaeng. Di tingkat nasional, Nurdin Abdullah menjadi sebuah ikon baru pemimpin dari timur. Ia kini sering menjadi sorotan media dan seringkali hadir dalam acara bincang-bincang santai di beberapa program televisi yang penasaran dengan keberhasilannya.

Bukti kecintaan masyarakat Bantaeng atas Nurdin Abdullah adalah keterpilihan sang profesor untuk kali kedua di Bantaeng. Andai saja periode kepemimpinan bisa diperpanjang hingga tiga periode, tidak menutup kemungkinan Nurdin Abdullah memimpin lagi daerah Bantaeng di periode ketiga.

Tetapi kesempatan untuk dipimpin oleh Nurdin Abdullah tetap terbuka lebar. Kali ini dalam cakupan yang lebih luas. Nurdin Abdullah kembali maju untuk mengabdi di politik. Ia maju sebagai salah satu calon gubernur Sulawesi Selatan. Doa dan dukungan kepadanya mengalir dari para akademisi (mahasiswa, dosen, dan guru besar), para ulama dan tokoh-tokoh penting lainnya. Bahkan ada yang mengatakan: kalau Nurdin Abdullah berhasil mempercantik Bantaeng, masa hanya Bantaeng saja yang dipercantik, bagaimana dengan Sulawesi Selatan?

Ini semua menunjukkan bahwa sebuah keberhasilan yang nyata dari kepemimpinan Nurdin Abdullah telah menjadi kerinduan tersendiri pada pemimpin sepertinya. Masyarakat Sulawesi Selatan menunggunya

Ikuti tulisan menarik The Professor lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB