Pameran Tunggal Butet Kartaredjasa di Galeri Nasional Indonesia
Kesenian terutama seni visual saat ini tengah menggeliat.Di Jakarta banyak pameran di gelar. Di Galeri Nasional Indonesia, di Gudang Sarinah, TIM, Balai Budaya, Galeri MuseumToety Herati, dan sejumlah hotel yang sering menampilkan karya seni rupa. Dengan banyaknya pameran seni rupa tentu menarik untuk mengabadikannya dengan menyertakan katalog sebagai teman pengunjung memahami karya seniman. Perkawinan seni visual dan literasi dalam katalog pameran tidak bisa terhindarkan. Malah menjadi partner bagi penterjemahan konsep karya seniman yang kadang susah dipahami pengunjung kecuali kalau melihat pameran dengan nuansa realis.
Butet kartaredjasa; Aktor, komedian, pentolan teater, kartunis, dan seabrek julukan untuknya membuat gebrakan baru. Berpameran Seni Visual tidak tanggung-tanggung di Galeri Seni Nasional. Padahal selama ini Butet hanya dikenal public sebagai tokoh seni teater. Tapi tahukah anda bahwa Butet itu punya latar belakang pendidikan seni rupa. Ia pernah sekolah di SSRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia) setaraf SMK (4 tahun). Ia menggeluti seni rupa dengan aktif membuat sketsa dan melahirkan karya karya vignette (gambar yang biasa dibuat untuk mengisi ruang kosong di lembaran buku, novel, majalah, bisa juga untuk ilustrasi puisi, cerpen, novel dsb). Karya vignetnya tersebar di media massa (majalah Horizon,majalah zaman, Hai, Tabloid Detik). Selain menjadi illustrator ia juga sering menulis tentang seni rupa, kesenian di koran-koran nasional maupun daerah. Sempat menjadi jurnalis ketika bersama Arswendo Atmowiloto membidani majalah Monitor yang akhirnya di breidel gara-gara kasus kuis yang menghebohkan (kuis jajak pendapat siapa yang lebih populer antara Yesus dan Nabi Muhammad SAW ).
Kritik sosial dalam wajah Keramik
“Conthong” Butet itu amat tajam melontarkan kritik kepada siapa saja yang berlaku tidak adil dan nyeleneh terutama di dunia sosial politik negeri ini. Baik tulisannya maupun cangkemnya dengan piawai mampu membungkus kritikan menjadi hiburan segar. Dan dalam katalog Butet yang berjudul” PAMERAN TUNGGAL SENI VISUAL GORO GORO BHINNEKA KERAMIK Butet tampaknya sadar buku katalog bukan hanya pelengkap tapi juga daya tarik tersendiri disamping pameran itu sendiri. Meskipun akhirnya pengunjung harus merogoh kocek dari kantongnya tapi apa yang ada dalam katalog itu sepadan dengan harga ilmu yang bisa diserap penikmat seni. Katalognya tetap menggigit, legit untuk dilihat, dinikmati ditelaah dan direnungi tulisan-tulisan dari Kuratornya yaitu Wicaksono Adi, Suwarno Wisetrotomo dan Agus Dermawan T. Di Katalog pengunjung dan penikmat seni akan merasakan bagaimana ruang kesenian Butet. Bagaimana pengalaman-pengalaman berkesenian yang diceritakan oleh temannya sesama SSRI yang kebetulan akhirnya menjadi pejabat di ISI Yogyakarta yaitu Suwarno Wisetrotomo dan dialog imajiner Agus dengan Butet ( sebab jika melakukan wawancara khusus pasti ujung- ujungnya bukan informasi yang didapat tapi candaan kelas wahid yang membuat tengsin pewawancaranya). Antara pergaulannya sehari-hari dan sara kritisnya ketika “Nyonthong” di panggung seperti tidak ada bedanya. Omongannya tetap lugas dengan candaan khas Jogja yang kadang nyelekit (bikin merah kuping).
Literasi Dalam Katalog
Wicaksono Adi dalam kuratorialnya membagi visual Butet dengan judul-judul menggelitik: conthong, Kritik, Bhinneka Keramik, Goro-goro dan tolak Bala, Panakawan “Unfriend”, Petruk Dadi Ratu, “Orang Suci”, Obral, celeng, Hubungan Intim.
Untuk pembaca yang menyukai filosofi Jawa, guyonan lewat karya visual dan menyerap kiprah kesenimanan Raden Mas Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa, Silahkan datang ke museum Galeri Nasional Indonesia di Jalan Medan Merdeka Timur no 14(depan Stasiun Gambir) Jakarta Pusat. Silahkan koleksi bukunya dan temukan kelucuan, kelucuan dari tulisan-tulisan Kuratorialnya serta gambar-gambar yang tersemat di dalamnya. Buku dengan Font unik kombinasi dengan huruf jawa 140 halaman dengan bonus kertas di dalamnya ber-cover keramik gambar semar dengan pasemon Aja Dumeh.
Penulis tertarik dengan filosofi Butet yang ditulis Agus Dermawan T: Reading make a full man, conference a ready man, and writing an exact man…(membaca menciptakan manusia seutuhnya, konferensi menciptakan manusia siap pakai, dan menulis…menciptakan manusia sejati!
Penulis,pengajar seni budaya,pemerhati pameran seni.
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.