x

Iklan

Misi Misiyah

Pendidikan Kritis, Women Leadership, Pluralism
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jaman Sudah Berubah, Status Quo Dipertahankan

Pemerintah Versus Masyarakat Sipil

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru saja saya mendapat telfon dari kawan lama yang telah puluhan tahun tidak bertemu. Tentu saya menyambut telfonnya dengan sukacita dan langsung saya katakan jika saya mempunyai kawan juga di Poso. Dia mejadi pegawai negeri di kota Poso dan kebetulan hari ini mengawal walikotanya di Jakarta. Dengan sukacita juga saya mengatakan kalau saya memiliki kawan di Poso, terutama perempuan yang turut terlibat dalam membangun perdamaian. Saya menyebut beberapa nama dan alangkah kagetnya saya, suaranya tidak bersahabat dan mencecar saya dengan penuh tuduhan, bahwa kawan-kawan yang saya sebut itu dianggap sebagai orang-orang yang pasti lari saat Poso, tidak mengurus Poso dan sebagainya.

Setelah percakapan berakhir, saya baru sadar dan berefleksi bahwa kawan saya yang sudah umur matang diatas 50 tahun tadi adalah pegawai negeri, yang mungkin masih terbawa jaman orde baru. Sebagai pemerintah yang menganggap selalu berseberangan dan memusuhi NGO atau LSM. Selalu mencurigai dan menempatkan LSM sebagai musuhnya. Saya baru sadar perlakuan dalam telfon tadi adalah cerminan dari cara pandangnya bahkan ideologinya. Dia menunjukkan gaya menantang "mana, ayo pertemukan dengan mereka. Aku ini turun langsung dalam konflik, bahkan menghadang senjata". "Lho... kenapa jadi sewot begini ya" ungkapku kepadanya melalui telfon.

Sebagai pilihan hidup saya, menjadi aktivis perempuan yang menjadi bagian dari NGO atau LSM atau organisasi masyarakat sipil, saya sepanjang ini dapat dibuktikan melalui transparansi dan akuntabilitas organisasi yang kami kelola dan juga dapat dibuktikan di lapangan dan komunitas-komunitas, tidak pernah terjadi penyelewengan apalagi program abal-abal. Kami mencari pendanaan sendiri dan bekerja melebihi pegawai negeri untuk Indonesia. Kami bekerja tidak terbatas jam kerja 8 jam, namun melebihi batas itu dan siap bekerja kapan saja di luar jam kerja. Kami memiliki standar pelayanan publik, audit keuangan oleh akuntan publik, pertanggung jawaban publik untuk transparansi, output kerja yang dimonitoring dan dievaluasi. Kami bekerja profesional yang didasarkan kemartabatan. Tidak pernah kami bekerja asal terlaksana, kualitas dan dampak terhadap konstituen selalu menjadi alat mengecek untuk melihat apakah pekerjaan ini hanya prosedural atau menyumbangkan perubahan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jaman sudah berubah, pemerintah nasional membuka lebar-lebar partisipasi masyarakat sipil, tetapi kenyataan di lapangan terutama dalam paradigma kawan baik saya ini masih orde baru. Meletakkan masyarakatnya sebagai pihak lawan, menaruh kecurigaan, melakukan tuduhan dan anti dialog. Kami bekerja mencari pendanaan sendiri dengan susah payah, kami pertanggungjawabkan dan dialokasikan 80% untuk konstituen dan 20% untuk operasional. Uang tersebut dialokasikan untuk pembangunan desa-desa terpencil, perempuan dan juga generasi muda Indonesia. Uang tersebut untuk membangun kesetaraan, keadilan, demokrasi, mencegah kekerasan, penghapusan kemiskinan, pencerahan melalui pendidikan. Uang tersebut digunakan dengan etos kerja tangguh dan tidak pernah ongkang-ongkang menunggu jam 5 sebagaimana beberapa pegawai negeri.

Ikuti tulisan menarik Misi Misiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB