x

Iklan

Smith Alhadar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Palestina Tak Putus Dirundung Malang

Tindakan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel juga dapat menjadi awal pengusiran orang Palestina dari Yerusalem Timur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Smith Alhadar

Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah Inggris memberikan tanah Palestina kepada gerakan Zionis seratus tahun lalu, kini giliran Amerika Serikat menyerahkan Yerusalem kepada Israel. Pada 2 November 2017, Inggris, tanpa rasa bersalah, mengundang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk merayakan seabad penyerahan surat Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Lord Walter Rothschild, pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirim ke Federasi Zionis. Peristiwa yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour itu berisi dukungan Inggris bagi rencana-rencana Zionis untuk mendirikan tanah air Yahudi di tanah Palestina.

Aneh, Inggris tidak menjanjikan tanah air bagi bangsa Palestina, padahal orang Palestina-yang telah menetap di negeri itu paling tidak selama 1.200 tahun-merupakan 91 persen dari populasi total kawasan itu. Bagaimana mungkin sebuah negara asing (Inggris) memberikan tanah orang lain (Palestina) kepada pihak ketiga (orang Yahudi)? Deklarasi Balfour merupakan cikal-bakal penderitaan bangsa Palestina. Israel telah memiliki negara sejak 1948, sementara nasib Palestina masih terkatung-katung. Inggris pun hingga kini belum mengakui kemerdekaan Palestina.

Di tengah kebuntuan proses perdamaian Israel-Palestina sejak 2014 akibat pemerintahan Netanyahu menolak menyerahkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur kepada Palestina sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendeklarasikan pengakuan Amerika atas seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ini bertentangan dengan kebijakan para pendahulu Trump yang, sebagaimana seluruh negara di dunia, tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Resolusi Liga Bangsa-Bangsa Nomor 181 Tahun 1947 menetapkan Yerusalem sebagai kota internasional karena di kota ini terdapat tempat suci tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 mengharuskan Israel mundur dari semua wilayah Arab, termasuk Yerusalem Timur, yang diduduki setelah perang Arab-Israel 1967, dan Kesepakatan Oslo, yang menetapkan status final Yerusalem akan ditentukan lewat perundingan Palestina-Israel.

Bila Deklarasi Balfour bertujuan menarik dukungan kaum Yahudi di seluruh dunia bagi upaya perang Inggris dalam Perang Dunia I, deklarasi Trump bertujuan memuaskan warga sayap kanan dan Gereja Evangelis Amerika serta Israel. Ini merupakan janji Trump kepada mereka selama kampanye pemilihan presiden, bahwa ia akan memindahkan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem. Selain melanggar semua hukum internasional, tindakan ini menghancurkan proses perdamaian Palestina-Israel dan menciptakan instabilitas di dunia Arab dan Islam, bahkan mungkin juga kaum kristiani di seluruh dunia, selain Gereja Evangelis.

Di Yerusalem Timur, yang ingin dijadikan ibu kota Palestina merdeka kelak, terdapat Masjid Al-Aqsa, masjid tersuci ketiga setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Kaum muslim percaya dari masjid inilah Nabi Muhammad bertolak ke langit (miraj). Di Yerusalem Timur juga terdapat Gereja Makam Kudus, gereja tersuci di dunia tempat Yesus disalib dan dimakamkan. Di sini juga terdapat Tembok Ratapan, tempat tersuci umat Yahudi, yang merupakan sisa tembok kuil Nabi Sulaiman yang dihancurkan tentara Romawi pada abad ke-2. Israel menduduki Yerusalem Timur pada 1980 karena menganggap Kota Damai itu telah menjadi identitas bangsa Yahudi.

Deklarasi Trump akan memuluskan yahudinisasi Yerusalem Timur. Bukan tidak mungkin Masjid Al-Aqsa akan dirobohkan untuk kemudian di atasnya dibangun kembali kuil Nabi Sulaiman. Toh, selama ini upaya orang Yahudi mengambil alih kompleks Masjid Al-Aqsa terus dilakukan, baik oleh arkeolog Israel yang menggali di bawah masjid untuk menemukan peninggalan sejarah maupun oleh orang-orang Yahudi fanatik yang terus berupaya mendapat akses beribadah di masjid itu.

Tindakan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel juga dapat menjadi awal pengusiran orang Palestina dari Yerusalem Timur dan penguasaan Yahudi atas Masjid Al-Aqsa. Ini seperti Deklarasi Balfour, yang menjadi awal pengusiran orang Palestina dari kampung halaman mereka di Israel dan di atasnya dibangun permukiman orang Yahudi yang didatangkan dari berbagai negara di dunia.

Wajar jika Palestina, Arab, dan bahkan kaum muslim seluruh dunia marah. Sulit dimengerti mengapa Trump nekat mengambil tindakan yang hanya merugikan kepentingan Amerika di dunia Islam dan menyuburkan terorisme ini.

Deklarasi Trump ini memang akan diikuti tekanan atas Israel untuk memerdekakan Palestina dengan wilayah Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat sebagai kompensasi. Namun itu tidak sepadan dengan lepasnya Yerusalem Timur ke tangan Israel. Kota itu terlalu penting bagi Palestina, Arab, dan muslim seluruh dunia. Bagi Palestina, tanpa Yerusalem Timur, yang telah menjadi identitas bangsa Palestina baik muslim maupun Kristen, kemerdekaan Palestina tidak ada artinya.

Ikuti tulisan menarik Smith Alhadar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu