x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Antara Denny Siregar dan Karni Ilyas.

Gonjang ganjing Denny Siregar dalam ILC

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejujurnya, terlalu besar saya menyandingkan Denny Siregar dengan Karni Ilyas sebagaimana dalam judul tulisan ini. Namun sekedar "membesarkan" hati Denny Siregar atas cacian terhadap dirinya pasca ia tampil di ILC 5 Desember 2017 lalu dengan bahasan  212, Perlukah Reuni?, saya pikir tak mengapa.

Pembicaraan tentang Denny Siregar dalam acara ILC itu hingga kini memang masih viral. Banyak yang tertarik dengan ocehannya terkait dengan persoalan dana Reuni, ketidak pedulian ummat Islam terhadap bencana yang dihubungkan dengan kegiatan reuni dan lainnya.

Sayangnya, ketertarikan warganet terhadap ocehan Deny Siregar  dalam forum yang bergengsi itu, bukan lantaran kedalaman ilmunya, tetapi justru karena dia tidak pandai menari diatas lantai ILC. Apa yang ia katakan justru menunjukkan kedangkalan daya nalarnya (saya tidak mengatakan bodoh) dalam menyikapi Reuni 212 serta sangat terang benderang dilayar kaca betapa gagapnya ia berbicara sehingga kelihatan sering menahan dan menarik nafas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Denny yang mengaku sebagai pegiat media social, dalam ILC itu membahas mengenai adanya pasokan dana sebesar  Rp 4 Milyar. Terkait dengan itu Denny kemudian mengatakan tidak ingin membahas dari mana dana itu berasal, tetapi justru menohok ummat Islam peserta reuni 212 tidak ada kepedulian karena pada saat yang sama dinegeri kita sedang ada bencana.

Dari ocehan itu, saya menangkap bahwa menurut Denny,dana Rp 4 milyar itu akan lebih berarti disumbangkan untuk beli beras atau selimut bagi korban bencana dibanding untuk menyelenggarakan Runi 212 yang tidak jelas tujuannya.

Atas berbagai pernyataan Deny Siregar dalam ILC yang tayangannya mudah di akses melalui you tube, kontan mendapat tanggapan negative dari warganet baik dari konten pembicaraan maupun dari gestur saat Deny berbicara. Sebagian besar membully Deny yang menurut sayapun sama sekali tak bermutu.

Hitung hitung membela diri dari bully-an warganet, Denny kemudian mencuit melalui akun Twiternya dengan mengatakan sebagai berikut;

#ILC Reuni 212, Saya seperti kehilangan ILC diawal awal kemunculannya yang greget,ILC menjadi seperti ajang curhat dan keluh kesah panjang daripada sebuah model diskusi yang menarik.

Berharap mendapat tanggapan yang baik, malah totokan yang didapat dari Karni Ilyas melalui bahasa bergaya melayu dengan mengatakan;

"Kalau kamu tak pandai menari, jangan lantai kamu bilang terjungkat (jangan lantai kamu salahkan)".

Balasan Karni Ilyas ini punya makna yang sangat luar biasa. Orang bisa mengartikannya menurut interpretasi masing masing. Bisa saja diartikan, "kalau kamu itu (sesungguhnya) bodoh, jangan kemudian orang lain yang disalahkan, akui saja kebodohanmu itu".

Bagi saya, celotehan Denny Siregar dalam ILC itu, saya tanggapi dengan senyum saja walaupun memang banyak hal yang mengganjal. Salah satu yang mengganjal  antara lain persoalan "ketidak pedulian ummat Islam" terhadap adanya bencana dikaitkan dengan Reuni 212 sebagaimana disampaikan Denny.

Mungkin ini yang disebut Karni Ilyas "tidak pandai menari", bagi saya antara "Reuni 212" dengan "kepedulian terhadap bencana yang terjadi" adalah hal yang berbeda.

Rupanya Denny sudah dibutakan, sikap peduli terhadap bencana, saya yakin sebagian besar orang Indonesia sangat peduli, mau Islam, non Islam, punya rasa kepedulian itu. Hanya saja perlu diingat, sikap peduli itu tidak semuanya diukur dengan uang, artinya sikap peduli itu muncul berdasarkan kadar kemampuan, yang mampunya nyumbang dengan materi, ya dengan materi, yang mampunya dengan tenaga, ya dengan tenaga, yang mampunya berdo'a, ya dengan do'a. Sama seperti Denny, mampunya berkoar ya dengan berkoar, ya kan?.

Mungkin juga Denny matanya tidak melihat berita, pak SBY dan keluarga besarnya, tergopoh gopoh datang ke lokasi bencana untuk memberikan bantuan, SBY itu orang Islam lho.

Di pinggir jalan, atau melalui ormas ormas tertentu, banyak yang menggalang dana untuk korban bencana. Semua itu lahir karena sikap peduli dan merasa ikut bertanggung jawab meskipun yang paling bertanggung Jawab adalah negara dan pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Bapak Presiden Joko Widodo, saya tidak tau apakah Deny ini sudah mengirimkan beras atau tidak.

Namun saya sungguh mafhum adanya serangan Deny terhadap Reuni 212, alasan saya sederhana saja karena jika dilihat dari rekam jejaknya, Akang  Denny ini memang orang yang sangat pantas menyerang Reuni 212.

Logikanya begini, Aksi 212 tahun 2016 lalu, merupakan aksi ummat Islam atas adanya penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok (Gubernur DKI saat itu) dan berbarengan dengan proses Pilgub DKI dimana Ahok sebagai Calon Patahana untuk Pilgub DKI tersebut. Adanya Aksi 212 itu, diakui atau tidak baik langsung atau tidak, telah punya dampak buruk terhadap Ahok yakni kalah dalam pemilihan Gubernur dan dijatuhi hukuman karena penistaan Agama.

Lantas apa hubungannya antara Denny dengan Ahok, begini ya pemirsa, Deny merupakan pendukung fanatic Ahok. Fanatismenya ia tunjukkan dengan membuat buku tentang Ahok, judulnya "Semua Melawan Ahok". Buku itu kemudian diantar sendiri oleh Denny ke Rumah Pemenangan Ahok dan diterima oleh Ahok dan Timnya sambil minum kopi.

Deny Siregar, Ahok dan Buku Semua Melawan Ahok. Dok. Ragam Berita
Deny Siregar, Ahok dan Buku Semua Melawan Ahok. Dok. Ragam Berita

Jadi Kesimpulannya; Denny punya latar belakang politik masa lalu yang berhubungan dengan Ahok dan Aksi 212, oleh karena itu, kaca mata yang dipakai Deny pada saat di ILC membahas Reuni 212, adalah kacamata kebencian, maka dari itu omongannya tidak akan mungkin obyektif.

Menurut guru saya, jika seseorang dalam melihat sesuatu dilatar belakangi oleh sikap kebencian atau antipati, maka laksana kita melihat kopi dalam gelas, kopi itu warna dasarnya hitam, dicampur dengan apapun tidak akan pernah menjadi bening, dicampur susu, hanya nama dan warna yang berubah menjadi kopi susu, warnanya ya agak kecoklat coklatan.  

Jadi kalau kacamata yang dipakai adalah kacamata kedengkian, kebencian, maka dalam melihat sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, baik sendiri sendiri maupun berkelompok, sebaik apapun, akan selalu dianggap jelek atau dalam bahasa anekdot , kalau sudah benci sama orang, maka ayamnya pun ikut dibenci pula, dan itulah Denny Siregar yang belum mampu move on dari kegagalan masa lalu.

–– ADVERTISEMENT ––

 

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler