x

Iklan

Syafaruddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

LSM Pegiat Korupsi itu, Dua Kali Gugat KPK ke Pengadilan

Pemerintah disarankan menghidupkan Kembali Komisi Penyidik Kekayaan Penyelenggara Negara, sebab lembaga ini memiliki kewenangan menyidik harta pejabat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Koordinator LSM FRAKKANPUHAN, Syamsul Bahri.

PALEMBANG -  Nama Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Pemantau Reformasi Anti Kolusi, Korupsi, Nepotisme dan Peduli Harta Negara (LSM FRAKKANPUHAN) Palembang memang tidak sepopuler Indonesian Coruption Word (ICW) Jakarta yang selalu tampil dimedia TV dan media cetak.

Namun partisipasi LSM ini dalam membantu Pemerintah memberantas korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), sudah dimulai sebelum terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Koordinator LSM PRAKKANPUHAN, H. Syamsul Bahri, Senin petang, 11 Desember 2017 di Kantornya Jl. Musi Raya Palembang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalau dihitung jumlah laporan pengaduan dugaan penyelewengan keuangan Negara dari anggaran proyek pisik sejak PRAKKANPUHAN didirikan tahun 2002 hingga 2017 ini sudah lebih 1.000 pengaduan, namun yang sampai ke Pengadilan masih bias dihitung dengan jari keduabelah tangan.

Didirikannya LSM FRAKKANPUHAN berawal terbentuknya Komisi Penyidik Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 itu, tujuannya untuk memberantas KKN, terutama pejabat penyelenggara negara diwajibkan mendaftarkan harta kekayaannya kepada komisi itu ketika memangku jabatan.

Apabila dikemudian hari ditemukan harta diluar yang ia daftarkan, maka harta keyaan sipejabat dapat diusut oleh KPKPN. Syamsul mengaku banyak melihat ada pejabat, seusai berahirnye jabatannya, harta kekayaannya boleh dikatakan melimpah, boleh hartanya jauh melebihi harta kekayaan sebelum ia memangku jabatan.

Sementara sumber kekayaan yang didapat si pejabat, diduga hasil menggerogoti anggaran keuangan Negara, sebab keluarga sipejabat, katakanlah tidak ada usaha lain. Bertitik tolak dari kenyataan itulah, maka pada tahun 2002, ia mendirikan LSM FRAKANPUHAN.

Tujuannya selain untuk melaporkan harta kekayaan pejabat atau mantan pejabat kepada KPKPN, juga melaporkan kasus-kasus KKN hasil investigasinya ke lembaga penegak hukum lainnya seperti ke Kejaksaan.

Koordinator LSM FRAKANPUHAN ini tidak merinci sudah berapa pejabat yang dilaporkannya ke KPKPN, namun ada sejumlah pejabat didaerah Sumatera Selatan (Sumsel) uring-uringan, karena harta kekayaannya sempat diperikan petugas PKPN atas laporan LSM FRAKKANPUHAN.

Tapi sayangnya lembaga KPKPN itu kemudian dihapus Pemerintah sejalan dibentuknya KPK tahun 2003. Padahal lembaga KPKPN dinilai Syamsul cukup efektif untuk menekan korupsi dikalangan penyelenggara Negara.

Alasannya, karena KPKPN kalau harta kekayaan si pejabat melebihi dari yang didaftarkannya, maka lembaga itu dapat mengusut dari mana sumber kekayaan si pejabat bersangkutan. Sementara KPK malah ada penyelenggara Negara tidak mendaftarkan harta kekayaannya, tapi tidak diambil tindakan, katanya.

Setelah KPK terbentuk, kala itu disusul terbentuknya Direktorat Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) di jajaran Kepolisian Daerah (Polda), berbagai dugaan kurupsi tertutama pembangunan fisik, bukan hanya dilaporkan ke jajaran Kejaksaan, tapi ada yang dilaporkan ke KPK dan TIPIKOR Polda.

Namun terkadang laporan LSM yang dipimpinya, sepertinya membuang batu ke tengah lautan, dengan kata lain laporan itu tidak ada kabarnya lagi, apakah di usut atau apa yang dilaporkan tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsinya.

Padahal kita sebagai pegiat anti Korupsi ini menginginkan ada pemberitahuan dari tempat kita melapor, bahwa apa yang dilaporkan tidak bisa dilanjutkan, karena tidak memiliki bukti.

Kenapa perlunya pelapor diberi tahu, kata Syamsul dengan nada bertanya, yang diwabnya sendiri, kita ini mengumpulkan bahan laporan melalui investigasi, kalau diberi tahu, kan perasaan kita akan senang.

Kalau ada kekurangan bukti misalnya, maka kedepan dalam melakukan investigasi, tentu kita akan lakukan seakurat mungkin, katanya.

Gugat KPK Era Meruki.

LSM FRAKANPUHAN sudah dua kali menggugat KPK ke Pengadilan, pertama kali di era Ketua KPK dimpin Meruki, pernah kita gugat ke Pengadilan Jakarta Pusat atas laporan kita tentang dugaan proyek fiptif yang nilainya miliaran rupiah disalah satu Kabupaten di Sumsel.

Gugatan itu bukan dikarenakan KPK tidak menindak lanjuti laporan kami, tapi masalah admisntrasi, namun kami puas, karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak, karena kami salah gugatan.

Kemudian untuk kedua kalinya, gugatan itu kini tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang, KPK tergugat l, Jaksa Agung RI tergugat ll dan Panitia Khusus Hak Angket tergugat DPR-RI  lll. Khusus KPK dan Jaksa Agung, karena tidak menindaklanjuti laporan pengaduan  LSM FRAKANPUHAN atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Panitia Khusus Hak Angket KPK DPR-RI.

Dasar hokum kita melakukan gugatan, adalah Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000, tentang Peran Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seharusnya kedua lembaga yang menerima laporan kami tentang tidak syahnya Hak Angket KPK DPR-RI mengklarifikasi laporan itu dengan menggelar perkara sesuai bunyi pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No. 71 tahun 2000, yang isinya, setiap informasi, saran atau pendapat masyarakat harus dilakukan klarifikasi dan gelar perkara.

Namun nyatanya tidak dilakukan oleh kedua lembaga itu, padahal terbentuknya Panitia Khusus Hak Angket KPK DPR-RI tidak syah.

Itu, kan jelas tertuang dalam UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3, pasal 201 ayat (2) keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Tapi faktanya dari 10 fraksi yang ada, hanya 8 fraksi yang mendukung.

Karena pembentukan Hak Angket bertentangan dengan UU 17 itu, sehingga anggaran Rp. 3,1 miliar yang digunakan untuk kegiatan Panitia Hak Angket merupakan kerugian keuangan Negara.

Menurutnya, setiap penyelenggara negara memang wajib melaporkan hartanya ke KPK sesuai UU KPK, tapi KPK tidak diberi wewenang menyidik apabila harta penyelenggara negara ada yang tidak didaftarkan. Oleh karena itu LSM FRAKKANPUHAN mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo, agar lembaga KPKPN dihidupkan kembali.

Sehingga harta kekayaan penyelenggara Negara yang tidak dilaporkan dapat disidik, kalau nantinya harta itu didapatkan tidak jelas sumbernya, maka harus dikembalikan kepada negara.

Menjawab hambatan yang dialami, Syamsul Bahri, mantan pengusaha jasa konstruksi yang memiliki Yayasan Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan ini,mengatakan, sebenarnya banyak sekali, antara lain menyangkut biaya operasional menginvestigasi kasus yang akan dilaporkan dan ancaman dari terlapor.

Namun demi kemajuan Negara ini, biaya operasional yang dikeluarkannya bukan persoalan, termasuk ancaman kekerasan yang diterimanya. Ia yakin Tuhan akan memberikan riski dari jalan lain dan selalu melindungi umatnya yang berbuat kebaikan, apalagi semua yang ia lakukan untuk kesejahteraan rakyat.

-SYAFARUDDIN  

Ikuti tulisan menarik Syafaruddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler