x

Iklan

Ketut Budiasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Maafkan Kami, USTAD

Tidak ada kelompok masyarakat sipil yang boleh menghalangi, atau memaksa, atau memburu, atau mengusir orang lain

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ustad, pertama2 harus saya sampaikan, saya tidak paham kronologisnya secara pasti. Sudah teramat simpang siur, sudah terlalu bising. Mana fakta dan mana opini tak jelas lagi. Tapi hujatan dan pembelaan datang silih berganti, tanpa kehendak untuk saling memahami. Penjelasan satu pihak justru menyulut api kemarahan yang semakin besar di pihak lain. Karena menyadari suasana seperti itu, ijinkan saya saya memulai tulisan ini dengan permohonan maaf.

Fakta bahwa ada ribut2, ada penolakan, itu tak terbantahkan. Tak ada alasan sekelompok rakyat partikelir memaksa orang lain membuktikan kecintaannya pada NKRI. Itu tugas aparat negara. Karenanya ustad, sekali lagi maafkan kami.

Ustad, di pulau yang pernah 2x di bom dan seringkali disebut pulau berhala dan pulau maksiat ini, sejatinya mayoritas masyarakatnya sangat terbuka. Dari orang bercadar hingga turis setengah telanjang bebas berlalu lalang. Belum lama ini, seorang penginjil bule meneriakkan nama Yesus ditengah2 umat Hindu yang sedang menghaturkan sesajen, persembahan kepada Tuhan khas Hindu Bali. Tidak ada yang marah, mereka hanya menjawab dengan senyum. Tapi ustad, dimana2 isi dunia selalu ragam. Di masyarakat kami, mungkin juga ada yang kurang dewasa. Tapi sekurang2 dewasanya mereka, hingga kini belum ada yang se ekstrem Amrosi. Oh ya, kami bahkan sudah lama memaafkan kejadian itu beserta pelaku2nya. Kami percaya, hukum karma bekerja sangat adil untuk mereka, dan untuk semua orang. Meski, mungkin, kejadian itu membuat kami jadi lebih sensitif terhadap kata "radikalisme". Tentu ini bukan alasan untuk membenarkan perilaku saudara2 kami yang memaksakan kehendak kepada Ustad. Karenanya Ustad, sekali lagi mohon maafkan kami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ustad, kapan2 datanglah kembali ke Bali. Bila ustad berkenan, saya akan menemani. Bila ada ludah yang diarahkan untuk ustad, saya akan menyediakan wajah saya untuk melindungi. Pun bila ludah itu berganti pentung atau pedang sekalipun — sesuatu yang saya yakini tak akan terjadi.

Ustad, saya masih meyakini kebaikan akan selalu menang atas kekurangbaikan. Karenanya saya percaya, jutaan jiwa2 indah yang menghuni pulau dewata tak akan redup oleh segelintir kesalahpahaman yang sempat memicu kemarahan. Bukankah keindahan, kebeningan hati, kemaafan, adalah hal2 yang layak kita perjuangkan ? Kami masih mengingat, bahwa belum lama ini, bahkan Raja Salman juga beristirahat disini. Damai sekali. Seorang Raja dari negara islam memilih beristirahat di pulau yang dihuni mayoritas Hindu. Sebuah pesan perdamaian yang layak direnungkan dan diteladani.

Karenanya, ustad, sekali lagi datanglah kembali ke Bali. Selagi provinsi ini masih bagian dari NKRI, ustad berhak datang kesini. Tentu akan lebih baik bila ustad datang dengan pemahaman dan penghormatan pada nilai2 lokal disini, seperti Wali Songo jaman dahulu, yang konon merangkul dengan cinta dan budaya. Orang2 yang ustad datangi itu, adalah orang2 yang mencari makan dan hidup dari berkah pulau ini, apapun keyakinan mereka akan sistem nilai yang dianut mayoritas masyarakatnya. Karenanya, kita perlu membangun empathy, dan saling memahami. Tidaklah elok memetik bunga cempaka, tetapi tidak mau merawat bahkan mencela pohonnya. Faktanya, tamu2 itu datang karena iklan pariwisata dengan icon Pura, atau Perempuan2 berkebaya menjinjing sesajen di kepala. Dan, Ustad, hingga hari ini, jutaan orang masih terus datang kesini. Karena, ustad, sejatinya ini adalah pulau yang dibangun dengan doa "damai, damai, damai". Dalam bahasa doa kami, “shanti, shanti, shanti”.

Terlepas dari semua cerita itu, Ustad, sekali lagi mohon maafkan kami..

Ikuti tulisan menarik Ketut Budiasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu