x

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Makna Nama Tokoh dalam Fiksi

Memilih nama tokoh saat menulis cerpen atau novel terkadang sama repotnya dengan menyusun plot cerita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apa makna yang terdapat dalam sebuah nama?

Ketika menulis sebuah fiksi, untuk menggambarkan tokoh para penulis biasanya mencoba mewakilkannya dengan nama.

Sri atau Ahmad (tidak bermaksud untuk merendahkan pemilik nama ini) adalah nama yang umum, mudah untuk diucapkan dan diingat. Dengan begitu, penulis hanya perlu memberi perwatakan khusus agar tokoh lebih dekat dengan pembaca. Sebut saja Sri Ningsih dalam novel Tere Liye ‘Tentang Kamu’, atau ‘Sri Sumarah’ karya Umar Kayam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yang menarik, nama ‘Ahmad’ mungkin lebih banyak disandang oleh penulis daripada karakter novel. Ahmad Tohari dan Ahmad Fuadi, contohnya.

Sering juga, penulis memilih nama yang ‘langka’ justru agar tokoh tersebut akrab di benak pembaca. Ahmad Tohari memilih ‘Srintil’ sebagai tokoh sentral ‘Ronggeng Dukuh Paruk’. Tokoh ‘aku’ dalam ‘Negeri Lima Menara’ Ahmad Fuadi bernama ‘Alif’ (Ahmad Fuadi suka menggunakan nama lokal). ‘Ikal’ adalah nama panggilan Andrea Hirata dalam ‘Laskar Pelangi’.

Memilih nama tokoh fiksi terkadang menjadi problem tersendiri bagi penulis. Dalam sebuah grup media sosial, salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan adalah: “Ada ide untuk nama karakter tokoh novelku yang temanya anu plotnya bla bla bla?”

Beberapa hari belakangan ini, saya diserang oleh akun-akun anonim (karena menggunakan nama palsu tanpa identitas jelas) di sebuah blog keroyokan yang bermula dari sebuah review positif tentang buku terakhir saya. Sebagai penulis fiksi, mudah saja menciptakan tokoh antagonis dengan nama orang yang saya curigai sebagai pemilik akun-akun palsu tersebut. Hal yang biasa dilakukan penulis fiksi manapun, dengan kalimat pembuka (atau penutup) ’Kisah ini sepenuhnya fiksi. Kesamaan nama dan peristiwa hanya kebetulan semata.’ Namun, saya terbiasa menulis fiksi saat pikiran jernih, bukan karena emosi.

Semua orang mungkin pernah mengalami krisis identitas atau memakai identitas yang dipaksakan untuk menutup kekurangan, seperti para perundung tanpa nama yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Apa yang saya suka dari nama-nama?

Saya menikmati semua nama yang bisa diangkat menjadi karakter yang bisa bekembang pada fase yang berbeda dalam kehidupan. Karakter ang perjuangan untuk mempertahankan identitas pribadi menjadi fokus pembaca. Jadi, saat menciptakan tokoh fiksi, nama tokoh tersebut biasanya merupakan salah satu identitas kepribadian tokoh tersebut juga.

 Jadi jika Anda memutuskan untuk memilih nama untuk karakter tulisan, usahakan nama tersebut melambangkan apa yang ingin Anda sampaikan dalam cerita fiksi Anda.

Ngomong-ngomong, apakah Anda pernah menemukan nama Anda di label minuman bersoda yang terkenal itu? Mungkin menarik menulis kisah tentang perasaan Anda saat menemukan botol tersebut.

Sama menariknya dengan botol jatuh dari langit menimpa kepala seorang anggota suku Bush Afrika.

 

Oh ya, saat sedang emosi, saya memilih untuk menulis puisi.

 

Tetap menulis.

 

Bandung, 12 Desember 2017

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu