x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Munaslub Golkar 2017?, Belajarlah dari Munaslub 2016

Dinamika Politik Partai Golkar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Beginilah jadinya", demikian gumam saya dalam hati melihat kenyataan kondisi partai Golkar pasca Setnov dijadikan Tersangka oleh KPK terkait kasus KTP-El. Gumaman saya itu karena teringat saat pelaksnaan Munaslub 2016 lalu dimana Setya Novanto  - selanjutnya Setnov -  terpilih sebagai Ketua Umum Golkar. Andai saja saat itu yang terpilih bukan Setnov, mungkin "tidak begini jadinya" Partai Golkar.

Disadari atau tidak, pasca Setnov ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sebelum ahirnya dianulir oleh Hakim Prapradilan karena Setnov menggugat ke Sidang Praperadilan, Golkar  telah menjadi menjadi sorotan publik. Apalagi setelah KPK menetapkan kembali Setnov sebagai tersangka untuk yang kedua kalinya dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena Setnov tidak mau memenuhi panggilan KPK (meskipun hanya beberapa saat) hingga ahirnya terjadi kecelekan (kasus tiang listrik) dan berujung pada penahanan Setnov, Golkar kian terpuruk dimata publik.

Para petinggi Golkar di DPP dibuat sibuk, untuk menyikapi kondisi itu, buru buru Golkar mengadakan Rapat Pleno yang memutuskan bahwa Idrus Marham disetujui menjadi Plt Ketua Umum  sambil menunggu hasil Keputusan Sidang Prapradilan karena Setnov menggugat ke Sidang Praperadilan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun perkembangan terahir, kini muncul keinginan  agar segera dilaksanakan Munsalub. Sebagian besar DPD provinsi  yakni sejumlah 31 DPD dari 34 DPD Provinsi  sudah mengusulkan untuk segera diadakan Munslub  dan itu sudah memenuhi syarat tentang pelaksnaan Munaslub berdasarkan AD/ART Golkar.

Seiring dengan itu, Dewan Pakar DPP Golkar sebagaimana telah dirilis Kompas .com (8/12/17) telah meminta pula agar Munslub dilaksanakan pada pertengahan Desember ini  dan meminta agar DPP segera mengadakan pleno untuk menentukan waktu, tempat  hingga penyelenggaraan Munaslub.

Demikian halnya dengan Ahmadi Noor Supit, ia menyatakan bahwa dalam keadaan apapun kalau ada permohonan 2/3 dari DPD I maka wajib hukumnya DPP untuk melaksanakan Munaslub. DPP tidak bisa berpegang pada hasil Keputusan Pleno.

Kalau begini jadinya, maka mau tidak mau Golkar harus gerak cepat, DPP tidak usah lagi berpikir soal menang tidaknya Setnov di Prapradilan, tetapi DPP harus tunduk pada AD/ART yang menentukan bahwa Munaslub bisa diselenggarakan apabila ada permintaan dari 2/3 DPD Provinsi. Sedangkan adanya permintaan 31 DPD Provinsi, sudah lebih dari 2/3, artinya secara konstitusional Munaslub bisa diselenggarakan.

Persoalan siapa yang akan maju dalam Munalub untuk dipilih menjadi Ketua Umum, Golkar tidak kekurangan kader yang potensial, maka dari itu, jikapun sekarang sudah mulai adanya penggiringan opini agar ditempuh dengan jalan Calon tunggal, sebaiknya para elite harus berpikir ulang soal kemungkinan dampak yang akan terjadi.

Perlu diingat, ketika Munas IX di Bali pada tahun 2014 yang pada waktu melahirkan calon tunggal (ARB) setelah Airlangga Hertarto dan MS mengundurkan diri pencalonan, ternyata telah melahirkan perjalanan politik yang sangat pahit, yakni adanya perpecahan di tubuh Golkar karena dianggap Munas IX  di Bali dengan adanya calon tunggal dianggap tidak demokratis.  

Agung Laksono dkk ahirnya membuat Munas tandingan di Ancol dan Agung Laksono terpilih sebagai Ketua Umum. Dengan adanya dua DPP Golkar ini, banyak kader Golkar di daerah yang tidak bisa ikut Pilkada lantaran tidak dapat rekomendasi dari kedua DPP, kader Golkar terkotak kotak berdasarkan kubu ARB dan kubu Agung Laksono.

Upaya penyatuan kedua kubu sangat melelahkan dan menguras energi baik moril maupun materil. Kita bersyukur bahwa pada ahirnya ARB dan Agung Laksono sepakat untuk membesarkan Golkar dan sepakat untuk memilih Ketua Umum baru melalui Munaslub dengan catatan ARB dan Agung Laksono tidak ikut dalam kontestasi.

Perjalanan politik Golkar kemudian mencatat, Munaslub Golkar ahirnya dilaksanakan pada bulan Mei 2016. Melalui liku liku dan perdebatan yang panjang dengan segal trik dan intrik yang terjadi dalam Munaslub 2016 lalu, terpilihlan Setyo Novanto sebagai Ketua Umum Golkar  hingga tahun 2019.

Namun apa daya, semenjak terpilih Setnov menjadi Ketua Umum, saya sudah bisa bayangkan akan "begini kejadiannya" lantaran sebelumnya memang Setnov punya catatan tersendiri dalam langkah langkah politiknya.

Maka dari itu, Munaslub Golkar 2017 yang (mungkin) tinggal menunggu hari dan tanggal, hendaknya bisa mengambil pelajaran dari  berbagai kejadian masa lalu termasuk penyelenggaraan Munslub 2016 dan Munas IX 2014, pilihlah  kader Golkar yang  bisa membawa Golkar kedepan lebih baik lagi  dan  "tidak begini jadinya".  

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler