x

Iklan

Muhammad Rafdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Konsep Kesejahteraan Ibnu Khaldun Solusi Perekonomian Bangsa

artikel ini menulis tentang konsep pemikiran kesejahteraan ibnu khaldun yang dapat diaplikasikan pemerintah Indonesia sebagai solusi masalah ekonomi bangsa

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

oleh: Muhammad Rafdi

Mahasiswa Pascasarjana PSKTTI Universitas Indonesia

Konsep Brilian Ibnu Khaldun terkait Kesejahteraan Bangsa

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ibnu Khaldun dijuluki Bapak Sosio-Ekonomi dunia. Beliau telah menghasilkan banyak buku yang menginspirasi dunia. Salah satu karya Ibnu Khaldun yang monumental adalah kitab Muqoddimah. Dalam kitab ini mengkaji berbagai persoalan, mulai dari sejarah, sosial bahkan pemikiran beliau tentang ekonomi juga tertuang dalam kitab Muqoddimah. Salah satu pemikiran Ibnu Khaldun yang semestinya diadopsi Indonesia mengenai teori ibnu khaldun tentang kesejahteraan bangsa.

Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut. Menurutnya, kekayaan negara ditentukan oleh dua hal yaitu tingkat produksi domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut.

Suatu negara boleh saja mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bila hal ini tidak merefleksikan pesatnya pertumbuhan sektor produksi (baik barang maupun jasa), maka uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksilah yang menjadi motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya.

Kedua, neraca pembayaran yang positif. Ibnu Khaldun juga menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Hal ini disebabkan neraca pembayaran yang positif menggambarkan dua hal:

1)      Tingkat produksi negara tersebut untuk suatu jenis komoditi lebih tinggi daripada tingkat permintaan domestik negara tersebut, atau supply lebih besar dibanding demand, sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor.

2)      Tingkat efisiensi produksi negara tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke negara lain dengan harga yang lebih kompetitif.

Jika dilihat dari kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini, Indonesia merupakan negara dengan keindahan alam serta kekayaan bumi yang melimpah. Indonesia juga memiliki potensi wisata yang besar serta potensi produksi dari sektor riil dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Hal tersebut sudah semestinya menjadikan sektor riil menjadi tumpuan pemasukan bagi negeri ini.

Akan tetapi, potensi ini tidak tercermin dalam APBN Indonesia dari tahun ke tahun. Ketergantungan negeri ini dengan pajak terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data yang dirilis oleh kementrian keuangan. Setiap tahunnya persentase pemasukan negara dari sektor pajak terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 pajak menyumbang 73,3% dari pemasukan negara, pada tahun selanjutnya menjadi 74,9%, dan dalam tiga tahun terakhir kontribusi pajak terhadap APBN terus meningkat. Pada tahun 2015 pajak berkontribusi sebesar 82,3%, pada tahun selanjutnya 86,2% dan berdasarkan APBN 2017 pajak diharapkan dapat berkontribusi sebesar 85,6%.     

Fakta tersebut berbanding terbalik dengan peran sektor riil atau sektor non pajak bagi pemasukan negara. Pada tahun 2012 peran Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam penerimaan negara sebesar 26,3%. Akan tetapi peran tersebut terus mengalami penurunan. Hingga saat ini kontribusi sektor non pajak dalam penerimaan negara hanya sebesar 14,3%.

            Ibnu khaldun mendorong peran sektor produksi sebagai tumpuan pemasukan negara. Hal ini akan tercapai dengan bantuan pemerintah mendorong kemajuan sektor produksi, sehingga penawaran akan barang melebihi permintaan domestik, hal ini mendorong produsen mengekspor barang ke luar negeri sehingga berdampak positif terhadap pemasukan negara dari sektor ekspor.

            Fenomena yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Pemerintah masih kesulitan dalam merealisasikan penerimaan negara yang tertulis dalam APBN. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang dirilis oleh kementrian keuangan, pada tahun 2015 persentase realisasi penerimaan negara sebesar 83,9%, tahun selanjutnya 85,3% dan pada tahun ini per-oktober 2017 realisasi penerimaan negara baru mencapai angka 70,7%. Sulitnya mencapai target penerimaan negara dan besarnya belanja negara yang ditetapkan setiap tahunnya mendorong pemerintah untuk melakukan jalan pintas dengan menaikkan pajak dan tarif kebutuhan pokok. Hal ini malah berdampak negatif terhadap sektor produksi karena akan menambah biaya produksi.

            Pemerintah saat ini dapat mengambil beberapa pelajaran dari pemikiran Ibnu Khaldun, diantaranya Pemerintah harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap sektor pajak sebagai pemasukan negara. Sekor riil harus dijadikan tumpuan utama sebagai penggerak roda ekonomi negara. Kontribusi sektor riil yang semakin menurun membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Pemerintah harus menyesuaikan pengeluaran negara dengan realisasi pendapatan, sehingga meminimalisir terjadinya defisit anggaran dan mengurangi angka pembiayaan demi mengantisipasi “jalan pintas” yang dapat merugikan sektor produksi. Apabila PNBP dapat berkontribusi lebih dalam penerimaan negara, maka kebutuhan terhadap pajak dapat diminimalisir sehingga mendorong tercapainya kemakmuran bangsa Indonesia.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rafdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu