x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terpilihnya Airlangga Hartarto, Cacat Prosedur?

Airlangga Menuju Ketum Golkar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam acara pembukaan Rapimnas KADIN di Batam 14/12/17 kemarin, Ketua Kadin Pusat  Rosan P Roeslani  dalam sambutannya minta maaf kepada peserta yang hadir  banyak Wakil Ketua Kadin yang tidak bisa hadir dalam Pembukaan karena sedang mengikuti Munaslub Golkar.

Apa yang disampaikan Ketua Kadin Pusat itu, bagai sebagian peserta mungkin dianggap biasa, tetapi bagi saya yang juga sebagai peserta mewakili KADIN Cilegon sekaligus orang yang ikut merawat Pohon Beringin, info ini menimbulkan tanda tanya, sebab tidak mungkin Munaslub dapat dilaksanakan sebelum ada Rapat Pleno DPP Golkar.

Selesai acara makan malam, saya mencoba mencari info melalui media social dan mbah Goegle. Di media social, saya menemukan info dari sebuah akun fb yakni milik Ace Hasan S, Wakil Sekretaris DPP Golkar yang memposting  sebuah status dengan bunyi “Alhamdulillah satu tahapan telah selesai, tinggal dikukuhkan”. Sementara melalui Mbah Goegle, saya temukan info perkembangan terkini masalah situasi Partai Golkar diantaranya tentang adanya Keputusan Rapat Pleno DPP yeng memutuskan secara aklamasi Air Langga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar seperti dirilis Detik.com.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara pribadi, apa yang diputuskan DPP ini tidaklah mengejutkan karena memang saya sudah memprediksi akan begini kejadiannya. Beberapa hari lalu, melalui Tempo.co (Indonesiana), lihat disini https://indonesiana.tempo.co/read/119674/2017/11/22/nasir.kang/setya-novanto-akan-mengundurkan-diri dan Kabar Babar Banten (media local), saya sudah menulis artikel yang isinya antara lain  hampir sama dengan Keputusan Pleno itu, tapi dalam tulisan itu, saya menghawatirkan akan terjadi “kegaduhan”- meminjam isitilah Azis Samsudin- jika jalan yang ditempuh seperti ini, karena terkait dengan masalah kewenangan dalam memilih Ketua Umum Golkar.

Pertanyaannya adalah apakah Keputusan DPP memutuskan Air Langga Hertarto melalui Rapat Pleno  itu sesuai dengan mekanisme organisasi?. Bisa jadi DPP memutuskan itu  dengan alasan berdasarkan ketentuan AD/ART, maklum di DPP itu banyak berkumpul orang yang “keminter” membolak balik pasal AD/ART. Nurdin Halid adalah  salah seorang diantaranya yang pintar  membolak balik ketentuan AD/ART untuk dijadikan alasan  dasar keputusan. Dalam kasus ini ia bilang bahwa hal itu sesuai dengan pasal 14 (AD/ART) yang mengatur tentang  pergantian Antar Waktu itu harus melalui Pleno lantas dibawa ke Rapimnas.

Bagi saya, terpilihnya Air Langga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar tidak menjadi masalah karena memang kapabel untuk menggantikan Setyo Novanto. Airlangga Hartarto diyakini bisa menyuburkan Pohon Beringin dengan pupuk yang ‘‘adem” dan tidak membuat Pohon Beringin yang rindang “jadi seperti sekarang” ini, dan saya mendukung!.

Namun alangkah eloknya jika terpilihnya Airlangga itu melalui mekanisme organisasi yang benar, melalui prosedur yang benar atau dengan kata lain melalui  saluran yang bisa memuaskan semua pihak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Menurut saya, memilih Ketua Umum Golkar dengan memilih Pengurus DPP dalam konteks Pergantian Antar Waktu adalah hal yang berbeda. Jadi tidaklah tepat jika proses pemilihan Ketua Umum hanya melalui Rapat Pleno sebagaimana yang berlaku bagi pemilihan Pengurus DPP Antar Waktu.

Pasal 14 ART seperti dikatakan oleh Nurdin Halid  hanya berlaku untuk pergantian Pengurus DPP bukan Ketua Umum Golkar, mari kita lihat pasalnya;

Pasal 14.

Pengisian lowongan antar waktu Pengurus Dewan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat dan dilaporkan kepada Rapat Pimpinan Nasional.

 

Jadi tidak ada kewenangan Rapat Pleno memilih Ketua Umum, jangankan Rapat Pleno, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pun tidak ada kewenangan sama sekali memilih Ketua Umum sebagaimana diatur dalam pasal 30 Anggaran Dasar Golkar.

Pasal 30 huruf b ayat (4) yang mengatur tentang Rapimnas menyatakan;

Lantas dimana kewenangan itu berada, jawabnya ada di forum tertinggi dalam proses pengambilan keputusan Partai Golkar yakni melalui Munas/Munaslub.

Pasal  30  menentukan;

SS, AD. Golkar tentang Munas, dok, pribadi

Sedangkan masalah Munaslub diatur dalam pasal 30 ayat 3 menentukan sebagai berikut;

SS, AD Golkar tentang Munaslub.

 

Olah karenanya, prosedur yang ditempuh seharusnya jika sudah ada usulan DPD Provinsi lebih dari 2/3 untuk segera mengadakan Munaslub, maka DPP segera mengadakan Rapat Pleno untuk menentukan apakah diterima atau tidak usulan tersebut. Dalam kasus yang sekarang DPP sudah betul mengadakan Rapat Pleno dan memutuskan usulan DPD diterima yakni Golkar harus Munaslub dan membuat Kepanitiaan.

Tapi kemudian Rapat Pleno juga memutuskan memilih secara aklamasi Air Langga sebagai Ketua Umum. Nah ini yang tidak procedural. Seharusnya tidak di forum itu Ketua dipilih, kalaupun ada surat “dukungan” dari seluruh DPD Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk Air langga Hartarto, surat itu tidak serta merta dapat dijadikan dasar untuk memilh/memutuskan Ketua Umum, surat itu hanya kelengkapan syarat adminitratif atau dengan kata lain Rapat Pleno tidak berhak memutuskan  secara aklmasi karena berdasarkan ketentuan AD/ART, Pleno tidak punya kewenangan.  Seharusnya surat dukungan itu menjadi “pegangan” untuk panitia bahwa hanya “satu orang” yang didukung untuk menjadi Ketua Umum yakni Airlangga Hartarto.

Nah, kalau sudah demikian, hal inilah yang seharusnya dibawa ke Rapimnas, dalam Rapimnas itulah DPP/Panitia melaporkan tentang semua hal yang berkaitan dengan rencana Munaslub, tapi bukan membawa hasil keputusan Rapat Pleno yang memilih Airlangga Hartarto sebagi Ketua Umum, ingat yang punya hak memilih bukan Rapat Pleno DPP, bukan juga di Rapimnas, tapi DPD Provinsi, DPD Kabupaten/Kota, Pengurus DPP Demisioner, dan Ormendi dalam forum Munas/Munaslub.

Tidak ada ketentuan yang mengatur forum Munas/Munaslub  memberikan “pengukuhan’’ Ketua Umum yang dipilih diluar forum Munas/Munaslub. Dalam hal ini, jika kemudian dalam Munaslub nanti hanya ada satu orang calon tunggal yakni --misalnya-- Airlangga Hartarto, Munaslub akan memilih/menyepakati Airlangga Hartato ditetapkan  secara aklamasi sebagai Ketua Umum, dan penetapan itu melalui Sidang Paripurna Munaslub.

Supaya terang benderang, logikanya  begini, ada calon ketua umum (bukan ketua yang ditetapkan DPP), kemudian dipilih oleh peserta Munaslub (DPP Demisioner, DPD Provinsi, DPD Kabupaten Kota, Organisasi Sayap, Organisasi yang mendirikan dan didirikan), jika hanya ada Calon tunggal, peserta menyetujui secara aklamasi  calon itu ditetapkan sebagai Ketua Umum dalam Sidang Paripurna Munaslub, artinya tidak ada istilah "mengukuhkan".

Namun melihat tradisi politik di Golkar saat ini, maka beginilah jadinya, DPP bermaksud mengunci  agar seolah olah tidak ada orang lain yang bisa mencalonkan diri dalam Munaslub,  begitu kan Pak Nurdin Halid?.

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler