sementara masih pagi dini
gelap menempel di kaca jendela,
lelah mata kantuk buram
otot kaku melembut menetes.
menahan napas, kulihat jaring laba-laba:
terentang dari kaca cermin,
hingga pintu lemari
menguap embun pagi
bersihkan mimpi masa lalu
beri kejelasan dalam cahaya temaram,
apakah aku mengambil keputusan terbaik?
namun pagi tak kenal ampun,
bersama matahari duduk rendah menghakimi,
teramat rendah untuk melihatku telanjang.
jaring laba-laba menjerat kulitku kini,
mengikat rasa bersalah yang menua
rahasia menyakitkan yang terus menyiksa.
sebuah tempat kenangan bawah sadar
cita compang-camping yang tetap ada
jahitannya terbelah.
pagi tergeletak di lorong depan;
tak ada dalam peta digital sebelumku,
garis putih buram samar.
waktu datang dan pergi
seperti kekasih
dan jaring laba-laba berkilau embun
memantul ke telapak tangan, hangat
belenggu masa silam yang tersia-sia
untuk semua hal hampa telah kulakukan
aku hanya bisa berpura-pura
mati, tidak berdarah lagi
karena masa lalu sepanjang bayangan
yang digariskan sinar mentari
musim berkurang, musim berguguran
mungkin akan tumbuh tak lama lagi:
menggeliat, bangun lebih pagi
sementara hari masih dini.
Bandung, 16 Desember 2017
Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.