x

Pasokan Elpiji Ditambah Selama Natal dan Tahun Baru

Iklan

Pakde Djoko

Seni Budaya, ruang baca, Essay, buku
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Natal Tanpa Nuansa Politik

Sudahlah, Terima kasih atas uluran kepedulian pemerintah DKI. Tapi biarlah umat Kristiani merayakan di tempat ibadat masing- masing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Saat ini Natal begitu seru dibincangkan bukan karena ingin menyerap kesederhanaan bayi Yesus karena lahirnya di kandang domba. Natal kali ini di Indonesia, di ibu kota Negara amat riuh dibincangkan di media sosial. Pemprov DKI  menginisiasi untuk  merayakan di Monas, di tempat terbuka milik publik. Pemerintah begitu antusias dan ingin menunjukkan bahwa pemerintah peduli pada perayaan keagamaan dan membebaskan umat beragama mengadakan acara peribadatan di Monas.

Tentu saja umat kristiani terkaget-kaget, tidak biasanya  pemerintah baik hati menyediakan sarana prasarana di tempat umum untuk peribadatan.Apalagi ini nuansanya “”Kristiani”. Lebih kaget lagi FPI yang biasanya amat antusias merazia  kenyamanan beribadat “umat lain”, bahkan dengan kasar sempat mengusir  komunitas kerukunan beragama sekarang mendadak ingin mengawal Natalan Bersama. Tentu saja umat kristiani terbengong-bengong. Apakah dunia sudah mendekati kiamat sehingga mereka (ormas yang identik radikal tersebut) mau menjaga perayaan natal. Inisiatornyapun bukan dari pihak gereja tapi partai politik. Hal yang tidak biasa itu tentu menjadi sebuah tanda tanya besar.

Bukan berarti umat kristiani curiga dengan niat baik pemerintah Provinsi DKI. Kalau ingin menyelenggarakan keramaian dengan tajuk kegiatan rohani, bukankah selama ini amat susah bahkan cenderung bila meminta ijin keramaian dengan”Kegiatan rohani Kristiani”.  Di gereja yang resmi menjadi tempat peribadatan saja umat Kristiani masih was-was karena isu – isu bom apalagi merayakan di monas di tengah anomali cuaca ekstrem dan isu- isu intoleransi agama yang marak. Bisa – bisa ibadatnya menjadi setengah hati, penuh ketakutan dan dibumbui dengan pidato-pidato politik yang tidak ada hubungannya dengan natal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sudahlah, Terima kasih atas uluran kepedulian pemerintah DKI. Tapi biarlah umat Kristiani merayakan di tempat ibadat masing- masing. Kesederhanaan itu lebih penting daripada mencari popularitas dan tepuk tangan “wah” karena bisa menyelenggarakan Natal dengan memenuhi  Monumen Nasional. Doa syukur itu tidak perlu diperlihatkan, Kalaupun harus merayakan bukannya dulu ada Gelora Bung Karno yang lebih tertutup. Keamanan cukup dipercayakan ke aparat TNI dan polisi.

FPI tidak usah repot-repot berpanas- panas ria di lapangan. Kalau mau silahkan jaga peribadatan di sekitar gereja di tempat- tempat di mana anda tinggal, cukup hanya memberi jaminan bahwa ibadat di gereja aman dari ancaman teroris dan bom.  Untuk Pemerintah DKI simpan saja uang APBD untuk membiayai keperluan yang lain, bukan berarti sombong tidak menerima bantuan dana, umat Kristiani terbiasa saweran sendiri untuk mengadakan pesta ataupun perayaan. Seberapapun  dana yang didapat kalau disyukuri dan diterima dengan penuh rasa syukur sudah membahagiakan. Tidak perlu turun ke jalan atau mencegat di tikungan-tikungan atau lampu merah. Mereka akan berbagi secara adil. Yang merasa lebih akan memberi banyak dan jika tidak punya tidak perlu memaksa memberi cukup memberikan hati, tenaga dan pikiran untuk kesuksesan peribadatan.

Bahagia itu sederhana, Natal itu bukan identik kemewahan  Yesus sudah memberi contoh betapa  sederhananya ia lahir, bukan di rumah sakit dengan fasilitas AC dan kamar super lux. Bukan dengan pesta yang menimbulkan iri tetangga, tapi sebuah kepedulian untuk berbagi. Tidak ada tuntutan umat lain memaksa membuat spanduk untuk mengucapkan Selamat Natal, cukuplah tersenyum untuk memberi kenyamanan peribadatan. Senyum dan keramahan itu yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa  relasi antar agama itu dibangun dengan sebuah niat tulus, bukan motif politis, bukan saling curiga dan merasa terancam. Agama itu hanya sarana ritual untuk menghormati  Sang Pencipta yang membuat manusia ada. Agama hanyalah baju, yang paling esensial adalah setiap agama pasti mengajarkan cinta kasih, seperti yang diajarkan Tuhan kepada manusia. Tuhan tidak mengajarkan berbuat licik dan membunuh dengan membela Tuhan. Ketika ternyata pada sejarahnya karena agama banyak muncul perang dan berbuntut pembunuhan keji antar manusia, berarti manusialah yang salah menterjemahkan ajaran Tuhan.

Makna toleransi adalah membiarkan orang lain melakukan kegiatan tanpa ada intervensi dari manusia lain untuk menggiring, meprovokasi atau memaksakan keinginan sesuai keinginan pihak tertentu. Begitu juga dalam hal beragama. Biarlah setiap agama melakukan peribadatan dan doa dengan cara masing-masing. Kalau tidak mau Natalan di Monas yang notabene milik publik ya jangan paksa. Nanti maknanya malah menyimpang dari esensi sebenarnya  natal yaitu kesederhanaan. Salam Damai. Damai di Bumi Damai di Hati. Selamat Natal untuk Umat Kristiani.

Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB