x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Praktik Baik Gerakan Literasi Sekolah

Pengalaman-pengalaman para praktisi menghidupkan gerakan literasi di sekolah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Merayakan Literasi Menata Masa Depan

Penulis: Karin Karina, dkk.

Penyunting: Sofie Dewayanti

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2017

Penerbit: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Tebal: xiv + 222

ISBN: 978-602-7510-18-0

 

Sejak dikumandangkan, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) semakin moncer saja keberadaannya. Sebagai sebuah gerakan untuk mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 23 tahun 2015 tentang Pendidikan Karakter, GLS didukung oleh berbagai pihak. Pihak sekolah yang menyelenggarakan kegiatan membaca buku nonmatapelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai merasa terdukung dengan GLS ini. Para kepala sekolah, para guru, para aktifis literasi seakan mendapat panggung baru untuk berkarya bagi kemajuan pendidikan Indonesia.

Setelah dua tahun berjalan, pengalaman-pengalaman baik telah muncul di berbagai sekolah, di berbagai tempat. Pengalaman-pengalaman yang beragam ini tentu saja sangat penting untuk didokumentasikan. Sebab pengalaman-pengalaman baik ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain dan para pegiat literasi lainnya untuk menirunya, mengadaptasinya dan merangsangnya untuk menciptakan hal-hal baru yang semakin mempertajam gerakan literasi sekolah.

Buku ini berisi pengalaman para pegiat literasi sekolah. Pengalaman-pengalaman nyata dari lapangan tersebut dibagi menjadi empat tema dan ditutup dengan sebuah bab tentang refleksi. Keempat tema tersebut adalah: (1) Menumbuhkan Lingkungan Kaya Literasi, (2) Menumbuhkan Keasyikan Dalam Membaca, (3) Menumbuhkan Jejaring Literasi, dan (4) Menumbuhkan Literasi Menguatkan Siswa.

Bagian satu, Menumbuhkan Lingkungan Kaya Literasi berkisah tentang upaya-upaya untuk menumbuhkan minat baca dengan membangun lingkungan yang merangsang anak-anak membaca. Upaya-upaya tersebut tidak sekedar menyediakan bahan bacaan, tetapi juga mengadakan berbagai kegiatan untuk menarik anak cinta membaca. Karin Karina dan Ika Irawati menyuguhkan cara lomba-lomba yang berhubungan dengan buku. Marlina Gufron, Fajar Rosdiah dan Sugiharti menyampaikan pengalamannya menggunakan berbagai upaya. Sedangkan wiwik Indriyani mengintegrasikan budaya baca dalam kurikulum.

Dalam hal menumbuhkan keasyikan membaca, Iin Indriyani menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk merasngsang siswanya membaca Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sedangkan Rudi Wijaya mengisahkan pengalaman di sekolahnya dimana pembelajaran Bahasa Inggris menggunakan buku bacaan untuk kegiatan independent reading. Pratiwi retnaningsih menyoroti pentingnya guru menjadi teladan dalam membangkitkan keasyikan membaca bagi siswa. Agnes Budi Kuntari membagikan pengalamannya dalam melibatkan semua pihak dalam menumbuhkan keasyikan membaca. Mawarni secara khusus menunjukkan penggunaan Buku Berjenjang dalam membantu anak-anak kelas awal untuk meningkatkan kemampuan dan kesenangan membaca.

GLS tidak saja terkurung dalam kelas-kelas atau sekedar di sekolah-sekolah Gerakan ini telah menjadi sebuah gerakan masal di berbagai tempat. Oleh sebab itu secara alami jaringan literasi sekolah juga berkembang. Melalui jaringan inilah para pegiat literasi saling mendukung dan saling belajar.  Vudu Abdul Rahman mengisahkan pengalamannya menerbitkan komik dengan sebuah jaringan di Hongkong. Dharmawati membagikan pengalamannya menjangkau wilayah perbatasan NKRI dengan Gerakan Guru Perbatasan dalam menyebarluaskan program literasi. Sulastri membagikan pengalamannya tentang literasi di Jepang.

Buku ini juga menyajikan pengalaman-pengalaman guru dalam menggunakan literasi untuk menguatkan siswa. Literasi ternyata sangat baik untuk membantu belajar anak-anak berkebutuhan khusus. Diyar Ginanjar, Ardanti Andiarti, Kartini Damanik, Titin Sulistiawati dan Faiz Ahsoul mengisahkan pengalamannya menggunakan literasi untuk menguatkan siswa berkebutuhan khusus.

Buku ini dilengkapi dengan bab refleksi yang diberikan oleh para pegiat literasi yang sekaligus akademisi. Dewi Utama Fauzia dan Pratiwi Retnaningsih adalah dua orang pelopor GLS dan sekaligus akademisi yang layak memberikan refleksi terhadap gerakan yang luar biasa ini. Selain kaya dengan teori-teori, pengalaman beliau berdua dari lapangan sangat memperkaya refleksinya.

Sungguh sangat baik apabila buku semacam ini bisa dibagikan kepada sekolah-sekolah. Buku seperti ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian bagi para kepala sekolah dan guru yang berminat untuk mengembangkan literasi di sekolahnya. Dengan inspirasi yang dibawa oleh buku ini, maka akan lebih mudah bagi sekolah-sekolah, kepala sekolah-kepala sekolah dan guru-guru untuk memulai sesuatu. Sering kali mereka-mereka ini sangat ingin berbuat sesuatu bagi pengembangan literasi di sekolahnya. Namun mereka bingung harus mulai darimana. Dengan tersajinya buku ini untuk mereka, maka upaya-upaya tersebut bisa segera terlaksana.

Selamat kepada teman-teman GLS yang telah bekerja keras dan berhasil mengobarkan sebuah gerakan.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu