x

Iklan

elsana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Inilah Alasannya Warga Jl. Tanjung Harus Kosongkan Rumah

Inilah Alasannya Warga Jl. Tanjung 10-12 Semarang Harus Kosongkan Rumahnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tahun 1950 Dinas Wajib Rasionalisasi Tentara (DWRT)  menempati tanah dan bangunan di Jl. Tanjung 10-12 Semarang. Dimana tanah dan bangunan tersebut merupakan peninggalan pemerintah Belanda yang tidak ditempati/kosong setelah Indonesia merdeka 1945. Selanjutnya tanah dan bangunan tersebut tercatat sebagai tanah dalam penguasaan (okupasi) TNI AD sesuai dengan Instruksi Pangab Nomor INST/02/VI/1989 tanggal 6 Juni 1989 tentang Penertiban Tanah dan Bangunan Okupasi Di Lingkungan ABRI.

 

“Penguasaan tanah okupasi, merupakan suatu tindakan penyelamatan aset negara, yang apabila dikemudian hari ternyata telah dimiliki dan dikuasai oleh pihak tertentu dengan bukti kepemilikan yang sah, maka harus dikembalikan kepada pemiliknya”, demikian penyampaian Kakumdam IV/Diponegoro Kolonel Chk Agus Hari Suyanto, S.H.

 

Tahun 1952 tanah dan bangunan tersebut digunakan oleh Inspektur Corp Cadangan Nasional (ICN) dimana selain digunakan sebagai kantor juga digunakan sebagai asrama, kemudian digunakan sebagai Penyaluran Militer KR Transad (Lurdam).

Pada tahun 1963 sebagian bangunan Lurdam di tempati PT. Panca Ubaya Paksi dibawah naungan Kodam IV/Diponegoro yang bergerak dibidang distributor minyak tanah dan gula pasir hingga sekarang.

 

Akan tetapi, dengan bukti kepemilikan yang ada, tanah dan bangunan okupasi tersebut merupakan lahan milik Bank Mandiri. Hal ini bermula dari bukti kepemilikan jaman penjajahan Belanda, aset tanah Eigendom dengan nomor verponding 3739 dengan akta hak nomor 27 tanggal 16 Januari 1928, sebagai pemegang hak atas tanah adalah Nationale Handels Bank (NHB) yang dinasionalisasikan dengan Peraturan Pemerintah No. 39 Th. 1959. Setelah dinasionalisasi, aset ini dikuasai oleh Bank Umum Negara sebagai pemegang hak dengan dasar Pengumuman Menteri Keuangan RI tanggal 16 September 1959. Bank Umum Negara memegang hak atas ATTB tersebut sesuai dengan diterbitkannya SHGB No. 40 dan 41 pada tanggal 21 November 1966.

 

Setelah Bank Umum Negara berganti nama menjadi BNI Unit IV dan berganti menjadi Bank Bumi Daya, Departemen Negeri (Agraria) menerbitkan SHGB No. 260 atas nama Bank Bumi Daya sesuai Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 169/HGB/DA/87 tanggal 9 Mei 1987 (perpanjangan SHGB No. 40) dan SHGB No. 261 atas nama Bank Bumi Daya sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. SK 170/HGB/DA/87 tanggal 13 Oktober 1987(perpanjangan SHGB No. 40).

 

Pada 31 Juli 1999 empat bank pemerintah yakni Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilebur menjadi Bank Mandiri. Dengan penggabungan bank-bank tersebut,  maka aset yang dimiliki oleh bank-bank sebelumnya menjadi aset milik Bank Mandiri. Salah satu diantaranya adalah aset milik Bank Bumi Daya yang terletak di Jl, Tanjung no 10-12 Semarang.

 

Selanjutnya SHGB atas tanah di Jl. Tanjung No. 10-12 Semarang dilakukan peningkatan hak menjadi hak milik dengan diterbitkannya SHM No. 347 Luas 2.783 M² sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil BPN Jawa Tengah No. SK 02 HM/BPN.33/2011.dan SHM No. 346 Luas 3.214 M² sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil BPN Jawa Tengah No. SK 02/HM/BPN.33/201,  An. PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk tanggal 19 Januari 2011.

 

Pada tahun 2010, PT. Bank Mandiri (persero) Tbk. memohon kepada Kodam IV/Diponegoro untuk mengembalikan tanah okupasi tersebut. Mengingat lahan yang tersebut merupakan milik sah dari Bank Mandiri, maka sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku di TNI AD, Kodam IV/Diponegoro berkewajiban untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Hal ini sesuai dengan surat Kasad No B/2438/V/2017 tanggal 4 Agustus 2017 tentang persetujuan Kasad tentang Pengembalian Tanah Dan Bangunan Okupasi TNI AD C.q. Kodam IV/Diponegoro di Jl. Tanjung No. 10-12  Semarang dan Surat Perintah Kasad No. Sprint/1842/IX/2017 tanggal 29 September 2017 tentang Tim Pelaksana Pengosongan Tanah Dan Bangunan Okupasi.

 

Dan mengingat tanah dan bangunan tersebut akan dikembalikan, maka para warga yang menghuni rumah di Jl. Tanjung No. 10-12 Semarang juga harus rela dan ikhlas untuk mengosongkan tempat tinggalnya dan pindah ke tempat tinggal masing-masing.

 

 

Kepada warga yang dengan suka rela mengosongkan rumahnya, akan mendapatkan uang kerohiman dari Bank Mandiri melalui Kodam IV/Diponegoro sebesar Rp. 45.100.000 bagi purnawirawan TNI, Rp. 35.100.000 bagi purnawirawan ASN dan 25.100.000 bagi purtra/putri purnawirawan/umum. Kodam juga bersedia membantu mengangkut barang-barang miliknya menuju tempat yang diinginkan serta bagi warga yang belum memilikii tempat tinggal, juga dibantu mencarikan tempat tinggal sementara selama sebulan sambil yang bersangkutan mendapatkan tempat tinggal yang baru.

 

Apabila terdapat warga yang tidak mau mengosongkan tempat tingalnya, maka sudah selayaknya dilakukan pengosongan secara paksa.

 

“Warga tidak memiliki hak atas tanah tersebut melainkan hanya menempati rumah atas dasar surat perintah”, tegas Kakumdam

 

Jadi tidak ada alasan untuk tidak mau mengosongkan tempat tinggal yang bukan menjadi haknya. Hal ini dikarenakan pada tahun 1950, Kodam IV/Diponegoro dalam hal ini Dinas Wajib Rasionalisasi Tentara (DWRT)  menempati tanah okupasi di Jl. Tanjung No. 10-12 dalam keadaan kosong dan akan dikembalikan kepada Bank Mandiri dalam keadaan kosong.

Ikuti tulisan menarik elsana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler