x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anomali Risma di Tengah Pesona Kekuasaan

Ketika banyak orang sangat berminat menjadi gubernur atau wakil gubernur, Bu Risma malah lebih suka meneruskan tugasnya hingga akhir jabatannya nanti.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ketika banyak orang sangat berminat menjadi gubernur atau wakil gubernur, Bu Risma—Tri Rismaharini, walikota Surabaya saat ini—malah lebih suka meneruskan tugasnya (mungkin) hingga akhir jabatannya nanti. Beberapa kali Risma ditawari oleh pimpinan partainya, PDI-P, untuk maju ke pemilihan gubernur, tapi ia menolak. Yang mutakhir, Risma juga tidak bersedia maju untuk menggantikan Abdullah Azwa Anas dan menemani Syaefullah Yusuf dalam kontestasi pilkada Jawa Timur.

Kan aku wis ngomong, mosok cangkemku gak kenek dipercoyo,” begitu kata Bu Risma dengan dialek Suroboyo-an, seperti dikutip media (8 Januari 2018). Bahasa nasionalnya: “Kan saya sudah bilang, masak mulutku tidak bisa dipercaya.” Di tengah dinamika pilkada ketika banyak orang sibuk melobi ke sana kemari, Bu Risma malah tidak bersedia menerima pinangan untuk maju ke gelanggang pilkada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anomali? Rasanya, ya. Di tengah godaan untuk menapaki jenjang kekuasaan yang lebih tinggi, Bu Risma memilih untuk memegang apa yang sudah ia janjikan ketika berkampanye, yakni menunaikan tugas hingga masa jabatan selesai. Untuk meraih posisi nomor satu di Jawa Timur, sebagai gubernur, mungkin juga sangat terbuka, tapi toh Risma tidak berminat.

Baginya, agaknya, ini bukan soal adanya kesempatan yang terbuka untuk menapaki jenjang karier yang lebih tinggi sebagai politikus, melainkan lebih kepada keteguhan kepemimpinan. Baginya, kepercayaan rakyat lebih penting daripada karier pribadi walaupun mungkin ia berkesempatan untuk mengabdi kepada lebih banyak rakyat. Tapi, ia sudah berjanji, dan baginya ini soal kepercayaan sebagai syarat kepemimpinan yang baik. “Pemimpin harus konsisten dengan perkataannya,” ujarnya.

Risma tidak ingin membuat warga Surabaya bingung, yang mungkin akan berpikir: “Lha kok pemimpinku loncat sana loncat sini karena ada kesempatan.” Ia tidak ingin rakyatnya beranggapan pemimpinnya plin-plan. “Pemimpin itu dipercaya karena ucapannya,” kata Risma, “lek aku mencla-mencle rakyatku bingung.” Mayoritas warga Surabaya (lebih dari 86,34% dalam Pilkada 2015—jauh melampaui perolehannya dalam pilkada 2010, 38,35%) memilih Risma untuk periode kedua kepemimpinannya sebagai walikota karena konsitensinya. “Cangkeme iso dicekel,” meminjam perkataan arek Suroboyo [perkataannya bisa dipegang.]

Ketika banyak politikus yang menempati posisi-posisi kepemimpinan di masyarakat lebih senang berkelit dan banyak lainnya terpikat oleh kekuasaan, Bu Risma menghadirkan karakter yang berbeda. Ia bukan hanya menunjukkan kelasnya sebagai perempuan pertama yang terpilih sebagai walikota dalam ajang pilkada, tapi memperlihatkan karakter bagaimana memimpin masyarakat di era demokrasi. Meskipun peluang sangat terbuka untuk menapaki jenjang kekuasaan yang lebih tinggi, Bu Risma memilih untuk menepati janjinya menyelesaikan tugas sebagai walikota. Walaupun pula, pimpinan puncak partai telah membujuknya. (Foto Risma/tempo.co) ** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler