x

Iklan

Rahman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Papua Final Sebagai Bagian NKRI

Simbol Bintang Kejora ini juga secara pasti bertentangan dengan hukum yang berlaku di wilayah NKRI

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Ditengah hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, seorang yang bernama Felip Karma  petenteng petantang datang ke ibu kota Jakarta dengan menggunakan simbol   Bintang Kejora, sebuah simbol yang digunakan kelompok separatis Papua Merdeka. Simbol Bintang Kejora ini juga secara pasti bertentangan dengan hukum yang berlaku di wilayah NKRI. Tindakan tersebut sama saja melakukan tindakan bunuh diri dan aparat pasti akan menciduknya.

Tindakan tersebut tentu saja akan memicu sejumlah protes dari sejumlah pihak atas tindakan menentang hukum yang berlaku di wilayah Negara Kestauan Republik Indonesia.  Apalagi berhadapan dengan aparat TNI merupakan intitusi yang paling konsisten dalam menumpas sebagai  bentuk ancaman yang dapat membahayakan kesalamatan NKRI.

Menurut informasi yang berkembang Felip Karma telah menggunakan  simbol itu dia kenakan di kemejanya. Usai tiba di bandara Soekarno Hatta pada pekan kemarin. Secara otomatis , Filep Karma digiring aparat TNI yang bertugas di bandara     untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Secara pasti para Perwira TNI yang menginterogasi Filep Karma. Yang lucunya Felip Karma  bersikeras untuk tidak mau melapas   simbol Bintang Kejora yang melekat di bajunya.   

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalau sudah pakai lambang separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) pastilah yang bersangkutan kaki tangan OPM. Maka wajarlah kalau yang bersangkutan ditahan dan interogasi untuk kepentingan lebih lanjut. Sangat tidak waras tindakan yang dilakukan Felip Karma tersebut telah melakukan penentangan kepada negara Indonesia berdasarkan hukum yang berlaku.

Kalau lambang separatis tersebut digunakan ditengah hutan rimba Papua maka persoalannya beda. Ini lambang separtis OPM dipakai ditengah kota   maka wajar saja kalau dia ditangkap dan diproses. Sudah melakukan pelanggaran hukum dan memakai lambang separatis pasti akan menjadi santapan aparat TNI dan Polri yang ada di Jakarta.

Atas tindakan nekat dan coba-coba tersebut banyak pihak yang menilai bahwa Felip Karma melakukan  tindakan pengecut dan tindakan penghianatan kepada NKRI. Sebab Papau merupakan sudah final sebagai bagian dari NKRI.  Sidang PBB tidak pernah membahas tentang status politik Papua, karena PBB telah mengesahkan Papua bagian dari Indonesia sesuai dengan pelaksanaan PEPERA sudah memiliki landasan hukum, yakni Resolusi PBB No. 2504 yang dikeluarkan Majelis Umumn PBB tanggal 19 Nopember 1969. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein. 

Dengan tidak dipermasalahkan PEPERA oleh Negara manapun menunjukan bahwa, Pepera diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional. Makanya kalau masih ada orang Papua yang ingin mencoba-coba mengutak atik Papau untuk keluara   NKRI adalah sebagai tindakan penghianatan yang patut diproses dengan hukum yang berlaku.

Keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sayangnya, masih ada yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda tidak dihadiri pemuda Papua. Ini keliru, karena justru sebaliknya, para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama pemuda dari daerah lainnya.   Adapun mengenai pihak-pihak yang memutarbalikkan sejarah dan masih menyangkal kenyataan integrasi Papua ke dalam NKRI, pihaknya tidak menyalahkan mereka karena minimnya pemahaman atas hal tersebut.

Hal yang perlu disadari adalah bahwa keberadaan negara merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga seharusnya disyukuri dengan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di Papua. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa   PBB merancang suatu kesepakatan yang dikenal dengan New York Agreement untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Irian Barat melakukan jajak pendapat melalui Pepera pada 1969 yang diwakili 175 orang sebagai utusan dari delapan kabupaten pada masa itu. Hasil Pepera menunjukkan rakyat Irian Barat setuju untuk bersatu dengan pemerintah Indonesia.

Bukti paling valid dibuktikan dengan salah seorang mantan pemimpin Papua Merdeka Nicholas Jouwe yang telah kembali ke NKRI karena kesadarannya menyatakan kepada semua pihak khususnya masyarakat Papua untuk mendukung pembangunan Papua, dan jangan mempersoalkan masa lalu, karena masuknya Papua dalam NKRI sudah final, dan tidak bisa diganggu gugat bahwa Papua bagian sah Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Rahman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu