x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ekspresi Iklan Rasis

Apakah pikiran rasis itu sudah menempel di benak banyak orang dan tinggal menunggu momen untuk terungkap ketika pikiran itu menemukan konteksnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Seorang anak kecil berpose mengenakan hoodie. Tak ada yang istimewa pada penampilan bocah model ini, yang mengiklankan produk sebuah merek global. Ketika membaca tulisan yang tertera di bagian dadanya, saya tercenung apakah ini kelakar? Bunyinya begini: “Coolest monkey in the jungle.” Dalam bahasa kita, kira-kira berbunyi: “Monyet paling keren di hutan.”

Tapi, ketika mencermati bahwa bocah kecil itu berkulit hitam, saya bertanya-tanya benarkah ini hanya guyonan? Rasanya tidak. Sukar dicerna nalar apabila bocah model itu tidak dipilih secara sadar dan dikaitkan dengan teks yang tertulis di hoodie itu. Belum diketahui bagaimana dampak iklan tersebut terhadap kondisi psikologis bocah model ini--apakah ia jadi bahan bulan-bulanan teman-temannya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perusahaan ini, seperti dikutip berbagai media, memang sudah meminta maaf, namun kejadian semacam ini bukan yang pertama di dunia bisnis, dan karena itu mengundang pertanyaan: Apakah pikiran rasis itu sesungguhnya sudah menempel di benak banyak orang dan tinggal menunggu momen untuk terungkap secara spontan ketika pikiran itu menemukan konteksnya. Dalam kasus hoodie merek terkenal ini, pikiran rasis itu sudah ada dan terekspresikan ketika bertemu dengan teks ‘Monyet paling keren di dunia’.

Kecondongan untuk bersikap rasis dapat dijumpai dalam berbagai iklan produk maupun layanan. Beberapa bulan lalu, sebuah merek sabun mandi terkenal memasang iklan di Facebook. Adegannya berupa seorang perempuan berkulit hitam melepaskan bagian atas bajunya dan terlihatlah perempuan berkulit putih di dalamnya.

Produsen sabun mandi ini agaknya ingin memamerkan keampuhan produknya dalam memutihkan kulit pemakainya. Mungkinkah desain iklan ini bukan manifestasi dari pikiran rasis yang sudah melekat di benak perancangnya? Bukankah ini juga ekspresi dari bias tentang konsep kecantikan yang banyak dianut bahwa putih itu cantik dan indah?

Bias ‘putih itu cantik dan indah’ pula yang agaknya mendorong produsen kosmetik merek terkenal untuk memakai slogan white is purity—putih adalah kemurnian. Banyak orang terobsesi oleh kulit putih. Mereka mungkin segmen pasar utama yang dituju oleh produk kosmetik ini, namun bukankah sebuah iklan promosi dapat dibahasakan dengan teks yang tidak diskriminatif serta nyinyir terhadap, misalnya warna kulit tertentu?

Banyak orang yang terjun di dunia bisnis dan, apa lagi politik, yang mengklaim sangat menghargai keberagaman, kesetaraan, perbedaan, toleransi, dan sejenisnya. Namun, dalam praktik, klaim-klaim ini terbukti tumpul karena pikiran, sikap, dan tindakan mereka tidak mencerminkan keadilan ketika terkait dengan orang lain.

Mereka tidak peka sedari awal dalam merancang sebuah produk ataupun iklan promosi, mungkin mengekspresikan pikiran rasis yang memang sudah melekat di benak, atau bahkan memilih secara sadar untuk melakukan hal itu, sampai akhirnya protes atau kritik berdatangan. Tanpa kritik, mungkin iklan rasis itu akan terus beredar.  **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu