x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sang Ratu Mimpi

Akar budaya selalu memberikan celah saat menghadapi tekanan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Ratu Mimpi

Judul Asli: Queen of Dreams

Penulis: Chitra Banerjee Divakaruni

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerjemah: Gita Yuliani K.

Tahun Terbit: 2011

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal: 400

ISBN: 978-979-22-7395-3

Tema yang diusung oleh Divakaruni dalam novel ini tidak berbeda jauh dari tema yang diusungnya dalam “Unknown Error in Our Lives,” yaitu tentang benturan budaya bagi para migran. Divakaruni membedah budaya India yang dibawa oleh imigran India ke Amerika. Ia menggunakan sosok Rakhi, generasi pertama imigran India yang lahir di Amerika. Rakhi adalah seorang perempuan beranak satu yang baru saja cerai dari suaminya Sony. Sony adalah seorang seniman music keturunan India yang ditemuinya saat Rakhi kuliah.

Rakhi- sang pelukis, memiliki usaha kedai teh bersama temannya yang bernama Belle – juga keturunan India. Kedai teh ini adalah tumpuan Rakhi dalam menghadapi tuntutan ekonomi, sekaligus tempat untuk melarikan diri dari kemelut rumah-tangganya. Di saat kemelut rumah-tangganya belum reda, kedai tehnya mendapat saingan. Kedai kopi modern dibangun tepat di seberang jalan kedai tehnya. Pelanggan pun berbondong-bondong pindah dari kedai teh Rakhi ke kedai kopi modern tersebut. Di titik inilah Rakhi terpaksa harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kepercayaan India yang dibawa oleh ibu dan ayahnya berfungsi di Amerika. Ibunya – yang adalah seorang penafsir mimpi, memberikan nasihat supaya kedainya harus memiliki sesuatu yang khas.

Kemelut hidup Rakhi semakin meruncing saat sang ibu mengalami kecelakaan yang merengut nyawanya dan melukai lengan ayahnya. Sepulang dari menghadiri pameran lukisan Rakhi, ibu dan ayah Rakhi mengalami kecelakaan mobil.

Di saat Rakhi dan Belle putus asa dan sudah berkeputusan untuk menutup kedainya, Ayah Rakhi mengusulkan untuk mengubah kedai tersebut menjadi kedai yang berwarna India. Ternyata ayah Rakhi yang selama ini tidak dianggap ada, karena suka mabuk-mabukan, adalah seorang tukang masak yang handal. Perubahan konsep kedai ini membawa hasil. Kedai Rakhi kembali hidup. Bahkan kedai ini menjadi tempat bertemunya para musisi. Namun cobaan belum berakhir. Dapur kedai mengalami kebakaran. Saat Rakhi memutuskan bahwa pasca kebakaran kedai akan ditutup, ayah Rakhi menyarankan untuk tetap membukanya. Melalui pembukaan kembali kedai yang paginya terbakar, ternyata para pelanggan merasa ikut kehilangan. Para pelanggan ini banyak yang membantu untuk merenovasi bekas kebakaran. Di titik ini Rakhi kembali menemukan bahwa cara piker India (Timur) tentang saling membantu itu masih ada dan masih relevan untuk kehidupan di Amerika yang individualistis.

Satu lagi ide sang ayah Rakhi dalam pengelolaan kedai adalah sistem pembayaran. Jika sebelumnya pelanggan harus membayar sesuai dengan makanan dan minuman yang dipesannya, ayah Rakhi menyarankan supaya pelanggan membayar sesuai perkiraan pelanggan sendiri terhadap makanan dan minuman yang akan mereka nikmati. Pada awalnya Rakhi tidak setuju dengan perubahan tersebut, karena ia khawatir para pelanggannya tidak jujur. Namun setelah mencobanya, ternyata para pelanggan sangat jujur dalam membayar. Di titik ini sekali lagi Rakhi harus mengakui bahwa nilai-nilai India (Timur) tentang kejujuran dan rasa memiliki tetap bisa diterapkan di Amerika.

Novel ditutup dengan peristiwa 11 September, saat teroris menabrakkan pesawat ke Menara kembar WTC di New York. Peristiwa ini menyebabkan kedai Rakhi diserbu oleh berandal yang menyangka bahwa orang India adalah sama dengan para teroris tersebut. Prasangka rasis ini hampir saja meruntuhkan bangunan kepercayaan Rakhi yang sudah mulai mapan. Kepercayaan tentang harmoni antara nilai-nilai India dengan nilai-nilai Amerika dimana sekarang ia tinggal.

Divakaruni secara jitu menunjukkan bahwa akar budaya memberi celah saat seseorang menghadapi tekanan yang sepertinya tanpa jalan keluar. Nilai-nilai yang sudah terpatri dalam akar budaya seringkali membawa sebuah sinar cemerlang untuk menghadapi masalah. Akar budaya yang sering dianggap sesuatu yang kuno, ketinggalan jaman, justru memberikan cara pikir yang beda dalam melihat sebuah masalah. Dan...sering kali menjadi sebuah jawaban yang mujarab dalam mengatasi permasalahan.

Divakaruni membungkus novelnya dengan kisah sang penafsir mimpi – ibu Rakhi yang memilih untuk menikah tetapi tidak menyerahkan tubuhnya kepada suaminya. Akibat dari kebutuhan biologis yang tidak terlayani ini ayah Rakhi menjadi pemabuk. Rakhi tumbuh sebagai gadis yang mengagumi ibunya dan mengabaikan ayahnya. Rakhi adalah perempuan posesif yang selalu merasa dirinya benar. Ia berupaya mengubah Sony untuk menjadi seperti apa yang diinginkannya. Itulah yang menyebabkan perceraian mereka.

Ibu Rakhir berupaya menularkan kemampuannya untuk menafsir mimpi kepada Rakhi. Namun upaya ini tidak berhasil. Justru Jona, anak Rakhi yang secara alami memiliki kemampuan untuk melihat hal-hal yang akan terjadi melalui mimpi. Tentang peristiwa 11 September, misalnya sudah ditunjukkan oleh Jona melalui lukisan yang dibuatnya. Jona selalu melukis kebakaran besar dan wajah-wajah serta tangan-tangan yang menggapai di jendela kaca. Melihat kemampuan anaknya, Rakhi merasa gamang. Sebab kemampuan tersebut bukanlah sebuah berkat bagi Jona, tetapi lebih sebagai sebuah siksaan hidup.

Divakaruni memakai tiga Teknik bercerita dalam novel ini. Ia menggunakan tuturan Rakhi sebagai orang pertama untuk menggambarkan kemelut psikologi tokohnya. Untuk menjelaskan secara detail tentang siapa si penafsir mimpi, Divakaruni menggunakan Teknik tutur jurnal mimpi. Ibu Rakhi selalu mencatat pengalamannya sebagai seorang penafsir mimpi sejak masa gadis di India dan sampai dengan menjelang kematiannya akibat kecelakaan (sebenarnya ini bukan kecelakaan, tetapi pilihan sang ibu untuk mengakhiri mimpinya). Teknik ketiga yang digunakan oleh Divakaruni adalah tuturan kronologis. Teknik bertutur kronologis digunakannya untuk membangun alur sehingga pergulatan psikologis Rakhi dan pengalaman ibu Rakhi sebagai seorang penafsir mimpi bisa terangkai dalam kisah yang mengalir. Tiga Teknik bertutur yang dipilih oleh Divakaruni juga sangat membantu konsentrasi saya dalam membaca novel ini. Saya bisa menikmati ketegangan psikologis tokoh Rakhi, menyelami pengetahuan tentang sang penafsir mimpi dan tidak kehilangan alur ceritanya.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler