x

Iklan

TD Tempino

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Harga Beras Melonjak Tanggung Jawab Siapa

Pengadaan beras seyogyanya di dominasi dari hasil panen padi petani. Seharusnya cukup mengingat Indonesia sebagai daerah tersubur di kawasan belahan bumi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tahun 2018 di sepakati sebagai Tahun Politik.  Wajar karena parpol sibuk mencalonkan kader dan non kader untuk di tempatkan di singasana terhormat Gubernur , Bupati dan Walikota.   Sementara tahun politik menggeliat makhluk yang bernama Beras pun tidak mau kalah. Rakyat kecil mulai merasakan harga beras naik.  Dari hari keminggu sampai ke bulan kebutuhan pokok  kini menyita perhatian.

Perhatian bukan saja datang dari ibu ibu rumah tangga dan pedagang, tetapi pada setingkat menteri, bulog dan para pengamat mengeluarkan pendapat.  Tentu saja pendapat versi mereka sesuai dengan bidang tugas masing masing yang berhubungan dengan pengadaan beras.  Pendapat para pejabat tersebut tentu bukan sembarangan bersebab mereka masing masing memiiki data stock beras nasional

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lucunya lagi data stock beras berbeda satu sama lain sementara harga di pasaran terus meroket. Berbicara data percuma saja karena hanya soal angka, justru yang penting foto dokumentasi gudang Bulog penuh dengan beras .  Fakta ini  lebih penting agar rakyat merasa aman.  Tolong dokumen foto di up date (terkini Januari 2018) menunjuk kan stock beras sebenarnya pada setiap gudang Bulog di masing masing propinsi.

Seperti diberitakan CNN Indonesia 12/1/2018)  -- Kementerian  Perdagangan meminta seluruh pemasok (supplier) pedagang beras untuk  melaporkan stok beras yang tersimpan di dalam gudang. Ini dilakukan  sebagai langkah tegas mengingat harga beras saat ini sudah bergerak  terlalu tinggi.   

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita  menegaskan, jika supplier tidak melaporkan persediaan beras, dan  ternyata Kemendag menemukan penumpukan stok, maka tindakan itu bisa  disebut sebagai penimbunan beras.  Dengan kata lain, aksi ini  sudah masuk ranah perbuatan ilegal sehingga ada konsekuensi yang akan  didapat supplier. Menurut Enggartiasto, kewajiban ini sudah tercantum di  dalam pasal 11 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2017.

Pernyataan Menteri ini meyiratkan bahwa Pemerintah tidak memiliki data valid terkait stock beras nasional.  Secara logika seharusnya Pemerintah sudah memiliki data serial seberapa banyak kebutuhan beras Nasional setiap tahun.  Kebutuhan beras tersebut tentu diprediksi naik sekian persen dalam setahun dan kemudian merencanakan proses pengadaan bahan pokok makan utama rakyat Indonesia.  Pekerjaan sederhana sepertinya di buat sulit dengan alasan macam macam ada mafia beras. Halaah.

Pengadaan beras seyogyanya di dominasi dari hasil panen padi petani.  Seharusnya cukup mengingat Indonesia sebagai daerah tersubur di kawasan belahan bumi dan di yakini mampu memproduksi beras lebih banyak dari konsumsi rakyat. Impor beras adalah keran terakhir pengadaan beras apabila produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan bersebab (katanya) hama wereng atau bencana alam.

Bisa diperkirakan terjadi kepanikan seandainya beras tidak tersedia di pasar tradisional.  Panik ekonomi sangat riskan karena akan terjadi gerakan memborong beras untuk menjaga stock keluarga.  Inilah peristiwa yang harus di antisipasi, Pemerintah agar segera bertindak.  Bertindak paling mudah adalah import beras dan segera mendistribusikan keseluruh Propinsi / Kabupaten.  Kalau memang masih di perlukan Bulog suruh mereka bekerja lebih baik jangan pula sampai mereka main main dengan beras rakyat.

Satu hal saja harapan rakyat: Jangan sampai beras menajdi komoditi langka.  Dapat dibayangkan kelangkaan ini akan menjadi musibah nasional.  Oleh karena itu tentu pemerintah tidak mau main main soal beras. Rakyat menjerit tidak bisa makan bukan karena tidak ada uang tetapi karena beras menjadi barang kangka. Dengan demikian kelangkaan itu menyebabkan harga setinggi mlangit dan akhirnya rakyat terpapar bahkan terkapar.

Point yang ingin awak sampaikan disini adalah kebutuhan beras (pangan) tidak bisa ditunda karena berlainan dengan pakaian (sandang) dan papan (rumah). 

Makan 2-3 kali sehari tidak bisa ditunda karena bukan bulan puasa bagi umat Islam.  Ibu ibu selalu melihat dapur apakah masih tersedia beras bisa ditanak untuk hari ini dan besok.  Seandainya beras itu tidak ada maka keluarlah umpatan berderai derai untuk suami dan suami mengumpat lurah terus ke atas dan akhirnya bermuara ke Presiden.

Salamsalaman

TD.

Ikuti tulisan menarik TD Tempino lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler