x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Kok Sederhana?

Mengapa pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diselenggarakan dengan khidmad dan sederhana? Buku ini memberikan penjelasannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Dalam Cengkeraman Dai Nippon

Penulis: Nino Oktorino

Tahun Terbit: 2013

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Elexmedia

Tebal: x + 158

ISBN: 978-602-02-1266-1

 

Buku ini menyampaikan bahwa cepatnya Jepang menguasai Hindia Belanda adalah karena sikap ragu-ragu pemerintah Hindia Belanda untuk merespon keinginan para pejuang pergerakan dalam memberi konsesi politik yang lebih besar (hal. 10). Padahal sebenarnya gerakan anti fasis (NAZI) cukup kuat di Hindia Belanda. Tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia begitu kuat menolak gerakan NAZI di Eropa. Sayang sekali situasi ini tidak direspon dengan baik oleh pemerintah Hindia Belanda. Mereka tidak mau memberikan konsesi politik yang lebih besar kepada orang-orang bumi putera. Saat Belanda merasa kewalahan dan berupaya untuk menggerakkan penduduk untuk ikut bela negara, kebijakannya dikirtik oleh para tokoh pergerakan nasional karena dianggap sudah terlambat (hal 27).

Faktor lain yang dianggap menjadi pendorong mudahnya Jepang masuk ke Hindia Belanda yang diuraikan oleh Nino Oktorino adalah respon Jepang kepada pergerakan Nasional. Jepang secara jitu merespon keinginan para pejuang nasionalis dengan menjanjikan pemerintahan sendiri. Jepang menarik  simpati kelompok Muslim Indonesia (hal. 19). Jepang secara diam-diam menjalin kontak dengan para pejuang di Aceh melalui unit intelejen F-Kikan (hal. 38). Jepang juga melakukan propaganda di Hindia Belanda sebelum melakukan invasi militer.

Secara militer Jepang menyerang secara hamper bersamaan Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi dan Maluku-Timor. Penyerangan sekaligus di tiga lokasi yang berada di barat, utara dan timur Hindia Belanda ini dimaksudkan untuk memutus bantuan yang diharapkan oleh Belanda. Dengan serangan yang mendadak di tiga lokasi tersebut membuat Belanda tidak mempunyai kemampuan untuk melawan.

Apakah Jepang kemudian benar-benar memberikan kemerdekaan kepada Indonesia? Ternyata tidak. Segera saja setelah Jepang menguasai Hindia Belanda, Jepang memaklumatkan pelarangan-pelarangan kegiatan berserikat dan berpolitik (hal. 40). Jepang kemudian mengeksploitasi Hindia Belanda untuk keperluan perang di Asia Pasifik (hal. 95). Kekejaman Jepang termasuk pengerahan tenaga kerja dalam bentuk Romusha, perlakuan kasar dan tanpa hormat kepada pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin di Indonesia dan eksploitasi perempuan sebagai Jugun Ianfu.

Meski melakukan pelarangan kegiatan politik, Jepang memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia untuk masuk dalam posisi pemerintahan. Jepang menggandeng kelompok Nasionalis Sekuler dan kelompok Islam. Bahkan Jepang mengakui keberadaan Majelis Islam A’la Indonesia – MIAI (hal. 51). Selain dari memberi kesempatan kepada orang-orang Indonesia masuk ke dalam pemerintahan, Jepang juga melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini dimaksudkan untuk membangun kekuatan militer cadangan demi kepentingan perang di Asia Pasifik.

Kekejaman Jepang tersebut membuat orang-orang Indonesia mulai tidak suka kepada Jepang. Mulailah terjadi gerakan perlawanan kepada Jepang. Nono Oktorino menyampaikan bahwa gerakan perlawanan kepada Jepang terutama didorong oleh orang-orang yang memiliki keterikatan dengan Belanda dan berpandangan anti fasis (hal. 119). Perlawanan juga dilakukan oleh kelompok China (hal. 120) dan dari mereka yang merasa terhina martabatnya, seperti yang terjadi di Aceh dan di berbagai daerah (hal. 122).

Ketika Jepang mulai kalah perang, upaya untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia mulai dijalankan. Meski kebijakan pemberian kemerdekaan ini tidak bulat. Perdana Menteri Tojo dan Menteri Luar Negeri Shigemitsu mengusulkan untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia, namun upaya tersebut ditolak oleh angkatan darat dan angakat laut Jepang (hal. 134). Namun pada akhirnya, karena kekalahan Jepang yang semakin parah, maka kemerdekaan Indonesia tidak bisa lagi dicegah.

Nono Oktorino memberikan informasi bahwa pada saat Sukarno dan Hatta dibawa oleh para pemuda untuk dipaksa memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, terjadi komunikasi antara kelompok pemuda dengan Laksamana Maeda. Laksamana Maeda menjanjikan bahwa Jepang tidak akan menghiraukan saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan (hal. 153). Maka semalaman para tokoh ini mendiskusikan persiapan proklamasi di rumah Maeda di Jakarta. Proklamasi dilakukan dengan suasana tenang dan bersahaja. Pilihan pernyataan proklamasi yang tidak heroic ini dipilih untuk menjaga perasaan Jepang dan mencegah terjadinya kekerasan (hal. 153).

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler