x

Iklan

ARIF DWI PURNOMO

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Impor Beras Rugikan Petani Bahayakan Pemerintah Jokowi

Menurut Rizal Ramli, ternyata akan ada keuntungan begitu besar di balik impor beras.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh : Arif Dwi Purnomo

Sepertinya gejolak naiknya harga bahan pokok seperti beras menjadi problem klasik yang tak pernah selesai. Secara massif kondisi ini selalu diyakini sebagai imbas dari minimnya pasokan beras yang ada di lapangan, padahal kenyataan yang terjadi belum tentu. Ujung-ujungnya impor beras jadi solusi.

Kebijakan impor beras dengan alasan mengendalikan harga agar stabil tak lain adalah kebijakan yang reaksioner dan tak kreatif, bahkan dilakukan saat petani hendak panen raya. Tentu kebijakan impor yang diambil jauh dari semangat Nawacita yang selalu digaungkan pemerintahan Jokowi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal kita bisa belajar di pengalaman pemerintahan masa lalu. Kita masih ingat di era pemerintahan Gus Dur, saat itu memiliki masalah yang sama; yaitu kenaikan harga beras. Namun uniknya, pemerintah saat itu menemukan solusi mengendalikan harga tanpa impor beras.

Bulog yang saat itu dipegang Rizal Ramli, sang begawan ekonomi kerakyatan, tertantang mencari solusi meski pasokan beras minim tapi harga tetap terkendali. Dan itu dikerjakannya dengan membuat pusat-pusat informasi dari pasar-pasar beras di seluruh Indonesia. Setiap kali ia mendapat informasi bahwa ada spekulan yang “bermain” menahan beras keluar, Bulog dengan sigap langsung operasi pasar banjiri beras. “Siapa yang lebih kuat? Pemerintah atau spekulan?!”, tantang Rizal Ramli. Dan ternyata efektif, harga jadi stabil tanpa merugikan petani.

Pasokan Beras Langka, Fakta atau Mitos?  

BULOG sebelumnya menyebut pasokan beras medium di gudang hingga 3 Januari 2018 ada 985 ribu ton, padahal kebutuhan beras mencapai 2 juta ton per bulan. Pasokan itu menurut Djarot, Dirut BULOG cukup untuk empat bulan kedepan, meski belum memenuhi kebutuhan beras Nasional. Pihaknya berencana mencari tambahan pasokan beras.                                     

Saat ini di lapangan kita bisa saksikan, misalnya saja di daerah Sleman, Yogyakarta. Di sana produksi beras ternyata surplus mencapai 210 ribu ton pada 2017. Bahkan di awal Januari – Februari 2018 sekitar 30 ribu hektar lahan pertanian beras siap panen (Pernyataan Kepala Badan SDM Kementan, 11 Januari 2017 di Sleman). Ini belum dibarengi panen raya di berbagai daerah lain.

Bahkan Menteri Pertanian menyatakan kalau stok beras saat ini cukup, apalagi sekarang sudah memasuki masa puncak panen pada medio Januari sampai April 2018.

Berdasarkan data produksi dan konsumsi beras Kementerian Pertanian untuk Januari-April 2018, di Januari produksi beras mencapai 4,5 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan ketersedian beras sebanyak 2,8 juta ton dan konsumsi beras 2,5 juta ton. Artinya ada surplus beras sebanyak 329,320 ton.

Pada Febuari 2018, produksi meningkat menjadi 8,6 juta ton GKG dengan ketersediaan beras sebanyak 5,4 juta dan konsumsi beras 2,5 juta ton. Dengan surplus beras 2,9 juta ton. Pada Maret produksi berat kembali meningkat 11,9 juta ton GKG , dengan ketersedian beras sebanyak 7,47 juta ton dan konsumsi 2,5 juta ton. Artinya surplus 4,971 ton.

Jika data itu benar, BULOG seharusnya tak perlu susah payah untuk mencari pasokan beras apalagi mesti impor. 

Jutaan Dollar Di balik Impor Beras

Dalam sejarahnya uang yang besar selama ini mudah didapat memang dari impor komoditas, seperti beras, gula, kedelai, daging dan sebagainya. Jadi menurut Rizal Ramli, ternyata akan ada keuntungan begitu besar di balik impor beras.

Bahkan mantan Ka BULOG era Gus Dur itu tahu kalau impor beras ternyata ada komisi 20 – 30 US Dollar per ton. Transaksinya semua dilakukan di luar negeri.

Atas dasar itu, tak salah kalau Rizal Ramli pertanyakan apa motif impor beras 500 ribu ton itu disaat petani hendak panen raya? Bisa kita artikan kalau kebijakan impor beras saat ini dengan dalih agar harga terkendali sesungguhnya adalah mitos. Ujungnya petani yang akan selalu dirugikan, dan spekulan-spekulan itu yang untung terus. Jadi, untuk siapa impor beras itu sebenarnya? []

Ikuti tulisan menarik ARIF DWI PURNOMO lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler