x

Iklan

Ketut Budiasa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sisupala Si Tukang Hina

Setiap Sisupala melontarkan makian, justru kemarahannya semakin besar, seperti api disiram bensin. Maka kebenciannyapun makin menjadi-jadi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari itihasa Mahabharata, tersebutlah kisah di Kerajaan Chedi. Rajanya bernama Damagosa didampingi permaisuri Srutasrawa. Keluarga kerajaan ini masih terikat kekerabatan dengan Vasudewa Krisna. Damagosa dan Srutasrawa memiliki seorang putra bernama Sisupala, yang lahir dengan tiga mata dan empat lengan. Karena keanehan itu, orangtuanya berniat untuk membuangnya, namun sabda dari langit mencegah mereka untuk melakukan hal tersebut karena Sisupala ditakdirkan untuk hidup sampai dewasa. Sabda tersebut mengatakan bahwa tubuh Sisupala dapat menjadi normal jika dipangku oleh seseorang yang istimewa, yaitu seorang titisan Wisnu. Sabda langit itu juga meramalkan kematian Sisupala akan terjadi di tangan orang yang sama yang menghilangkan mata ketiga dan 2 lengannya.

Ketika Vasudewa Krisna dan keluarganya menjenguk Srutasrawa, Vasudewa Krisna memangku Sisupala. Seketika itu pula mata dan lengan tambahan di tubuh Sisupala tiba-tiba lenyap. Mengetahui hal tersebut, orangtua Sisupala sadar bahwa kematian Sisupala juga berada di tangan Vasudewa Krisna. Karena itu mereka menyembah dan memohon agar Vasudewa Krisna mau berjanji mengampuni kesalahan yang diperbuat Sisupala apabila anak tersebut sudah dewasa. Demi kebahagiaan dan ketenangan kedua orang tua Sisupala, Vasudewa Krisna berjanji bahwa ia akan menahan kemarahannya, namun ia juga memberi ruang pagi perwujudan karma : ia memberi batas apabila Sisupala sudah menghinanya lebih dari 100 kali, dan penghinaan itu dilakukan di hadapan orang banyak, maka Vasudewa Krisna dibebaskan dari janjinya untuk memaafkan Sisupala.

Berpuluh-puluh tahun kemudian, di balairung kehormatan kerajaan Indraprasta, dihadapan para raja undangan upacara Rajasuya, Yudistira mengangkat Vasudewa Krisna sebagai tamu kehormatan yang sesuai tradisi akan memakaikan mahkota Rajasuya di kepala Yudistira. Sisupala yang hadir dan duduk di kursi undangan tiba2 berdiri lalu dengan penuh kebencian mencela keputusan Yudistira itu. Setelah menghina Yudistira, Sisupala mengejek Bima, memaki Arjuna dan mengutuki Nakula dan Sahadewa, lalu Sisupala juga merendahkan Drupadi. Ucapan2 penuh hinaan itu justru semakin memanaskan hati Sisupala sendiri, dan ia semakin tidak dapat mengendalikan diri. Pandangan matanyapun ditujukan kepada Vasudewa Krisna. Dengan congkak dan penuh amarah ia kemudian melontarkan hinaan kepada Vasudewa Krisna, sambil menghitung berapa hinaan yang sudah ia ucapkan. Ia sudah mendengar ramalan bahwa kematiannya akan terjadi di tangan Vasudewa Krisna setelah penghinaannya yang ke 100 kali.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka karmapun menemukan jalannya. Mabuk oleh ucapannya sendiri, Sisupala tak lagi pandai berhitung. Ia sendiri sudah lupa entah berapa hinaan yang sudah ia ucapkan. Ditambah tepuk tangan dari beberapa raja yang menyemangatinya, hatinya kini semakin panas ibarat api disiram bensin. Setiap kata hinaan yang dia ucapkan membuat hatinya semakin panas dan dipenuhi kebencian. Ia terus memaki. Ia menghina kerajaan Indraprasta yang mengundangnya dengan penuh hormat. Ia menghina Yudistira yang memperlakukannya selayaknya tamu undangan. Ia menghina lambang2 kerajaan Indraprasta. Ia menghina Pandawa. Ia menghina Permaisuri Drupadi. Dan ia juga terus melontarkan hinaan kepada Vasudewa Krisna.

Dan, akhirnya, Chakra Sudarshanpun menyala di tangan Vasudewa Krisna. Sinarnya menyilaukan mata bagaikan sejuta matahari. Para tamu undangan memejamkan mata, tidak kuat menahan silau. Ketika kilauan sinar mereda dan mereka membuka mata, kepala Sisupala sudah terpisah dari badan. Ia mati ditangan Vasudewa Krisna sebagaimana sabda langit di hari kelahirannya. Vasudewa Krisna dengan penuh wibawa maju ke panggung dan berkata kepada seluruh undangan, bahwa Chakra Sudharsan ditangannya telah mencegah Sisupala dari dosa2 lain yang pasti akan terus dibuatnya bila ia hidup. Kematiannya adalah pembebasannya.

****

Sahabat, mari belajar dari Sisupala. Sisupala secara fisik telah mati, tetapi sifat2 seperti itu bisa muncul kapan saja. Kita kadang melihat ada orang yang begitu banyak melontarkan hinaan. Pahlawan dihina, gambar uang dihina, keyakinan orang lain dihina, lambang negara dihina, pemimpin negara dihina. Tak ada hal baik yang terlontar dari mulutnya selain hinaan. Seakan ia tak punya hal baik untuk diucapkan. Seolah olah stok di hatinya hanya diisi kebencian. Dan, sebagaimana Sisupala, akan ada orang2 yang bertepuk tangan menyemangatinya.

Mari berdoa, semoga orang2 seperti itu segera sadar, sebelum "Chakra Sudarshan" menunaikan tugasnya. Karena karma tak pernah salah mencari jalannya.

Ikuti tulisan menarik Ketut Budiasa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler