x

Iklan

Anthony Dalimarta

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Negeri di Balik Tebing

Negara-bangsa dapat bangkit dari krisis dunia dari penderitaan yang mengancam keharmonisan hidup bersama. Namun bagaimana?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa waktu terakhir di dalam dekade ini, dunia mengalami berbagai guncangan lagi di dalam kehidupan bersama seluruh manusia. Bangkit dan merebaknya ISIS, berbagai kepentingan yang menunggangi Brexit, dan kampanye pemilihan presiden Amerika yang diwarnai dengan rasisme dan arogansi adalah beberapa dari kejadian-kejadian besar yang dapat kita amati. Tentu ada banyak kejadian dalam skala lebih kecil yang terus mengingatkan kita bahwa tantangan kehidupan bersama yang diwarnai dengan perdamaian dan penerimaan masih jauh dari sempurna.

Di Indonesia sendiri, hal yang terlihat jelas adalah berbagai aksi dan tuntutan yang dilakukan berbagai pihak untuk menjatuhkan pihak lain. Terlepas dari siapa yang benar, siapa yang salah, dan apa yang dibela, berbagai balas-membalas menunjukkan bahwa banyak orang di dalam masyarakat kita masih tenggelam dalam kebutaan kepentingan pribadi dan/atau kelompok. Sangat sedikit orang yang sepertinya sungguh-sungguh ingin mengusahakan kehidupan bersama yang terbaik ketimbang orang yang reaktif dalam membalas kebencian dengan kebencian.

Berbagai peristiwa ini kemudian teringat kembali dalam perjalananku beberapa waktu yang lalu. Pada tanggal 2 Agustus 2017, aku melakukan perjalanan menuju Bandung melewati tol Purbaleunyi. Kala itu sudah senja dan langit mulai berwarna oranye disinari matahari yang akan segera terbenam di sebelah barat. Aku cukup menikmati langit sore, terutama pemandangan perbukitan yang dihiasi dengan perkebunan dan persawahan yang diterangi olehnya. Namun, terkadang pemandangan tersebut harus ditutupi oleh bukit besar yang harus dilalui ketika perjalanan. Maka perjalanan beberapa puluh kilometer pun diisi dengan pergantian pemandangan antara keduanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku pribadi lebih memilih melihat pemandangan langit sore dan pemandangan yang membentang ketimbang bukit besar yang begitu dekat hingga seakan menjadi tebing, karena entah mengapa pemandangan alam yang luas lebih menggugah rasa estetika di dalam diriku. Namun, bukan berarti aku tidak dapat menikmati melihat bukit ‘tebing’ tersebut. Setiap kali pemandangan di luar jendela bis berubah menjadi penuh hijau karena bukit ‘tebing’, aku tetap menikmati perjalanan yang terus berlalu, karena aku juga tahu, setelah ini pasti ada pemandangan alam yang kutunggu-tunggu; pemandangan langit sore dengan lembah-lembah yang diwarnainya.

Ada pepatah dari Timur yang mengatakan: “Ketika mata tidak terhalang, hasilnya adalah penglihatan. Ketika telinga tidak terhalang, hasilnya adalah pendengaran. Ketika mulut tidak terhalang, hasilnya adalah rasa kecapan. Ketika pikiran tidak terhalang, hasilnya adalah kebijaksanaan.” Aku telah memahami bahwa dibalik tebing terletak suatu pemandangan indah yang akan menenangkan dan melegakan diriku, dan setelah tebing ini berlalu aku akan segera menemuinya. Setelah memahaminya, ada sebuah perubahan misterius di dalam diriku. Seketika aku berhenti mengutuk tebing yang menghalangi pandanganku dan juga menikmatinya.

Hal-hal ini sepertinya dapat terjadi karena aku telah cukup memahami bahwa hanya dunia ide dan kata-kata yang bisa tampak mutlak (baca: kaku, konstan), sedangkan realitas pada hakikatnya selalu diwarnai dengan kemajemukan; dinamis dan selalu berubah. Oleh karena itu, kebijaksanaan adalah hasil dari diri yang menghilangkan penghalang pada pikirannya. Kebijaksanaan adalah hasil dari diri kita yang telah bersentuhan dan menerima realitas apa adanya.

Segala fenomena bangsa ini ingin mengingatkan bahwa bangsa ini – paling tidak sebagian besar – belum berhasil untuk menemukan kebijaksanaan. Mereka menutup mata sambil terus mengutuk tebing karena menghalangi keindahan yang mereka dambakan. Dalam gelap mereka menolak tebing penghalang, tanpa menyadari bahwa mata yang tertutup, selain mengalihkan dari pandangan yang tidak diinginkan, juga menghalangi mereka untuk melihat keindahan yang didambakan.

Ada sebuah perumpamaan yang sangat indah. Sekelompok turis duduk dalam sebuah bus. Bus itu berjalan menyusuri daerah yang sangat indah – danau-danau, gunung-gunung, lembah-lembah hijau, dan sungai-sungai – tetapi tirai bus itu tertutup. Mereka tidak tahu apa yang ada di balik jendela bus. Selama perjalanan, mereka meributkan siapa yang akan menduduki kursi kehormatan dalam bus itu, siapa yang penampilannya paling tampan dan cantik, dan siapa yang patut diberikan berbagai penghargaan. Demikian, mereka sibuk sendiri sampai akhir perjalanan tanpa sedikit pun menikmati keindahan alam yang mereka lewati selama perjalanan tersebut.

Kini sudah waktunya membuka mata. Cahaya akan menyilaukan ketika terlalu lama di dalam gelap, tetapi menyambut cahaya adalah menyambut segala keindahan yang ia sinari. Di balik tebing ada sebuah negara yang indah dan cahaya yang menyilaukan itu akan membawa kita pada penampakannya. Waktunya bangsa ini melihat dengan sungguh negeri yang indah di balik tebing.

 

Sumber gambar: xlocky.deviantart.com

Ikuti tulisan menarik Anthony Dalimarta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler