x

Iklan

Kang Nasir Rosyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anton Charliyan, Pancasila dan Panitia Sembilan

Kegaduhan soal Pernyataan Anton Charliyan di ILC

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada awalnya, sebelum pencalonan ini tentu saja ditanya apakah apakah saya bersedia untuk menjadi Gubernur atau Wakli Gubernur, inipun juga saya pertimbangkan juga , sayapun juga bertanya kepada kepada pimpinan, apakah saya diperbolehkan adanya undangan, dorongan demikian. Dan dari pimpinan dikatakan silahkan lanjutkan karena ini adalah satu kehormatan bagi institusi Polri, satu anugerah mendapat kepercayaan dari satu partai yang besar.

Kemudian setelah itu, tentu saja persyaratan lain, saya mendaftar, saya dites, ditanya tanya psycologi, bahkan saya paparan tiga kali dan terahir gagas curah pendapat, itu..

Kemudian masalah saya dipasangkan dengan Pak Tb. Hasnudin, itu sebetulnya mungkin sebagai strategi partai. Tetapi kemarin saya dapat arahan dari Ibu Mega, hususnya ini untuk membangun spirit TNI-Polri, walaupun bukan harus TNI-Polri itu mendukung kami, tapi ini spirit, kenapa karena disini kami diperintahkan, ditugaskan, kibarkan bendera Pancasila, karena disini nasionalis harus berkibar, tunjukkan bahwa Pancasila adalah satu Idiologi yang betul betul religious, karena kalau kita lihat, Idiologi idiologi lain mungkin yang pertamakali dikedepankan itu demokrasi, persatuan. Tetapi Idiologi Pancasila yang pertama kali dikedepankan itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi kalau ada golongan atau kelompok yang ingin membentur-benturkan bahwa Pancasila itu bertentangan dengan agama itu salah besar, apalagi Pancasila ini sebagaimana kita ketahui adalah dilahirkan oleh para ulama-ulama kita seperti Kiyai haji Ahmad Dahlan, Kiyai Haji Hasyim Asy’ari, itukan panitia Sembilan, ini justru produk para ulama…..

Demikian sebagian jawaban Irjen Anton Charliyansaat ditanya oleh  Karni Ilyas soal pencalonannya  sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat yang berpasangan dengan Tb. Hasanudin besutan PDI-P dalam acara ILC TV One 9 Januari 2018 lalu dengan tajuk “Pilkada Panas”.

Saya yang menyaksikan acara itu melalui You Tube, ngahuleng sendiri mendengar jawaban seorang tokoh  kandidat Wakil Gubernur  Jabar, seolah saya sedang mendengarkan –maaf--  gaya tutur siswa ketika ditanya macam macam oleh guru.

Terlihat  sekali bahwa komunikasi (politik) maupun cara penyampaian materi sangat lemah, mana yang pendapat pribadi atau misi yang akan disampaikan, mana yang sesungguhnya perintah, atau tugas dari atasan atau partai atas pencalonannya sebagai wakil gubernur sangat absurd, ngga jelas mau kemana arahnya.

Sejak saya ditatar P4 pada era orde baru selama kurang lebih satu bulan di BP7 Pusat, saya juga faham bahwa Pancasila merupakan Idiologi yang religius karena didalamnya mengandung nilai nilai luhur yang ada dalam masyarakat Indonesia. Namun ketika Anton Charliyan mencoba membandingkan dengan Idiologi lain yang katanya mungkin yang pertamakali dikedepankan itu demokrasi, persatuan, dalam hati kecil saya bertanya Idiologi apakah yang dimaksud cawagub Anton Charliyan.

Soal bagaimana peran ulama dalam merumuskan Pancasila termasuk UUD 1945, tidak dapat dibantah karena  dalam Badan Penyelidik Usaha usah Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) banyak sekali tokoh tokoh Islam yang terlibat didalamnya.

Sayapun terperangah ketika  Anton Chrliyan menyatakan bahwa KH.Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asy’ari adalah ulama yang ikut dalam panitia sembilan. Maksud dari Anton Charliyan tentu saja panitia kecil yang dibentuk BPUPKI terdiri dari 9 orang  yang ditugaskan untuk merumuskan dasar negara yang kemudian terkenal dengan Piagam Jakarta yang menempatkan dalam Sila pertamanya yakni "Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Atas adanya kompromi dari golongan nasionalis dan golongan agama, kata kata  dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya kemudian dihilangkan dan jadilah Sila pertama sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhan Yang Maha Esa.

Fakta inilah sebetulnya yang ingin diungkap oleh Anton Charliyan, hanya sangat disayangkan, ketika mengungkapkan nama tokoh Islam atau ulama yang ikut berperan dalam merumuskan dasar negara ini, mungkin Anton Charliyan lupa, atau bisa jadi saat itu Anton Charliyan sedang terkena penyakit A historis dengan menyebut KH. Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari.

Entah dari buku sejarah apa hingga Anton Charliyan menyebut dua ulama tersebut sebagai ulama yang ikut melahirkan Pancasila. KH. Ahmad Dahlan memang terkenal sebagai pendiri Muhammadiyah, tetapi tokoh yang masuk dalam keanggotaan BPUPKI dari unsur Muhammadiyah bukanlah KH.Ahmad Dahlan tetapi Ki Bagus Hadikusumo, tetapi beliau tidak masuk dalam panitia 9.

Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana disebut Anton Charliyan adalah pendiri NU, dicari dalam leteratur manapun tidak akan ditemui nama KH Hasyim Asy’ari sebagai panitia 9 atau BPUPKI, bisa jadi sebetulnya yang dimaksud adalah putera KH Hasyim Asy’ari yakni KH Wahid Hasyim yang saat itu memang menjadi Panitia 9.

Belajar dari kasus ini, hendaknya para calon calon pemimpin negeri ini, harus memahami soal sejarah bangsa, apalagi jika berbicara didepan halayak yang ditonton jutaan mata didengarkan jutaan telinga rakyat, keliru atau salah menyampaikan fakta sejarah, adalah sesuatu yang sangat memalukan. Lihat saja di acara itu, orang yang mengerti soal sejarah, seperti pengamat politik Burhanudin Muhtadi dan beberapa tokoh politik lainnya jadi tertawa , mending keliru berpendapat (karena pendapat relativf adanya), sedangkan jika salah menyampaikan fakta sejarah, anak kecil yang tahu sejarahpun bisa mencibirnya.

Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler