x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dari “Dang-Ding-Dut” menjadi “Dangdut”

Bagi penggemar dangdut, yang penting: "Sulingnya suling bambu/ gendangnya kulit lembu/ Dangdut suara gendang, rasa ingin berdendang... Terajana ..."

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di negara-negara maju yang telah rapi dokumentasi perkamusannya, setiap tahun, ada semacam tradisi kebudayaan, ketika media-media merekap kata-kata baru yang muncul dalam satu tahun. Di Amerika misalnya, pada 2017, salah satu kata atau idiom baru yang diabadikan adalah ciptaan Presiden Donald Trump: fakenews, yang merupakan sindiran frontal untuk media-media yang menurut Donald Trump selalu menyebar berita bohong tentang dirinya dan pemerintahannya.

Namun di Indonesia, setelah musik dangdut mewarnai blantika musik nusantara sejak akhir 1960-an, kita ternyata masih perlu melontarkan pertanyaan ini: dari mana datangnya kata “dangdut”?

Padahal, konon, cuma ada dua produk ekspor Indonesia yang benar-benar murni hasil olahan orang Indonesia dengan bahan baku murni hasil bumi Indonesia: pertama, rokok kretek (tanpa filter) dan kedua, musik dangdut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menelusuri asal muasal kata “dangdut” menjadi menarik setelah membaca ulasan pengantar Hamid Basyaib (dalam buku Catatan Pinggir, vol. Ke-12, 2017) yang menjelaskan bahwa dangdut pada awalnya dikenal dengan nama musik Melayu, grupnya dinamai orkes Melayu (OM), yang merupakan “...jenis musik dari kawasan Melayu, khususnya Deli, Sumatera utara, dengan instumen pokok gambus (oud), akordeon, biola dan rebana (bukan gendang). Goenawan Mohamad memperkenalkan nama yang segera dianggap pas oleh publik melalui majalah Tempo dan belum dijadikan lema oleh kamus: dangdut – diilhami bunyi alat yang mendefenisikan jenis musik itu, gendang, yang di negeri aslinya (India) disebut tabla.”

Jika mengacu pada ulasan Hamid Basyaib, jelas kata dangdut diperkenalkan oleh Goenawan Mohamad di majalah Tempo. Meski Hamid Basyaib tidak menjelaskan pada edisi ke berapa, kata dangdut pertama kali tercetak di lembaran majalah Tempo. Kita tahu, edisi perdana majalah Tempo terbit pada 06 Maret 1971.

Arief Paderi, dalam artikel “Begini Sejarah Penciptakan Musik Dangdut (14 Januari 2017)”  menulis, justru Putu Wijaya-lah yang awalnya menyebut istilah dangdut di majalah Tempo, edisi 27 Mei 1972, (yang menjelaskan) bahwa lagu Boneka dari India (dinyanyikan Ellya Khadam pada 1968) adalah campuran lagu Melayu, irama padang pasir, dan "dang-ding-dut" India. Lalu sebutan ini (dang-ding-dut) diringkas menjadi "dang-dut", dan selanjutnya digunakan majalah Tempo untuk menyebut bentuk musik Melayu.

Sambil membuka-buka berbagai artikel tentang dangdut, ketemu sumber lain yang menyebutkan, Rhoma Irama sudah merelease lagu berjudul “Dangdut” (lebih populer dengan nama “Terajana”) pada tahun 1970, yakni sebelum muncul majalah Tempo. Dalam suatu pertunjukan live di panggung, sebelum menyanyikan lagu (Terajana) itu, Rhoma Irama pernah mengatakan, “judulnya ‘dangdut’. Tapi orang bilang ‘Terajana’... Salah”.

Saya pun belum tahu sejak kapan lema “dangdut” pertama kali dimasukkan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoensia). Yang pasti, dalam KBBI, Edisi Ketiga, 2002, terbaca penjelasan lema “Dangdutbegini:“jenis irama musik yang ditandai pukulan tetap bunyi gendang rangkap, yang memberikan bunyi dang pada hitungan ke-4, dan dut pada hitungan ke-1 dari birama berikut.

Dari sejumlah ulasan tentang sejarah kemunculan kata “dangdut”, agaknya semua sepakat bahwa kata “dangdut” mulai beredar di kalangan masyarakat Indonesia pada awal 1970-an. Sebelumnya, musik dangdut lebih dikenal dengan nama irama musik Melayu.

Apapun itu, bagi penggemar dan penikmat dangdut, yang penting “Sulingnya suling bambu/ gendangnya kulit lembu/ Dangdut suara gendang, rasa ingin berdendang... Terajana, terajana...”

Goooyaaang, Neeeng!!!

 

Syarifuddin Abdullah | 30 Januari 2018 / 14 Jumadil-ula 1439H

Sumber ilustrasi: alat musik tabla asal India (www.raga.de)

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler