x

Iklan

Fadh Ahmad Arifan

Alumnus MI Khadijah kota Malang
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Suasana Kerja di Lembaga Pendidikan

Seorang pendidik mengalami nasib ketidakadilan antara gaji yang ia terima dan banyaknya beban kerja yang harus ia emban

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jelang maghrib, dicurhati kawan lama yang kini jadi Aparatur sipil negara (ASN) di SMP negeri Surabaya. Gajinya sebagai guru agama harus dihemat selama sebulan. "Jadi guru harus diselingi wirausaha, tidak bisa andalkan gaji bulanan". Kawan saya mengaku istrinya berwirausaha, namun tidak dijelaskan dibidang apa yang sedang digeluti.

Selama 3 tahun mengajar, ia melihat kebiasaan sebagian guru sepuh yang "memperalat" guru yang muda. Dengan aneka jabatan struktural yang membuat guru muda keteteran. "Walau ada surat tugas, hari sabtu saya tetap pulang". Tak masalah dipecat dari jabatan". Guru muda berstatus PNS nasibnya begini, bagaimana dengan guru tidak tetap alias honorer?

Kalau dicermati lebih dalam, bukan hanya guru muda yang diperalat, staf TU juga mengalami hal yang sama. Terutama saat 2 hal: pertama, input nilai raport K-13. Kedua, pemberkasan pencairan Tunjangan sertifikasi. Entahlah apakah staf-staf TU di sekolah kecipratan rezeki sertifikasi atau hanya diberi ucapan terima kasih. Mungkin itu gambaran suasana kerja di sekolah negeri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebetulnya fenomena di sekolah negeri bisa kita temukan di jenjang Perguruan tinggi. Dimana dosen muda yang masih "polos" dijejali dengan pekerjaan yang berlapis-lapis. Mulai mengurusi jurnal online, jadi penanggungjawab seminar, mendampingi mahasiswa KKN hingga diperalat saat melakukan penelitian.

Saya berani sebut fenomena diatas "suasana kerja yang bernuansa perbudakan". Sebagian lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta tanpa sadar melestarikan perbudakan. Di lembaga yang menerapkan full day school, gurunya berangkat mengajar jam 06.30 sampai jelang Ashar, belum lagi ada meeting dengan pimpinan lembaga. Hari libur saat akhir semester dipangkas dengan dalih guru wajib jalani workshop, diklat atau bimtek K-13. Tentunya ini rutinitas yang melelahkan.

Seorang pendidik mengalami nasib ketidakadilan antara gaji yang ia terima dan banyaknya beban kerja yang harus ia emban. Jatah libur bisa tersita akibat atasan banyak melimpahkan beban kerja kepada guru-guru tertentu. Atas dasar itulah saya berdoa, suatu hari bisa mendirikan lembaga pendidikan yang humanis. Mengajar sebentar, tapi banyak refreshingnya. Guru juga manusia, butuh refreshing supaya tidak stres dan di fikirannya muncul ide ide positif.

 

Ikuti tulisan menarik Fadh Ahmad Arifan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu