x

Iklan

Rumpun Semanggi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Who Am I

Orang yang mengenal dirinya, akan mudah melejit ketika ia sesuai dengan dengan identitas dirinya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orang yang mengenal dirinya akan seperti angsa teritip. Saat melihat angsa teritip yang belum lahir, tampak tidak ada yang istimewa, sesuatu yang dapat membuatnya selamat dan bertahan hidup di dinding gunung karang yang terjal itu. Di bawah gunung itu, ada batu-batu karang yang tajam, dan deburan ombak yang silih berganti menghempas ke tepian. Melihat lingkungan sekitarnya barangkali kita yang melihat, justru pesimis.

Tapi kenyataannya sang anak angsa itu optimis, walaupun baru berumur tiga hari dengan sayap yang belum pernah digunakan, sang anak angsa teritip itu dengan mata yang dalam, memandang dengan perasaan yang mantap terhadap lingkungan keras yang mengelilinginya itu. Dengan keyakinan yang utuh, seperti pesawat terbang, ia bersiap-siap, kemudian melompati gunung karang tarjal itu, dengan sekuat tenaga terus mengepakkan sayap-sayapnya. Hasilnya, ya begitu, seperti induk dan kawanannya, iapun pada akhirnya menjadi penguasa udara.

Di jepang abad ke 16, ada seorang remaja lelaki bertubuh kurus dan berkepala besar. Selain perawakannya yang seperti itu, ia juga lincah, gesit, karena itulah Ia dipanggil monyet karena perawakannya itu. Jika orang-orang melihat fisiknya itu, orang-orang pada awalnya akan tertawa ketika mendengar cita-citanya – ia ingin jadi samurai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lelaki remaja itu bernama Kinoshita Tokichiro. Lahir tahun 1536 (ada juga peneliti yang mengatakan tahun 1537) di desa Nakamura sebagai anak tengah keluarga petani bernama Yaemon di provinsi Owari, Aichi-gun yang merupakan wilayah Nobunaga.

Perawakan yang tidak mendukung itu, dan berasal dari keluarga petani – hal itu makin menegaskan bahwa apa yang membuat orang menertawakan cita-cita Tokichiro itu masuk akal. Sebab, samurai identik dengan tubuh (fisik) yang kuat dan umumnya berasal dari keluarga bangsawan.

Tokichiro sadar betul bahwa ia tidak dapat menjadi samurai dengan fisiknya, bahkan samurai kelas tigapun akan dengan mudah menebasnya. Tapi di balik kekurangan fisiknya itu, ada yang menonjol yaitu, kepala. Kepalanya yang besar, keningnya yang lebar, mengisyaratkan keunggulannya terletak pada akal. Dengan keunggulan itu, yang telah terasah di pasar ketika ia menjadi pedagang, pembantu, dan pekerjaan lainnya, yang dengan pengalaman itu Tokichiro dapat memahami watak manusia.

Meskipun ia menyadari keunggulannya terletak pada akal, hal pertama yang harus dijawab oleh akalnya adalah bagaimana cara menjadi samurai dengan akalnya? Bagaimana memulai? Akalnya menjawab, carilah seorang pemimpin. Tokichiro mencari pemimpinya, dan pemimpin yang pertama menerimanya adalah Matsushita Naganori. Di bawah kepemimpinan Naganori, Tokichiro muda dengan akalnya mampu menyelesaikan banyak masalah di dalam istana keluarga Naganori.

Tapi justru karena kemampuannya itulah yang membuat banyak pekerja istana menjadi resah, sebab takut dengan tindak tanduk Tokichiro akan merugikan posisi dan kebiasaan mereka. Daripada kehilangan banyak orang, Naganori memutuskan lebih baik kehilangan satu orang, Naganori memutuskan memecat Tokichiro, bawahannya yang berbakat itu.

Dipecat dari pekerjaan tentu saja akan membuat Tokichiro kecewa, tapi ia segera sadar bahwa ia dipecat bukan karena tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang dibebankan tuannya. Tapi sebaliknya, ia dipecat karena ia terlalu mampu menyelesaikan banyak persoalan dengan akalnya sehingga hal itu membuat banyak orang merasa terancam.

Kesadaran itu membuat ia kembali merencanakan aksi. Tokichiro mendengar ada seorang pemimpin yang masih muda, berjarak beberapa tahun saja dengannya, mempunyai visi mempersatukan Jepang yang terpecah-pecah akibat peperangan. Mengetahui hal itu, Tokichiro menyewa seseorang dengan seluruh uang yang dimilikinya untuk mengetahui pergerakan Nobunaga, baik dalam segi waktu maupun tempat.

Tokichiro sadar, ia telah menemukan pemimpin yang ia cari. Setelah mengumpulkan berbagai informasi, Tokichiro muda merencanakan aksi mencegat perjalanan Nobunaga. Ketika mendengar derap langkah kuda makin mendekat, Tokichiro melompat ke tengah perjalanan dan membuat Nobunaga dan beberapa pasukannya berhenti.

Melihat lelaki kurus dan berkepala besar sedang mencegat perjalanannya tentu membuat Nobunaga dan prajuritnya merasa jengkel. Tokichiro memahami pasti tindakkannya membuat mereka jengkel, tapi hal itu sudah diperhitungkannya. Segera setelah Nobunaga bertanya, apa yang membuatnya mencegat perjalanan mereka, Tokichiro langsung menyampaikan niatnya untuk menjadi abdi Oda Nobunaga.

“Aku memang sedang membutuhkan banyak prajurit; sedang mencari orang-orang yang potensial untuk dijadikan prajuritku. Tapi dengan fisikmu yang seperti ini, kurus, kepala besar yang ada justru bukan membantuku malah menyusahkanku. Kau tahu, berapa biaya kehidupan satu prajuritku selama satu tahun? berapa beras dan lauk? pakaian dan uang saku? Jika kau jadi prajuritku, memangnya apa yang bisa kau lakukan untukku?”

Sebelum Nobunaga berbicara, Tokichiro sudah tahu bahwa hal itu pasti akan ditanyakan Nobunaga, mengingat fisiknya yang tidak mendukung. Dengan spontan Tokichiro menjawab, “aku akan membantu tuan dengan melakukan penghematan, dengan penghematan maka aku dapat mengurangi banyak pengeluaran yang dikeluarkan.”

Mendengar jawaban yang cemerlang itu, Nobunaga terkesan padanya. Sejak saat itulah Tokichiro resmi menjadi bawahan Nobunaga. Jenjang pekerjaan Tokichiro terus meningkat dari waktu ke waktu. Hampir seluruh persoalan yang tidak mampu ditangani bawahan lain Nobunaga, mampu ia selesaikan. Mulai dari pekerjaan memakai dan melepaskan sandal Nobunaga, hingga ia dipercayakan memimpin satu regu, pleton, kompi, batalyon, brigade, resimen, divisi hingga detasemen, puncaknya tentu ketika ia dinobatkan sebagai rakyat jelata pertama yang berhasil memimpin Jepang dengan nama Toyotomi Hideyoshi, posisinya hanya satu tingkat di bawah kaisar.

Siapa Hideyoshi? Rakyat jelata? Bukan! Ia adalah seorang samurai. Sejak kecil ia telah sadar bahwa ia adalah seorang samurai. Identitas samurai itu lebih mendominasi dirinya daripada identitas sebagai rakyat jelata. Memang, ia memiliki kekurangan fisik sebagai samurai, tapi dengan pikirannya, ia dapat menjiwai roh seorang samurai sehingga ia dijuluki samurai tanpa pedang.

Hideyoshi mengenal dirinya karena itulah ia persis seperti angsa teritip itu. Awalnya barangkali, memang tidak ada hal yang meyakinkan dari dirinya. Tapi seperti yang diungkapkan oleh orang bijak dari Tiongkok, Sima Qian,“Burung itu mungkin belum bisa terbang, tetapi begitu ia bisa terbang, ia akan melejit ke angkasa”. Kenapa orang-orang sulit untuk melejit ke angkasa seperti angsa teritip dan Hideyoshi? karena ia tidak tahu siapa dirinya, wajar saja jika sebuah penelitian mengatakan bahwa 87 persen mahasiswa Indonesia salah jurusan.

Daripada menghabiskan waktu saat mahasiwa apalagi pasca mahasiswa mencari jati diri, lebih baik sewaktu remaja, waktu dihabiskan untuk menuntaskan pertanyaan primodial tentang dirinya, “siapa aku, darimana aku, untuk apa aku di sini, dan akan kemana aku”. Alangkah lebih mudah bila orang tua membantu, melihat gerak gerik anaknya, melihat – apa yang sebenarnya diamanahkan Allah untuknya, dan membantunya untuk mengeluarkan, memaksimal potensi yang telah diamanahkan itu pada anaknya.

Sumber Gambar: imdb.com

fb: Rumpun Semanggi

9 Februari 2018

Rumpun Semanggi

Ikuti tulisan menarik Rumpun Semanggi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB