x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bom Waktu Kegagalan Konstruksi: Kasus Terowongan Bandara

Analisa dan respon publik bisa melebar ke mana-mana, jika kegagalan konstruksi itu terjadi setelah dioperasikan dan difungsikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari sederet program unggulan pemerintahan Jokowi, yang paling menonjol adalah genjot pembangunan infrastruktur.

Namun sejumlah kasus gagal kontruksi yang terjadi di berbagai titik mengirim sinyal kecemasan, yang bisa meningkat menjadi bom waktu di masa mendatang. Mesti dibenahi sebelum berlanjut dan memakan korban lebih banyak.

Kecelakaan atau kegagalan sebuah konstruksi – runtuh, tumbang, ambruk, ambrol – ketika masih dalam proses pembangunan, biasanya akan diasumsikan lebih karena tidak memenuhi syarat dan standar konstruksi. Meskipun bisa saja ada faktor-faktor lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika kegagalan konstruksi hanya terjadi pada satu titik mungkin masih dapat diperlakukan dan disikapi sebagai murni kecelakaan. Normal. Tapi membaca artikel di kolom Putu Setia (Cari Angin, Koran Tempo, 10 Februari 2018) berjudul “Runtuh” mengirim sinyal kekhawatiran yang layak mencemaskan. Karena kecelekaan akibat kegagalan konstruksi ternyata terjadi di berbagai titik:

  1. Runtuhnya beton penyangga tiang listrik jembatan proyek MRT di Jakarta Selatan.
  2. Runtuhnya tiang di ruas tol Depok-Antasari.
  3. Runtuhnya konstruksi proyek kereta api cepat yang menghubungkan Kelapa Gading-Velodrome di Kayu Putih, Jakarta Timur.
  4. Tumbangnya crane pembangunan konstruksi rel dwiganda di Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta.
  5. Runtunya deck jembatan Dompak di Riau.
  6. Runtuhnya hanggar Bandara Sultan Hasanuddin di Makasar.
  7. Runtuhnya tiang penyangga pembangunan jalan layang di atas ruas tol Pasuruan-Probolinggo.

Tidak semua kasus kegagalan konstruksi (ambruk, tumbang, ambrol) yang terjadi di luar Jakarta, mendapatkan liputan media secara memadai. Bahkan ada beberapa kasus yang tak mendapatkan liputan memadai meskipun jumlah korban tewasnya lebih banyak dibanding kasus terowongan Bandara Soekarno Hatta.

Peristiwa ambrolnya dinding beton sisi kiri terowongan di jalan Perimeter Selatan, arah ke Jalan Maresekal Surya Dharma Ali, di kawasan Bandara Cengkareng, pada 5 Februari 2018, menjadi perhatian publik, karena tayangan langsung proses evakuasi dua wanita korbannya yang berlangsung 14 jam: Dyanti Diyah Ayu (wafat) dan Muhkmainah Syamsuddin (selamat dengan luka-luka dan patah tulang).

Sudah menjadi rahasia umum, proyek konstruksi yang asumsinya aman jika dikelola dengan standar konstruksi yang berlaku secara global, kadang bahkan lumrah memiliki sederet titik kelemahan: menjadi titik kongkalikong antara kontraktor (perusahaan konstruksi) dan pemilik proyek; pengawasan yang tidak maksimal; mungkin juga karena diburu waktu tenggat proyek; praktek sub-kontrak yang sering menjadi peluang untuk memanipulasi dana proyek melalui manipulasi standar kualitas konstruksi dan lain-lain dan seterusnya. Semua orang sudah tahu.

Publik mestinya dan sebaiknya tidak gampang menuding dan menyalahkan. Meskipun sekali lagi kegagalan konstruksi yang runtuh atau ambruk, ketika masih dalam proses pembangunan, umumnya akan diasumsikan lebih karena tidak memenuhi syarat konstruksi.

Berbagai kasus kegagalan konstruksi tersebut layak dijadikan starting point untuk mengevaluasi, membenahi dan membenarkan semua proses pembangunan infrastruktur, yang sekali lagi, salah satu program unggulan Pemerintahan Jokowi.

Sebab respon publik mungkin akan berbeda - analisa publik bisa melebar ke mana-mana – jika kegagalan konstruksi itu justru terjadi setelah dioperasikan dan difungsikan. Karena jika itu terjadi, jumlah korban akan lebih banyak dan proses pembenahannya bisa lebih mahal dan memakan waktu lebih lama.

Syarifuddin Abdullah | 11 Februari 2018 / 26 Jumadil-ula 1439H

Sumber foto: lokasi longsor di terowongan Bandara Soekarno-Hatta, Jalan Perimeter Selatan, Selasa 6 Februari 2018 (TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO).

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu