Tahun lalu, Presiden Joko Widodo mewanti wanti para menterinya agar para menteri focus melaksanakan tugas masing masing, jangan membuat rakyat hawatir dan bingung serta jangan berbuat gaduh. Permintaan Presiden ini disampaikan pada saat rapat kabinet paripurna yang berlangsung di Istana Negara tanggal 2 Oktober 2017 lalu.
Saat itu Presiden Joko Widodo menyatakan begini;
"Sebagai kepala pemerintahan, sebagai kepala negara, sebagai panglima tertinggi angkatan darat laut dan udara, saya ingin perintahkan kepada bapak ibu saudara sekalian, fokus pada tugas masing-masing,".
"Politik harus kondusif. Oleh sebab itu jangan bertindak dan bertutur kata yang membuat masyarakat khawatir dan bingung,".
"Perlu saya ingatkan, tahun 2018 sudah masuk tahun politik, ada pilkada, ada tahapan pileg, ada tahapan pilpres sudah masuk. Oleh karena itu, sekali lagi, jangan melakukan hal yang menimbulkan kegaduhan, menimbulkan kontroversi. Kita bekerja saja sudah,". (Kompas.com 02/10/2017)
Pesan Presiden itu bukan tanpa sebab, Presiden melihat bahwa situasi saat itu sedang terjadi sesuatu yang dianggap membuat gaduh. Meski tidak menunjuk apa yang sedang terjadi, tetapi rakyat kemudian menyimpulkan bahwa nasihat presiden itu ada hubungannya dengan situasi yang lagi gaduh dan sedang terjadi silang pendapat yakni soal pernyataan Panglima TNI soal pembelian 5000 pucuk senjata api.
Makna yang tersirat dari nasihat Presiden Joko Widodo tak lain adalah permintaan kepada jajaran kabinetnya agar dalam memberikan pernyataan jangan sampai membuat rakyat Indonesia menjadi hawatir dan bingung.
Menurut Presiden, tahun 2018 akan memasuki tahun politik, ya kita tahu bahwa tahun 2018 sudah terjadwal dalam kalender pemerinthan akan berlangsung hajat politik nasional yakni Pilkada serentak, makanya para menteri jangan sampai mengambil kebijakan yang bisa membuat gaduh situasi politik dalam negeri.
Sayangnya, saat memasuki tahun politik 2018 ini, Menteri Dalam Negeri Cahyo Kumolo seolah abai dengan apa yang dinasihatkan Presiden Joko Widodo. Belakangan terjadi kegaduhan politik lantaran adanya rencana kebijakan Kementrian Dalam Negeri untuk mengusulkan kepada Presiden agar mengangkat Pati Polri aktif menjadi Pejabat Gubernur yang kosong terkait dengan adanya Pilkada.
Rencana Kementrian Dalam Negeri diatas, ternyata mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan, bahkan persoalan ini kemudian diangkat menjadi topik diskusi dalam forum Indonesia Lawyer Club (ILC) beberapa waktu lalu.
Sangat jelas dalam ILC itu, siapa, instusi dan partai apa yang mendukung dan tidak mendukung kebijakan Cahyo Kumolo. Bagi yang mendukung seperti para politisi partai sebelah sini termasuk dari Kementrian Dalam Negeri bahkan institusi Polri, ber-argumen bahwa kebijakan itu tak masalah, dari aspek yuridis tak ada aturan undang-undang yang dilabrak. Sementara politisi sebelah sana serta tokoh tokoh lain yang tidak setuju, lebih pada pendekatan politik terkait dengan kepentingan politik penguasa dan persoalan netralitas jika Pejabat Gubernur dipegang oleh Polri.
Kegaduhan soal ini tinggal menunggu sikap Presiden Joko Widodo, andai saja Presiden menandatangani usulan Kemendagri dan mengangkat Pati Polri menjadi Pejabat Gubernur, maka sangat berpotensi menimbulkan kegaduhan baru dan itu sangat bertentangan dengan keinginan Presiden sendiri.
Tetapi jika kemudian Presiden ingat akan nasihatnya satu tahun lalu, maka tidak mungkin Presiden menandatangani usulan itu tersebab hanya “tangan” Presidenlah yang bisa mengehentikan atau melangsungkan kegaduhan dalam bidang ini.
Kegaduhan lain ditahun 2018 yang bersumber dari kebijakan pembantu Presiden yaitu terkait dengan pemotongan gaji ASN dua setengah prosen sebagai zakat yang dicetuskan Menteri Agama Lukman Hakim.
Lepas dari apapun argumen Menteri Agama Lukman Hakim, rencana ini sudah nyata nyata menimbulkan kegaduhan, masyarakat termasuk ASN pro kontra menyikapi ini karena dianggapnya zakat adalah urusan privat, urusan pribadi manusia kepada sang pencipta kaitannya dengan urusan ibadah.
Secara pribadi, saya berharap kegaduhan ini bisa terselesaikan dengan baik dan bijak hingga tidak menimbulkan kejadian kejadian buruk yang bisa memperoleh citra kurang baik dimata masyarakat, bisa jadi masyarakat akan menyimpulkan bahwa sumber dari kegaduhan di negeri ini justru muncul dari kalangan elite pemerintahan yang abai terhadap nasihat Presiden seperti Menteri Dalam Negeri Cahyo Kumolo dan Menteri Agama Lukman Hakim.
Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.