x

Perenang Indonesia, Gagarin Nathaniel Yus. (instagram/gerinathaniel)

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Uniknya Latihan Berenang Untuk Peserta Disabilitas

Pelatih renang memiliki tehnik dan instruksi khusus tergantung pada jenis disabilitas pesertanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

salah satu olahraga yang sangat dianjurkan praktisi kesehatan dan memiliki resiko yang tidak begitu besar adalah berenang. Olahraga ini dipercaya memiliki hasil yang luar biasa dalam proses penguatan otot dan relaksasi. Beberapa penelitian menyebutkan, berenang digolongkan sebagai latihan cardio yang bersifat semi aerobik. Karena digolongkan sebagai latihan kardio, renang tidak hanya baik bagi pembentukan otot, tetapi juga penyehatan paru paru. Renang juga merupakan oleahraga paling rileks yang memberi dampak baik bagi perkembangan otak.

 

Namun beberapa teman Tunanetra mengatakan, berenang adalah olahraga yang cukup menakutkan. Terutama Tunanetra yang mendeteksi kondisi lingkungan melalui tekanan udara dan suara. ketika berenang, telinga Tunanetra akan terendam air. Padahal , telinga adalah indera terpenting yang paling diandalkan setelah mata. Bagi orang yang tidak biasa, tertutupnya akses pendengaran, penglihatan, serta pernafasan tentu akan sangat menakutkan. Jangankan Tunanetra yang belum pernah merasakan kegiatan berenang, orang melihat pun, masih ada yang takut menyemplungkan diri ke air karena takut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Lalu bagaimana cara mengatasi ketakutan dan phobia terhadap air? Satu-satunya jawaban adalah melawannya dengan cara menceburkan diri ke dalam air. Tentu, dalam tahap ini kolam yang digunakan adalah kolam yang tidak dalam. Sabtu pekan lalu, saya berkesempatan mengikuti latihan renang bagi peserta renang berkebutuhan khusus. Dari latihan itu, saya bertemu beberapa Tunanetra yang sangat menikmati kegiatan melayang di atas air. Awalnya, mereka memang mengaku takut. Tetapi setelah berlatih beberapa kali, peserta latihan berenang Tunanetra itu, bisa berenang tanpa takut, meski di kedalaman 4 meter.

 

“Ada cara tersendiri dalam mengenalkan air kepada Tunanetra,” ujar Kuswandi, pelatih renang dari National Paralympic Committee Indonesia kota Depok, saat ditemui di Kolam Renang Mako Brimob, Sabtu 10 Februari 2018. Pelatih renang untuk peserta berkebutuhan khusus ini menyebutkan, jenis disabilitas setiap orang mengharuskan tehnik yang berbeda-beda untuk diterapkan. Semisalnya, tehnik berenang untuk Tunarungu berbeda dengan Tunanetra.

 

Bagi Tunanetra yang belum bisa berenang, tehnik latihan pertama adalah melatih kaki dengan tubuh bagian kepala tetap berada di atas air. Gerakan ini bertujuan mengurangi kepanikan Tunanetra ketika mulai masuk ke dalam air. “Tunanetra itu kan sensitif sekali terhadap tekanan air atau udara, bahkan tekanan udara yang dapat menyebabkan perbedaan suara membuat saya sangat ketakutan,” ujar Santi Puspita Dewi, salah satu Tunanetra peserta kursus berenang.

 

Tehnik latihan dengan tetap menjaga kepala berada di atas air menggunakan alat bantu disebut Fin atau kaki katak berjenis open heel – jenis kaki katak yang lebih simpel dari yang digunakan untuk penyelaman di laut. Fin open heel ini digunakan agar saat berenang secara biasa, kaki perenang lebih ringan bergerak dalam air.

 

Sedangkan untuk latihan badan bagian atas, Tunanetra dibekali pelampung tangan dari plastik. Pelampung ini tidak mudah tenggelam, karena itu, alat ini membantu perenang menjaga keseimbangan tubuh bagian atas. Bila sudah lancar menggunakan pelampung ini, perenang akan lebih mudah membawa tubuhnya di atas air. Barulah setelah itu, Tunanetra belajar pernapasan dimana bagian kepala ikut terendam air.

 

Dalam memberikan instruksi, pelatih renang tidak dapat melakukannya secara berbarengan. Kuswandi memisahkan peserta latihan sesuai golongan dissabilitasnya. Kelompok ini bergantian menceburkandiri ke dalam air. Misalnya Sabtu sore itu, kelompok peserta renang yang pertama menceburkan diri adalah kelompok disabilitas Autis, dilanjutkan dengan kelompok Tunanetra. Pada dua kelompok peserta renang ini, suara dan perhatian Kuswandi tidak bisa lepas.

 

Bagi peserta latihan renang Tunanetra, suara menjjadi pengganti garis kolam yang menjaga perenang tetap berenang lurus. “Mereka harus dibimbing arahnya, tidak boleh lepas, karena saat di dalam air, suara saya pasti tidak terdengar,” ujar Kuswandi. Karena itu, setiap peserta melenceng sedikit dari garis kolam, Kuswandi langsung meneriakkan instruksi sekeras mungkin, baik ke kiri atau ke kanan. Di tengah kolam, Kuswandi juga wajib memasang tali pembatas kolam untuk mencegah peserta renang melenceng ke arah yang lebih dalam. Sebab, jarak yang ditempuh adalah sisi lebar kolam yaitu 25 meter.

 

“Saat berenang tadi yang terdengar hanya kata belakang Pak Kus, seperti nan atau ri saja,” ujar Pressy , salah satu atlet renang Tunanetra yang sudah lancar berenang. Menurut Pressy, saat kepalanya di dalam air, ia kehilangan akses arah sama sekali. Karena itu, bila kuping tertutup hair cap atau pelindung rambut, dirinya bisa kesasar saat finish baik ke ujung kiri atau kanan kolam. “Karena itu agak serba salah, bila hair cap dibuka seluruhnya kuping bisa kemasukan air, bila ditutup instruksi pelatih jadi tak terdengar,” ujar Pressy.

 

Walau harus menggunakan spesifikasi tehnik tertentu, berenang membawa dampak positif bagi peserta disabilitas. Salah satu orang tua peserta latihan mengatakan, berenang memberi dampak positif bagi perkembangan otak anaknya. “Adam jadi lebih mandiri dan mengerti cara komunikasi orang-orang pada umumnya, setelah berenang pun, nilai di sekolahnya naik sampai 20 poin,” ujar orang tua Adam, salah satu peserta latihan berenang dengan Autisme.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu