x

Walikota Ridwan Kamil berfoto dengan peserta lokakarya keragaman dan toleransi melalui media sosial untuk anak SMA/SMK di Balai Kota Bandung, Jawa Barat, 28 Juli 2017. Maarif Institute dan duta You Tube creator for change Cameo Project berupaya membe

Iklan

Nugrohoali

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketika Kang Emil Diterpa Isu Didukung LGBT

Ridwan Kamil menjadi salah satu calon gubernur di Jawa Barat yang elektabilitasnya kian meroket.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ridwan Kamil menjadi salah satu calon gubernur di Jawa Barat yang elektabilitasnya kian meroket. Tetapi bersamaan dengan itu, muncul berbagai kampanye hitam (black campaign) yang dialamatkan kepadanya.

Baru-baru ini, isu yang menerpa dirinya dan disebarkan di masyarakat adalah bahwa Ridwan Kamil diisukan mendapatkan dukungan dari komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Sebelumnya, Ridwan Kamil juga diisukan bahwa dia mendukung perilaku LGBT.

Terhadap isu ini, Ridwan Kamil segera memberi klarifikasi bahwa pertama: tidak benar ada dukungan dari komunitas LGBT. Meski pun begitu, dengan bijaksana, RK menegaskan siapa pun yang punya hak politik boleh saja mendukungnya. Kedua: Ridwan Kamil tidak pernah membenarkan perilaku kelompok LGBT. Ridwan Kamil berpegang teguh pada nilai dan ajaran Islam. Perilaku LGBT jelas bertentangan dengan syariat Islam. Oleh sebab itu, dia tidak mungkin memberi dukungan atau membenarkan perilaku LGBT.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bantahan bahwa RK mendapat dukungan dari komunitas LGBT kian diperkuat oleh Direktur Lingkar Studi Informasi dan Demokrasi (eLSI), Dedi Barnadi. Dalam pandangannya, isu itu terdengar aneh terlebih lagi jika mengetahui fakta-fakta berikut.

Pertama, RK adalah seorang yang sangat tegas menolak perilaku LGBT. Itu jelas. Seperti yang ditegaskan oleh yang bersangkutan di atas. Kedua, Dedi Barnadi mengacu pada catatan eLSID pada tahun 2016 yang lalu. Catatan itu menyebutkan bahwa Ridwan Kamil sempat disebut sebagai kepala daerah yang pernyataannya diskriminatif terhadap kelompok LGBT. Akibatnya kelompok ini tidak suka terhadap mantan walikota Bandung ini. Bahkan kelompok yang tergabung dalam Forum LGBTIQ menuntut Ridwan Kamil dan beberapa pejabat lainnya seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir, Ketua MPR Zulkifli Hasan dan banyak lagi.

Selain itu, Dedi Barnadi juga menyebutkan bahwa LGBT selama ini selalu berusaha menghindari publisitas. Mereka merupakan kelompok yang tertutup. Dengan begitu, jika tiba-tiba di musim pemilu seperti ini tiba-tiba mereka muncul dan mengaku mendukung Ridwan Kamil dan Uu, isu itu terdengar aneh. Dengan demikian, jika isu ini terus berhembus, tidak lain itu adalah agenda terselubung untuk mengusik elektabilitas Ridwan Kamil yang kian meroket.  

Mengapa menggunakan isu LGBT untuk menyudutkan Ridwan Kamil? Hal ini bisa dimengerti mengingat akhir-akhir ini, perhatian publik kembali tersorot pada maraknya fenomena LGBT. Di mata mayoritas masyarakat Indonesia, perilaku LGBT dianggap bertentangan dengan agama. Mayoritas masyarakat tidak menyukai perilaku LGBT. Dengan menggungakan isu ini bisa dimengerti itu adalah cara agar publik Jawa Barat menjadi tidak suka terhadap LGBT.

***

Beredarnya kampanye hitam tentu sangat disayangkan. Selain merugikan calon yang bersangkutan sebab dia kemudian menjadi tersudutkan, kampanye hitam juga menjadikan kualitas demokrasi kita terjun ke titik yang buruk. Kampanye hitam membuat kualitas demokrasi kita terdegradasi.

Kampanye hitam tidak membantu atau menolong publik yang tengah berikhtiar mencari pemimpin. Bagi masyarakat, partisipasi mereka dalam pemilu ini adalah ajang mencari pemimpin yang menurut mereka baik. Dalam ikhtiar ini, yang mereka butuhkan adalah adanya akses atas kampanye program yang penting yang diusung oleh masing-masing calon untuk memimpin selama lima tahun ke depan.

Dalam proses ini, maka seharusnya para kandidat mengkampanyekan sebaik mungkin apa saja yang hendak mereka lakukan selama lima tahun. Sekarang media bertebaran dimana-mana. Publik dengan mudah bisa mengaksesnya dengan cepat. Jika media-media tersebut dipergunakan sebaik mungkin untuk kampanye positif mereka, yang ada adalah masyarakat teredukasi secara baik dalam politik.

Sebaliknya dengan maraknya kampanye hitam, publik menjadi kian kehilangan trust terhadap kualitas demokrasi kita. Bila publik kehilangan trust terhadap pemilukada ini, maka angka partisipasi mereka berpotensi menurun. Untuk apa berpartisipasi mencari pemimpin lima tahun ke depan yang tidak memberikan harapan melalui kampanye yang positif? Publik yang sadar politik tentu saja mempertimbangkan ‘golput’ sebagai alternatif apabila dirasa kualitas demokrasi sudah diperburuk dengan maraknya kampanye hitam oleh para elit yang berkepentingan dalam memenangkan calonnya masing-masing.

Kita berharap kampanye hitam tidak kian marak dalam pemilukada di Jawa Barat dan secara umum di seluruh Indonesia. Mari bangun demokrasi dengan lebih baik lagi. Perseteruan di dalam politik adalah perseteruan gagasan dan kampanye positif. Dengan cara itu, masyarakat bisa kian tercerahkan di dalam kesadarannya berpolitik.

Ikuti tulisan menarik Nugrohoali lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler