x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Relasi Agama dan Komoditas Dagang

Menjadikan agama sebagai 'nilai jual' yang akan mendongkrak penjualan sebuah produk, bolehkah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pagi itu sebuah acara pengobatan non medis digelar. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyakit yang menyerang manusia ada yang berada dalam ranah medis dan non medis.

Penyakit non medis ini misalnya, penyakit yang disebabkan karena santet, guna-guna, kerasukan jin dan sebagainya. Terkait dengan itulah, pengobatan non medis tentu saja tidaklah salah. Acara itu pun bertajuk pengobatan non medis berdasarkan ajaran agama.

Acara pengobatan non medis itupun digelar dengan gratis. Sehingga berbagai kalangan, warga miskin maupun kaya, bisa menghadiri acara itu. Sampai di sini tidak ada unsur menjadikan ajaran agama sebagai komoditi dagang dalam acara ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada awalnya, acara dibuka dengan menjelaskan dasar-dasar keimanan yang bisa menjadi landasan dalam penyembuhan penyakit non medis. Namun, kemudian muncul sebuah pernyataan yang mengungkapkan bahwa penafsiran kitab suci terkait dengan keimanan di luar yang mereka yakini adalah salah. Mereka yang dianggap salah pun kemudian mendapatkan vonis ada penyakit non medis dalam tubuh mereka. Dari sini mulai muncul keanehan.

Acara terus berlanjut. Selepas makan siang, tiba-tiba ada sebuah slot acara yang mulai mempromosikan sebuah produk kesehatan, berupa air kemasan dan sebuah produk herbal. Benar bahwa kita tidak bisa hidup tanpa air. Benar juga bahwa produk herbal memiliki berbagai khasiat bagi kesehatan. Tapi yang membedakan dari air dan produk herbal yang dijual di acara itu adalah kedua produk itu telah didoakan oleh sang pemuka agama. Bahkan sebagian keuntungan dari produk itu digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan agama.

Produk itu tentu sangat menarik. Selain sudah didoakan oleh pemuka agama juga dengan membeli produk itu, kita telah menyumbang bagi terbangunnya fasilitas pendidikan. Sebuah teknik pemasaran yang menarik bagi kalangan konsumen yang religius.

Tapi pertanyaannya kemudian adalah, bukankah cara itu upaya menjadikan agama sebagai 'nilai jual' yang akan mendongkrak penjualan sebuah produk? Apakah ini bukan bentuk kapitalisme agama?

Tentang doa oleh sang pemuka agama terhadap kedua produk tersebut. Bukankah semua orang bisa berdoa sebelum meminum kedua produk tersebut? Doa dari sang pemuka agama jelas dijadikan 'nilai jual' dalam produk itu. Lagi pula konsumen juga sulit untuk mengetahui apakah kedua produk itu benar-benar sudah didoakan oleh sang pemuka agama?

Tentang penyisihan keuntungan untuk membangun fasilitas pendidikan agama. Cara marketing yang serupa juga pernah dipakai oleh produk-produk perusahaan lainnya. Tidak harus berupa penyisihan keuntungan untuk membangun fasilitas agama, namun bisa juga penyisihan keuntungan untuk menyelamatkan lingkungan hidup, spesies binatang tertentu, memberdayakan petani dan sebagainya. Jadi penyisihan keuntungan untuk membangun fasilitas pendidikan agama dijadikan nilai jual terhadap produk ini. Meskipun sekali lagi, konsumen tidak bisa atau paling tidak sulit untuk melacak benarkah sebagian keuntungan itu benar-benar digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan agama?

Menggelar acara praktik penyembuhan penyakit non medis berdasarkan ajaran agama tertentu, bukanlah sebuah kesalahan, karena itu adalah salah satu kegiatan ibadah yang dilindungi undang-undang. Bila ada sebuah produk yang dipasarkan dalam acara tersebut mungkin juga bukan masalah, karena mungkin acara tersebut juga disponsori oleh perusahaan produsen produk itu.

Tapi bagaimana dengan kejadian yang menjadikan agama sebagai 'nilai jual' yang mampu mendongkrak penjualan sebuah produk? Bolehkah hal itu menurut ajaran agama? Persoalan ini pelik, berat dan sensitif, biar para pemuka agama saja yang membahasnya. Namun, sebagai orang yang awam dalam hal agama, sepertinya menjadikan agama sebagai 'nilai jual' untuk mendongkrak penjualan sebuah produk rasanya kurang tepat.

sumber gambar: http://duniatanpauang.blogspot.com/2015/11/piramida-kapitalisme.html

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler