x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mencari Pemimpin tanpa Propaganda Hitam

Kampanye culas atau propaganda hitam bukan hanya musuh kontestan Pilkada dan masyarakat, tapi juga musuh demokrasi yang sedang kita bangun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Genderang Pilkada serentak belum lama ditabuh, tapi kampanye culas mulai bermunculan. Namanya juga kampanye culas atau propaganda hitam, dapat dipastikan bahwa tujuannya buruk dan caranya pun buruk. Buruk karena informasi yang disebarkan sangat mungkin tidak benar atau belum terbukti benar, caranya pun buruk karena akan meninggalkan kerusakan yang sukar diperbaiki manakala informasi yang belum tentu benar sudah telanjur tersebar.

Pelaku propaganda hitam berpegang pada pedoman: “Sebarkan informasi menyesatkan, tak peduli jika kemudian dibantah atau dibuktikan bahwa informasi itu tidak benar. Yang penting, reputasi seseorang sudah telanjur rusak karena masyarakat cenderung tergesa-gesa memercayai informasi tanpa memastikan lebih dulu kebenarannya.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbeda dengan kampanye culas atau propaganda hitam, kampanye negatif dimaksudkan sebagai kritik terhadap gagasan, ide, program, maupun kinerja calon lain yang menjadi kompetitor dalam kontestasi Pilkada. Seorang calon gubernur, walikota, atau bupati niscaya tidak akan mengungkapkan kelemahan gagasannya atau kegagalan kinerjanya—terlebih jika dia calon petahana. Ia akan mengumandangkan terus kampanye positif.

Meski begitu, belum tentu penyebar propaganda hitam adalah salah satu kontestan Pilkada. Bisa saja, pelakunya adalah pihak lain yang memang hendak memancing di air keruh. Bagi mereka ini, kekeruhan situasi merupakan lahan empuk untuk menangguk keuntungan yang dilandasi kepentingan tertentu. Kekeruhan ini cenderung semakin menjadi-jadi bila penjernihan tidak segera dilakukan—selalu saja ada pihak yang memperoleh keuntungan dari situasi yang tidak jelas. Propaganda hitam juga mengadu domba dan mengeruhkan suasana, sebab bisa saja tiap-tiap peserta Pilkada maupun pendukungnya merasa jadi korban dari propaganda ini.

Propaganda hitam memakan biaya sosial yang besar. Bukan hanya individu-individu peserta Pilkada yang terkena dampak buruknya, tapi juga masyarakat. Di tengah limpahan informasi yang serba cepat dari berbagai sumber, masyarakat cenderung tidak punya cukup waktu untuk mencari kebenaran. Bila kita baca komentar di media jurnalistik profesional, kita akan dapati gambaran bahwa banyak warga masyarakat yang memahami isu tertentu secara parsial. Warga tidak punya cukup waktu untuk memahami sebuah isu secara utuh karena informasi datang sepotong-sepotong dan silih berganti dengan cepat.

Apa yang terjadi kemudian ialah munculnya prasangka, amarah, dan kebencian yang mencemaskan. Setiap informasi cenderung dianggap sebagai kebenaran tanpa disertai sikap kritis untuk menguji informasi itu. Bahkan, para jurnalis pun dihinggapi oleh sikap serupa dengan tidak melakukan kegiatan check and balances—memeriksa kebenaran sebuah informasi dari sumber-sumber lain dan mencari keberimbangan untuk mendapatkan gambaran yang utuh.

Simpang-siurnya informasi karena dikeruhkan oleh propaganda hitam jelas menyulitkan masyarakat dalam menentukan pilihan yang tepat: siapa di antara peserta Pilkada yang layak diberi mandat untuk memimpin? Nalar warga masyarakat dibikin keruh, begitu pula nurani yang tenang digoyahkan oleh propaganda hitam. (“Wah, kalau begini, saya gak jadi pilih dia.”)

Sungguh sayang, banyak orang yang ingin jagoannya menang karena beragam kepentingan (khususnya kekuasaan politis dan ekonomi) tidak ragu melakukan apa saja agar kemenangan jagoannya itu terwujud. Ketika orang-orang ini memilih menyebarkan propaganda hitam, sesungguhnya ia telah merusak masyarakatnya sendiri. Kampanye culas atau propaganda hitam bukan hanya musuh para kontestan Pilkada maupun musuh masyarakat, tapi juga musuh demokrasi yang sedang kita bangun. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler