x

Iklan

Setri - Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Novel Pulang

"Saya lelah dengan finah dan gunjingan kalau saya enak-enakan di sini memakai uang negara.”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Mas, saya mungkin pulang dulu ke tanah air.” Selarik pesan pendek diterima seorang kawan sekitar pukul 21.15 WIB, pada Senin 22 Januari 2018 lalu. Sang pengirim pesan mengatakan kepastian pulang akan ditentukan setelah dokter ahli di Singapore General Hospital melakukan pemeriksaan dalam beberapa hari ke depan.

Tidak banyak yang disampaikan selain rencana untuk pulang sambil terus berobat jalan. Menerima pesan mengejutkan itu, kawan tadi membalas dengan penuh tanya. “Sebab apa? Bukankah proses pemulihan mas belum sepenuhnya tuntas.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cukup lama terdiam, dia kemudian menjawab : “Saya rindu rumah dengan pelbagai suasananya. Solat berjamaah di masjid dan bisa dekat dengan anak-anak.” Namun penjelasan itu tak cukup menjawab keraguan sang kawan tadi. Dia pun menulis pesan di telepon selulernya dan mengirimkannya. “Bukankah dengan kembali ke tanah air berisiko dengan proses pemulihan? Lagi pula anak-anak kan bisa setiap saat ke sana,” katanya.

“Sebenarnya bukan hanya itu alasan saya ingin pulang,” ujar dia. “Saya lelah dengan finah dan gunjingan kalau saya enak-enakan di sini memakai uang negara.” Dia mengaku tuduhan-tuduhan itu membuatnya tidak nyaman.

Ini sekelumit percakapan seorang kawan dengan penyidik tangguh Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Bawesdan yang sedang menjalani perawatan di Singapura. Novel diserang dua orang bermotor terjadi pada Selasa pagi, 11 April 2017. Wajahnya disiram air keras setelah melaksanakan salat subuh di Masjid Al-Ikhsan, tak jauh dari rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menangkap pelaku penyerangan walau telah merilis dua sketsa wajah terduga pelaku pada 24 November 2017.

Tuduhan bahwa Novel hidup mewah dan enak-enakan tinggal di Singapura jelas mengada-ada. Hanya sedikit yang tahu bahwa secara ekonomi, dia terganggu. Aturan di penggajian di KPK dengan tunjangan kinerja yang tergantung kehadiran di kantor, telah memangkas gaji bulanannya. Tersiar kabar setelah sakit, dia terpaksa menjual rumah yang sempat dibelinya secara kredit untuk sang ibu di Semarang. Tak hanya itu, mobil satu-satunya yang menjadi kendaraan keluarga sudah berpindah tangan.

Dan, dalam situasi yang sulit itu pun sang penyidik menolak uluran tangan kawan-kawan yang ingin membantu. Penggalangan dana yang berhasil menghimpun dana Rp 120 juta juga tak kunjung diterimanya. “Sedekah itu hanya boleh diterima oleh orang miskin,” katanya seperti ditirukan sang kawan tadi. “Dan saya tidak ingin menjadi miskin karena itu. Insya Allah saya masih mampu. Tolong sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman,” ujar dia.

Dalam situasi yang dengan melihat dan membayangkannya saja, saya tidak mampu, dia tetap tidak berubah. Termasuk semangatnya untuk segera sembuh dan kembali ke Kuningan, bekerja menjadi penyidik di KPK. Dia tidak pernah mengeluh dan hanya merespons dengan senyum kecut saat diceritakan perkembangan kasusnya yang mandek, seperti menabrak tembok batu.

Lelaki dengan lima anak itu, paling bungsu bernama Umar (2 tahun) adalah penyidik komisi antikorupsi yang terlibat dalam pengungkapan kasus-kasus besar yang menjerat banyak pejabat negara. Beberapa kasus di antaranya suap cek pelawat Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom tahun 2004; korupsi Bank Jabar tahun 2009; suap bekas Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, tahun 2011; korupsi proyek simulator SIM Korlantas Polri tahun 2012; suap ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, tahun 2013; dan megakorupsi proyek e-KTP 2014.

Sekarang sudah lewat 317 hari sejak kejadian itu, dan polisi yang biasanya sigap mengungkap kasus sejenis, tak kunjung bisa menangkap pelaku penyerangan. Tuan Presiden juga tak kunjung memenuhi tuntutan publik agar membentuk Tim Independen. Sebuah catatan kelam dalam pemberantasan korupsi di republik ini.

Hari ini, sang penyidik tangguh yang berjanji tidak akan pernah takluk ini akan pulang. Mungkin dia muncul dengan penampilan seperti dulu : berjenggot dan bercelana cingkrang, yang ini juga menjadi sasaran fitnah kelompok tertentu dengan menyebutnya sebagai pengikut Islam garis keras, dan oleh karena itu tidah pantas dibela. “Tidak ada urusan keyakinan terhadap agama dengan pilihan saya dalam bekerja memberantas korupsi,” katanya suatu ketika

Selamat pulang ke tanah air penyidik tangguh. Segeralah pulih dan cepat kembali bekerja. Masih banyak penjarah uang rakyat yang berkeliaran di luar. #NovelKembali Komisi Pemberantasan Korupsi

Ikuti tulisan menarik Setri - Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB