x

Iklan

Nugrohoali

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjadi Pemilih Jawa Barat yang Kritis

Genderang perhelatan pemilukada Jawa Barat telah ditabuh. Ada empat pasangan yang resmi maju dalam arena perhelatan ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Genderang perhelatan pemilukada Jawa Barat telah ditabuh. Ada empat pasangan yang resmi maju dalam arena perhelatan ini.

Di nomor urut satu, ada pasangan Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum, dikenal dengan panggilan RINDU. Di nomor urut dua, pasangan TB. Hasanuddin dan Anton Charliyan yang dikenal dengan akronim HASANAH. Di nomor urut tiga adalah pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu yang dikenal dengan akronim ASYIK. Di nomor urut empat adalah pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi yang dikenal dengan Deddy-Dedi Four Jabar (atau ada juga yang menyebutnya 2DM).

Lalu apa yang mereka tawarkan untuk mendulang dukungan dari publik Jawa Barat?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebelum menjawab itu, perlu dipahami tiga pendekatan selama ini yang dipakai untuk menjelaskan perilaku pemilih. Pertama, pendekatan sosiologis mendasarkan pentingnya karakteristik dan pengelompokan-pengelompokan sosial. Menurut pendekatan ini, karakter atau latar belakang sosiologis seseorang menentukan perilaku politik mereka.

Kedua, pendekatan psikologis yang menekankan pada pentingnya sikap seseorang sebagai refleksi kepribadinya menjadi variabel penting dimana seseorang memutuskan pilihan politiknya. Tiga aspek yang ditekankan: ikatan emosional atas partai politik (party ID), orientasi atas isu-isu dan orientasi terhadap kandidat.

Pendekatan ketiga adalah pilihan rasional, tekanannya pada aspek kalkulasi rasional pemilih: seperti hubungan transaksi ekonomi. Pendekatan ini bisa dinyatakan dengan contoh yang sederhana bahwa pemilih bisa datang memberikan suara apabila hal tersebut dianggap mendatangkan keuntungan bagi mereka.

Ketiga pendekatan ini saling mengisi tentu saja. Tetapi pendekatan terakhir nampaknya jauh lebih relevan dibaca dan dipertimbangkan oleh para cagub dan cawagub. Memang pemilih sekarang kian skeptis dengan kampanye. Politik seolah hanya arena kebisingan. Untuk itu, para kontestan dituntut benar-benar ‘pandai’ mengemas kampanye politik mereka.

Tetapi yang jauh lebih penting adalah substansi kampanye mereka: apa yang mereka usung sebagai program prioritas?

***

Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum melihat bahwa persoalan mendasar di Jawa Barat adalah persoalan ekonomi. Oleh sebab itu, Ridwan Kamil berencana membawa gagasan dan strategi pembangunan yang pernah diwujudkan di kota Bandung untuk diterapkan di Jawa Barat.

Ridwan Kamil memang berhasil membangun Kota Bandung sehingga seperti saat ini. Fokus dari strategi pembangunan Bandung selama dia menjabat sebagai walikota meliputi strategi inovasi, desentralisasi dan kolaborasi.

RK juga membawa angin sejuk bagi pendidikan pesantren. Pasangan RINDU ini berjanji untuk memperjuangkan perda pesantren di mana melalui perda ini, infrastruktur pesantren akan dibangun dan kesejahteraan guru ngaji bakal ditingkatkan.

Selain itu, RK juga mengupayakan kebijakan: (i) bayar zakat menggunakan aplikasi yang terbukti mampu meningkatkan pengumpulan zakat dari Rp miliar per tahun menjadi Rp 30 miliar; (ii) pemberangkatan haji pada juara qori/qoriah; (iii) pembuatan gedung kajian al-qur’an di Bandung Timur; (iv) kursus bahasa Inggris bagi para kiai/ulama dan (v) kebijakan seruan dakwah melalui media digital.

Pasangan nomor dua, Sudrajat dan Saikhu mengusung slogan ‘bebersih’ atau ‘beres-beres’. Gagasan itu bermakna luas. Selain ‘bebersih’ dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni mengupayakan Jawa Barat yang serba bersih lingkungan secara fisik (dari sampah, air yang bersih, dan kebersihan lingkungan secara umum), bebersih juga filosofi yang kuat yang menghendaki pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance).

“Bebersih tadi menjadi tagline (slogan) rencana saya ke depan bahwa niat kita adalah membereskan Jawa Barat”. Begitu kata Sudrajat.

Selain itu, pasangan ini juga menghendaki beberapa hal lain: (i) tata ruang di wilayah pantura dikaji ulang dan disesuaikan dengan perkembangan; (ii) memperbaiki persoalan dampak industri terhadap lahan pertanian; (iii) mengupayakan konsolidasi mana daerah pertanian, industri dan hutan lindung yang hingga kini terus tergerus; dan (iv) mengajak bupati dan walikota di Jabar untuk merencakanan tata ruang yang pas sehingga lingkungan terjaga.

Pasangan nomor urut tiga, Hasanah, membawa strategi ‘sangkuriang’ dalam pemenangan. Filosofi dari strategi ini berarti ‘gerak cepat’. Strategi gerak cepat ini diyakini oleh pasangan ini bisa mengejar ketertinggalan dari pasangan lainnya.

Adapun gagasan penting yang diusung oleh pasangan ini adalah pemulihan dan penataan Sungai Citarum. Demi melihat pentingnya pelestarian sungai, TB. Hasanuddin merencanakan pendidikan pelestarian lingkungan hidup melalui lembaga formal dan informal dari pendidikan dasar hingga tinggi.

Dia juga hendak menjadikan Sungai Citarum (i) sebagai pusat kegiatan ekonomi jangka panjang melalui pariwisata sungai dan (ii) sebagai jalur transportasi dengan masyarakat desa bisa menjadi ‘komunitas pelindung’ dan pelestari sungai melalui program desa wisata sungai. Dalam upayanya menjadikan sungai Citarum sebagai pilot project, pasangan ini hendak melibatkan para stakeholder.

Pasangan ini juga membawa program pemberian anggaran untuk pesantren, masjid, dan kiai/ulama di Jawa Barat. Anggaran yang akan mereka alokasikan berasal dari APBD. Total yang akan mereka berikan adalah 1 triliun per tahun. Anggaran itu akan diberikan secara simultan.

Adapun pasangan terakhir, Deddy-Dedi Four (for) Jabar, mengusung gagasan rumah panggung sebagai solusi alternatif penyelesaian banjir. Pasangan ini melihat persoalan banjir di Jawa Barat masih merupakan persoalan yang genting.

Selain banjir, Dedi Mulyadi juga melihat bahwa di Jawa Barat, problem utama adalah minimnya rumah sakit. Demul mengusung gagasan untuk memperbanyak rumah sakit. Setidaknya ada empat rumah sakit yang sebesar Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Demul kemudiam membuat pemetaan empat wilayah lokasi rumah sakit tersebut. Pertama, di wilayah Garut, Ciamis, Tasik, Pangandaran dan Banjar. Kedua, di wilayah Indramayu, Cirebon, Majalengka dan Sumedang. Ketiga di wilayah Subang, Purwakarta, Karawang dan Bekasi. Keempat, di wilayah Bogor, Depok, Cianjur dan Sukabumi.

Demul juga menekankan pentingnya pembangunan Jawa Barat yang berbasis kebudayaan dan lingkungan. Ada sejumlah persoalan masyarakat Jawa Barat muncul disebabkan hilangnya kultur atau identitas kesundaannya. Tak adanya pendidikan karakter itulah penyebab terhadap tergerusnya identitas budaya.

***

Gagasan-gagasan politik para cagub-cawagub yang saya sampaikan dalam tulisan ini tentu saja hanya sedikit saja dari gagasan mereka. Dengan kata lain, gagasan-gagasan politik mereka jauh lebih banyak daripada yang bisa dipotret di dalam tulisan ini.

Apa yang penulis hendak tekankan di dalam tulisan ini bahwa sebagai pemilih yang rasional, kita hendaknya bersikap kritis dengan kampanye atau gagasan politik yang mereka usung. Dalam usaha sampai pada sikap kritis, kita semua mesti ‘melek’ informasi. Kita tidak boleh ‘lengah’ untuk mengikuti, menelusuri dan menelaah dari setiap yang mereka kemukakan. Dengan sikap kritis mencatat dan menelaah apa yang mereka sampaikan, kita sebagai rakyat pada akhirnya bisa melakukan komparasi dan seleksi dari masing-masing cagub/cawagub Jabar.

Tindakan komparasi (melakukan perbandingan) dan seleksi (pemilihan) tentu saja melibatkan pemikiran kritis kita. Kampanye politik mereka, apakah meyakinkan dan lolos melewati uji nalar kritis kita sebagai publik pemilih, itulah yang penting dari sikap kritis. Jangan sampai kita memberi mereka tiket gratis melenggang ke kursi nomor satu di Jawa Barat tanpa melalui uji nalar kritis kita sebagai publik.

Sekali lagi kenapa kita perlu bersikap kritis kepada para cagub-cawagub kita di Jawa Barat, tak lain adalah demi kepentingan kemajuan dan kesejahteraan Jawa Barat. Pada akhirnya, mereka yang memiliki kesungguhan dalam mengusung gagasan-gagasan politik mereka (ditunjukkan melalui argumen dan data yang meyakinkan), potensi keberhasilan mendulang simpati dan dukungan dari publik yang kritis jauh lebih besar. Sebaliknya mereka yang tidak serius, tidak memiliki gagasan politik yang meyakinkan, tidak memiliki jejak rekam yang terbilang berhasil dalam kinerjanya, kecil kemungkinan mendapat dukungan dari publik yang yang sudah tercerahkan.

Di dalam suasana sikap publik yang kritis, kemungkinan untuk mendapatkan pemimpin yang baik, yang serius dan sungguh-sungguh memikirkan masa depan rakyatnya akan lebih besar. Inilah fungsi dari sikap dan perilaku kritis kita sebagai publik.

Ikuti tulisan menarik Nugrohoali lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler