x

Iklan

Tatang Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Persekusi Ulama Sudah Terjadi Zaman KH. Zainal Musthofa

Mengenang Tragedi Sukamanah Berdarah 25 Februari 1944

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Persekusi Ulama Sudah Terjadi Zaman KH. Zainal Musthofa (Tragedi Sukamanah Berdarah 25 Februari 1944)

Oleh : Tatang Hidayat*

Dada ini bergetar ketika mendengar kisah Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan kafir Belanda dan Jepang pada masa itu, bagaimana tidak, disamping mendapatkan kisah tersebut dari berbagai sumber literatur, penulis pun bisa mendapatkan kesempatan mendengar langsung kisah perjuangan beliau dari salah seorang pihak keluarga.

Di sisi lain, penulis beberapa kali mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke Pesantren KH. Zainal Musthofa Sukamanah Tasikmalaya, baik dalam rangka silaturahim, studi tokoh dan liputan untuk salah satu majalah. Dalam melengkapi data mengenai kiprah perjuangan beliau, penulis juga diberikan kesempatan bisa melihat langsung Film Asy-Syahid KH. Zainal Musthofa “Sang Singa Sukamanah” saat diadakan launching pertama kalinya di Tasikmalaya.

Sosok KH. Zainal Musthofa merupakan sosok yang sangat layak untuk diteladani bagi generasi muda saat ini, sosok beliau yang sangat pemberani dalam melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan tentunya sangat perlu dikenang dan diteladani, karena tidak semua orang diberikan keberanian untuk melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Disamping mujahadahnya berat, tantangannya besar, bahkan jiwa dan raga pun harus dikorbankan demi sebuah kehormatan melalui jalan perjuangan. Dengan keberanian dan kegigihan dalam mempertahankan ajaran Islam, dengan jalan itu pula mengantarkan beliau  untuk bertemu Allah SWT dengan gelar sebagai seorang syuhada.

Sebagai seorang ulama yang memiliki sifat ta’at, tabah, qona’at, syaja’ah dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan, maka tak bisa dipungkiri bila beliau menjadi seorang pemimpin dan panutan umat yang kharismatik, patriotik, berbudi luhur serta berpandangan jauh ke depan.

Saat itu, Pesantren Sukamanah hadir menjadi pesantren yang memiliki santri ± 600-700 orang. Hal ini menimbulkan kecurigaan yang sangat besar bagi pemerintah Belanda pada saat itu, mereka menganggap bahwa pengajian tersebut adalah perkumpulan yang dimaksudkan untuk menyusun kekuatan rakyat Indonesia melawan penjajah.

K.H. Zainal Musthafa sering diturunkan dari mimbar oleh orang pribumi penghianat yang menjadi kaki tangan pemerintah Belanda dan ditahan di penjara Tasikmalaya bersama K.H. Ruhiyat (Pimpinan Pesantren Cipasung) pada tanggal 17 Nopember 1941/27 Syawal 1362 atas tuduhan menghasut rakyat.

Sehari kemudian mereka dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung dan dibebaskan pada tanggal 10 Januari 1942. K.H. Zainal Musthafa ditangkap kembali dan ditahan di penjara Ciamis  pada akhir Februari 1942 menjelang penyerbuan Jepang ke Jawa, dan dibebaskan oleh seorang kolonel Jepang pada tanggal 31 Maret 1942.

Meskipun kekuasaan telah berpindah tangan dari kolonial Belanda kepada tentara Jepang, sikap dan pandangan beliau terhadap penjajah baru tidak berubah. Kebencian beliau semakin memuncak setelah menyaksikan sendiri kezaliman hamba-hamba Tennohaika Jepang. Beribu-ribu rakyat Indonesia dijadikan romusha, penjualan padi kepada Pemerintah Jepang secara paksa, pemerkosaan terhadap gadis-gadis merajalela, segala partai, ormas dan organisasi nasional dilarang dan setiap pagi rakyat Indonesia diwajibkan saikeirei atau ruku ke arah istana Kaisar Jepang Tokyo.

Keteguhan iman beliau tidak akan tergoyahkan dengan perbuatan saikeirei tersebut, maka beliau bertekad untuk menegakkan kalimatullah dan berjuang menentang kezaliman Jepang meskipun nyawa menjadi taruhannya. Setelah pemerintah Jepang mengetahui sikap K.H. Zainal Musthafa, mereka mengirimkan satu regu pasukan bersenjata untuk menangkap beliau dan para santrinya. Namun, mereka gagal dan menjadi tawanan pihak Sukamanah.

 Keesokan harinya, hari Jumat 25 Februari 1944 semua tawanan dibebaskan, tetapi senjata tetap menjadi rampasan. Kira-kira pukul 13.00 datang 4 orang kenpeitai (polisi militer)  dan salah satunya merupakan juru bahasa. Mereka dengan congkaknya meminta agar K.H. Zainal Musthafa  menyerah dan senjata milik mereka dikembalikan yang terdiri dari 12 buah senapan, 3 buah pistol, 25 senjata tajam.

Santri Sukamanah dan masyarakat sekitarnya yang telah rela mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai menjawabnya dengan pekikan takbir dan langsung menyerang mereka. Tiga orang kenpeitai (polisi militer) dan seorang juru bahasanya lari ke arah sawah dan meninggal di sana, sedangkan yang satu orang lagi berhasil menyelamatkan diri.

Menjelang ashar datang enam kompi polisi istimewa yang didatangkan dari seluruh Jawa Barat. Ternyata mereka adalah tentara bangsa Indonesia sendiri yang langsung membuka salvo dan menghujani barisan santri yang hanya bersenjatakan bambu runcing, pedang bambu, dan senjata sederhana lainnya. Menyadari yang datang adalah bangsa sendiri, K.H. Zainal Musthafa memberikan komando agar tidak melakukan perlawanan sebelum musuh memasuki jarak perkelahian.

Setelah mereka mendekat, barulah bambu runcing, pedang bambu dan golok menjawab serangan tersebut. Akhirnya, dengan kekuatan yang begitu besar, strategi perang yang hebat dan dilengkapi dengan persenjataan yang canggih, pasukan Jepang berhasil menerobos dan memporak-porandakan pertahanan pasukan Sukamanah dan menangkap K.H. Zainal Musthafa.

Peristiwa pertempuran Sukamanah terjadi pada hari Jum’at tanggal 25 Februari 1944/1 Rabi’ul Awwal 1365 H. Para syuhada yang gugur sebanyak 86 orang dan dikebumikan dalam satu lubang. K.H. Zainal Musthafa ditahan di penjara Tasikmalaya, kemudian dipindahkan ke Bandung, selanjutnya dipindahkan lagi ke penjara Cipinang dan setelah itu  tidak diketahui di mana beliau berada.

Atas usaha Kol. Drs. Nugraha Natosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, pada tanggal 23 Maret 1970 telah ditemukan data dari kepala kantor Ereveld (Taman Pahlawan) Belanda bahwa K.H. Zainal Musthafa telah menjalani hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol Jakarta.

K.H. Zainal Musthafa dianugerahi gelar “Pahlawan Nasional” dengan SK. Presiden RI Nomor:064/TK tahun 1972 tanggal 20 Nopember 1972, diserahkan oleh Mintareja SH, menteri sosial kepada keluarga K.H. Zainal Musthafa pada tanggal 9 Januari 1973. Kerangka jenazah Assyahid K.H. Zainal Musthafa beserta 17 orang santrinya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan  Sukamanah  pada  tanggal 25 Agustus 1973.

Peristiwa ‘Pertempuran Sukamanah berdarah’ telah berlalu, KH. Zainal Musthafa telah berpulang ke Rahmatullah, tinggallah Pesantren Sukamanah yang porak poranda. Tetapi, Kisah perlawanan KH. Zainal Musthafa akan terus melekat di setiap dada-dada kaum Muslimin dan bisa dijadikan pelajaran bagi kita semua yang hidup di zaman ini, karena sejarah telah berulang. Keadaan negeri kita saat ini layaknya keadaan pada masa KH. Zainal Musthafa masih hidup.

Dahulu KH. Zainal Musthofa sering diturunkan dari mimbar oleh orang-orang pribumi penghianat yang menjadi kaki tangan pemerintah Belanda dengan berbagai tuduhan yang sangat tendensius. Misalnya tuduhan pengajian yang beliau lakukan dianggap untuk menyusun kekuatan rakyat melawan penjajah, yang tentunya akan sangat mengancam pemerintah Belanda dan Jepang yang berkuasa saat itu. Begitupun dengan keadaan saat ini, tidak jauh berbeda. Beberapa Ulama di persekusi dalam agenda dakwahnya, dengan tuduhan-tuduhan yang sangat tendensius, kembali tuduhan klasik anti Pancasila, mengancam Indonesia, radikalisme, intoleran dan beberapa tuduhan lainnya yang sejatinya merupakan asumsi yang jauh dari kenyataan.  

Padahal dakwah yang dilakukan para Ulama merupakan dakwah dalam rangka menyadarkan umat untuk bangkit dari keterpurukan dan kesewenang-wenangan terhadap berbagai macam bentuk kezaliman. Di sisi lain, dakwah para Ulama dalam rangka menebarkan virus persatuan dan mempersatukan umat, tentunya virus tersebut sangat-sangat mengganggu kaum pemecah belah, dan tentunya kaum tersebut akan berusaha sekuat tenaga untuk menghancurkan karakter para ulama tersebut. Bila perlu dicari-cari kesalahannya, apa lagi kalau bukan tuduhan anti pancasila, mengancam Indonesia, radikalisme, intoleran menjadi senjata utamanya

Namun, mengapa tuduhan anti Pancasila dan mengancam Indonesia seolah tumpul bagi mereka yang gemar menjual berbagai macam aset negara, apakah menjual berbagai macam aset negara sesuai dengan Pancasila ? Bagaimana juga jika ada institusi, lembaga atau orang yang menyulitkan ekonomi rakyat, mengkampanyekan opini LGBT yang sejatinya merusakan generasi bangsa, menumpahkan darah seseorang apakah sesuai dengan Pancasila ?

Lantas bagaimana jika ada institusi, lembaga atau orang yang melegalkan dan mengedarkan miras, mendorong pergaulan bebas, mengkampanyekan ideologi komunisme, korupsi uang negara, mengedarkan narkoba, menista agama dan mengkriminalisasi para ulama apakah sesuai dengan Pancasila ?

Ada apa sebenarnya dengan sosok KH. Zainal Mustofa sehingga saat itu dakwahnya dijegal, bahkan sering diturunkan dari mimbar oleh pribumi penghianat yang menjadi kaki tangan pemerintah Belanda dan Jepang ? Begitupun ada apa sebenarnya dengan sosok para Ulama saat ini yang dakwahnya di persekusi oleh beberapa pihak ? Sebut saja beberapa penolakan dakwah yang pernah terjadi terhadap guru kami al-Habib Muhammad Rizieq Shihab, Ustadz. Bachtiar Nasir, KH.Sobri Lubis, Ustadz. Abdul Somad, Gus Nur, Ustadz Felix Siauw dan beberapa Ustadz lainnya.  Mengapa dakwah beliau-beliau dijegal, dipersekusi hingga bila perlu dimatikan karakternya ?

Apakah karena ceramah para Ulama tersebut ini sangat merusak bangunan kerusakan yang dikerjakan dan didanai sejak lama sehingga beliau dipersekusi ? Atau karena ceramah Ulama ini selalu menebarkan virus persatuan ditengah agen-agen islamphobia bekerja keras memecah belah dan mengkotak-kotakan umat Islam ?  

Atau dakwah para Ulama tersebut dikhawatirkan akan membangkitkan kesadaran umat sehingga umat sadar akan kezaliman yang menimpa mereka, dan umat bisa melakukan perlawanan terhadap kaum penjajah ? Sebagaimana yang dilakukan KH. Zainal Musthofa dahulu yang sering di persekusi juga.

Di sadari atau tidak, negeri kita saat ini berada dalam penjajahan gaya baru yakni berada dalam cengkraman neo imperialisme dan neo liberalisme. Neo Imperialisme merupakan penjajahan gaya baru yang ditempuh oleh negara-negara kapitalis untuk menguasai dan menghisap kekayaan negara lain. Adapun Neo Liberalisme merupakan paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam bidang ekonomi.

Dalam pandangan Neo Liberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh korporat. Pengurangan peran negara ini dilakukan melalui privatisasi dalam berbagai sektor publik, seperti migas, listrik, kesehatan, dan sebagainya. Ada juga pencabutan subsidi komoditas strategis seperti miga, listrik, pupuk dan yang lainnya.

Penjajahan Gaya Baru melalui paham Neo Imperialisme dan Neo Liberalisme memang hebat, dimana untuk menjajah bangsa lain dibutuhkan cara yang lebih baik dan cerdas agar orang-orang di negeri yang dijajah tidak merasa terjajah. Sehingga dari penjajahan melalui paham Neo Imperalisme dan Neo Liberalisme mengakibatkan kemiskinan, pengangguran, tindak kriminal, kedzaliman, kebodohan, kemorosotan moral, dan meningkatnya penyakit sosial hingga prustasi sosial yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan di negeri kita saat ini.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita semua untuk membuka mata dan hati kita, bahwa negeri ini masih dijajah, melalui penjajahan gaya garu. Sudah saatnya bagi kita semua untuk bangkit dengan meneladani sosok KH. Zainal Musthofa dalam melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman dan penjajahan demi tegaknya Kalimatullah yang akan mewujudkan keadilan bagi negeri ini.

Sudah saatnya generasi muda bangsa ini untuk bangkit dalam menjaga Indonesia dari berbagai ancaman dan gangguan berbagai macam paham (sekulerisme, liberalisme, pluralisme, sekulerisme, kapitalisme, komunisme, neo imperialisme, neo liberalisme) yang nyata-nyata merusak negeri ini dan dapat merusak Aqidah umat serta keutuhan Indonesia. Serta sudah saatnya generasi muda saat ini untuk bahu membahu memperjuangkan tegaknya Kalimatullah dalam seluruh aspek kehidupan sebagai solusi atas rusaknya penjajahan neo liberalisme dan neo imperialisme, sehingga esensi Islam rahmatan lil ‘alamin akan segera terwujud di tengah-tengah kehidupan.  Wallahu ‘alam bi ash-Shawab

*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Tatang Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler