x

Iklan

Irfantoni Listiyawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisah Letnan Komarudin dan Peristiwa 28 Februari 1949

Kesalahan Letnan Komarudin yang salah melihat tanggal adalah kisah tersendiri dalam babakan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Inilah kisahnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Foto : Letnan Komarudin dalam tepukan tangan Panglima Besar Soedirman. Kepada Letnan Komarudin, beliau menyampaikan rasa terima kasih atas Peristiwa 28 Februari 1949 yang membawa hikmah bagi Serangan Umum 1 Maret 1949 (Sumber : Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku Jilid : 4/Repro)

 

Salah satu peristiwa yang selalu dikenang dalam perjalanan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan adalah Serangan Umum 1 Maret 1949. Walaupun berjalan beberapa jam saja, serangan fajar ini berhasil membuktikan eksistensi Tentara Nasional Indonesia (TNI) di mata dunia internasional. Tak hanya itu, posisi dan daya tawar Indonesia kembali meningkat dalam perundingan Dewan Keamanan PBB kala itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peristiwa tersebut berawal dari Agresi Militer Belanda II dan ambisinya yang masih mengincar bekas wilayah jajahannya. Situasi ibukota semakin tidak kondusif, ditambah lagi propaganda pihak Belanda yang mengabarkan kepada dunia luar bahwa Tentara Nasional Indonesia sudah tak ada lagi (National Geographic : 2016). Menanggapi propaganda Belanda ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX meminta izin kepada Jenderal Soedirman untuk melakukan serangan. Soedirman pun setuju, dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Komandan Brigade 10/Wehrkreise, Letkol Soeharto.

Hasil pertemuan empat mata kedua tokoh akhirnya memutuskan bahwa serangan akan dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949. Hingga kini, siapa aktor dan pencetus ide serangan umum ini masih menjadi misteri. Terlepas dari itu, ada peristiwa berharga yang bisa dipetik. Diantaranya adalah tentang keteledoran Letnan Komarudin yang lupa tanggal serangan.

 

Komarudin Lupa Tanggal

Perang memang menyita waktu dan melelahkan. Semua pemikiran dan tenaga tertuju pada jalannya sebuah peperangan. Maka tak heran jika Letnan Komarudin sempat lupa akan tanggal penyerbuan yang telah direncanakan. Sedianya, Serangan Umum akan diawali dengan bunyi sirine pada pagi hari tanggal 1 Maret 1949 dan diteruskan dengan tembakan pembuka.

Pagi itu 28 Februari 1949 saat sirine berbunyi, terdengar pula letupan senjata. Kompi Letnan Komarudin nampak lincah menyelusup diantara rimbunnya pohon dan tembok rumah warga menyeberangi Pakualaman, terus menuju arah Sayidan dan berhenti di Kantor Pos Belanda seraya menembaki kubu musuh tanpa menghubungi Komandan Sektor. Pasukan Belanda juga tak kalah sengit membalas tembakan anak buah Letnan Komarudin.

Mendengar serentetan tembakan membuat Letkol Soeharto kaget bukan kepalang. Dia pun menanyakan perihal tembakan itu kepada Letkol Sugiono. Tak seorang pun menjawab hingga datang orang lainnya dengan tergopoh-gopoh memberitahu jika tembakan berasal dari kompi Letnan Komarudin yang melancarkan serangan. Letkol Soeharto segera mengutus Letnan Gideon dan Sersan Sujud untuk menemui kompi ‘lupa tanggal’ tersebut.

Kalian Berangkat. Suruh Komarudin berhenti menembak dan segera kembali !. Bilang ini belum 1 Maret, pasti dia salah hitung !. Dasar !.” Gerutu Letkol Soeharto seperti dituliskan Purnawan Tjondronegoro dalam ‘Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku Jilid 4’.

Letnan Komarudin tak menggubris teriakan Letnan Gideon sampai dia mendengar jika hari itu masih tanggal 28 Februari 1949 dari Gideon. “Aduh, Ya Allah...Saya keliru kalau begitu. Celaka !. Bagaimana, saya diperintahkan mundur ya?”. Tanya Komarudin pada Gideon. Sesaat kemudian secara perlahan kompi Letkol Komarudin mundur. Muka anak buah Komarudin nampak kesal dan menggerutu atas ulah komandan mereka. Ada juga yang tersenyum geli karena mereka juga tak ingat tanggal, sehingga tak dapat mengingatkan komandan yang lupa.

Dalam buku biografinya, Soeharto yang kala itu sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise merasa khawatir atas ‘serangan kilat’ Letnan Komarudin pada 28 Februari 1949. “Yang saya khawatirkan saat itu ialah pembalasan tentara Belanda pada wrakyat di kota. Mungkin sekali musuh melakukan pembersihan dan lantas rakyat tak berdosa ditembaki”. Tukasnya dalam ‘Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya’. Dan untungnya hal itu tak terjadi.

 

Refleksi

Penyerbuan akibat kesalahan tanggal oleh pasukan Letnan Komarudin memberikan pelajaran berarti bagi pihak Indonesia. Namun, di pihak Belanda serangan itu hanyalah isapan jempol belaka. Pasalnya, pihak Belanda menganggap itu adalah serangan yang sebenarnya. Kecil, mudah diatasi dan tak berpengaruh. Mereka dengan nada sumbar mengabarkan bahwa TNI kala itu masih tidak ada apa-apanya, bahkan gembar-gembor di dunia internasional masih terngiang jika TNI sudah tak ada lagi.

Tetapi, perhitungan pihak Belanda salah. Keesokan harinya tentara republik menggempur mereka habis-habisan. Kota Jogjakarta berhasil diduduki oleh TNI bersama rakyat. Walau hanya enam jam saja, hal ini memberikan arti penting akan eksistensi bangsa Indonesia yang merdeka. Ada dua hal yang tercapai dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Pertama, mendukung perjuangan yang dilaksanakan secara diplomasi dan meninggikan moral rakyat dan TNI yang bergerilya. Kedua, menunjukkan pada dunia internasional jika TNI masih punya kekuatan dan mampu bertindak ofensif serta mematahkan moral pasukan Belanda.

 

Sumber Referensi :

  • Lutfi Fauziah. 2016. ‘Serangan Umum 1 Maret 1949, Bukti Eksistensi TNI Pada Dunia’.http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/03/serangan-umum-1-maret-1949-bukti-eksistensi-tni-pada-dunia
  • Purnawan Tjondronegoro. 1982. ‘Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku (Jilid : 4)’. CV. Nugraha : Jakarta

 

Ikuti tulisan menarik Irfantoni Listiyawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu