x

Iklan

Muchlis R Luddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Era Industri 4.0, Siapkah Kita Berubah?

Diskursus tentang era industri 4.0 di dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, mulai ramai

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

oleh: Prof. Dr. Muchlis R Luddin, MA*

Diskursus tentang era industri 4.0 di dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, mulai ramai. Ada kecenderungan setiap orang, terutama dikalangan intelektual membicarakannya. Bahkan muncul kesan, jika kita tak bicara tentang era industri 4.0 dirasa kita tak berada di “zaman now.”

Tetapi saya juga menangkap bahwa banyak juga kelompok orang yang hanya ikut-ikutan bicara isu itu, tanpa memahami apa substansinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi tak mengapa. Munculnya gairah membicarakan era revolusi industri 4.0 menggembirakan kita. Minimal kita dapat menangkap sinyal bahwa ada kesadaran akan pentingnya mempersiapkan diri menghadapi “zaman now.” Jika kita tidak siap, kita akan menjadi masyarakat yang terpuruk.

Era industri 4.0 sesungguhnya dipicu oleh dinamika penemuan-penemuan baru di dalam sains dan teknologi. Inovasi yang dilakukan oleh manusia berjalan begitu cepat dan kompleks. Proses-proses yang berlangsung di dalamnya, sungguh rumit. Umumnya hal itu dilakukan di dalam “Academy Institution” yang memproduksi forward-thinking ideas, kata Klaus Schwab (2016).

Temuan-temuan baru memaksa hampir semua elemen kehidupan kita harus beradaptasi dengan apa yang sering kita pahami sebagai the new innovative skills. Situasi ini pula yang sering menimbulkan -meminjam terminologi yang digunakan oleh Malcolm Gladwell (2000)- sebagai “The Tipping Point”; ketika segala sesuatu dapat berubah secara total sekaligus. Lantas apa sebenarnya yang menjadi “the tipping point” itu?

Untuk itu, saya teringat laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada September 2015 yang mengidentifikasi hal-hal yang akan menjadi “the tipping point”, sehingga mengubah bentuk masyarakat kita pada masa akan datang.

Seperti pernah saya lansir sebelumnya, “the tipping point” itu antara lain adalah (1) orang terkoneksi dengan internet; (2) orang mempunyai tempat penyimpanan yang tak terbatas; (3) penggunaan robotik yang masif; (4) orang ingin hadir via digital di dunia internet; (5) penggunaan big data untuk kehidupan; (6) regulasi kehidupan dilakukan via internet; (7) orang mempunyai akses langsung via internet; (8) model kepemimpinan dikendalikan via mesin;

Kemudian (9) kegiatan belajar mengajar, pemeriksaan keuangan, perdagangan, menggunakan artificial intelligent; (10) orang melakukan traveling dengan pola car sharing; (11) kehidupan jalanan di kota tak akan lagi memakai traffic light; (12) orang mengatur rencana hidupnya melalui peralatan mesin; (13) produk konsumen akan banyak menggunakan 3D printer; (14) orang akan sangat tergantung dengan smartphone.

(15) orang bisa melakukan aktifitas apapun -belanja, belajar, mengajar, membayar tagihan, bertransaksi, berkomunikasi, berekspresi, dan sebagainya- melalui mobile phone; (16) kehidupan orang ditentukan oleh sensor yang terhubung dengan internet; (17) mengendarai mobil tanpa sopir; (18) semua peralatan rumah tangga menggunakan sensor dan otomatisasi.

Belakangan telah saya prediksikan dan tulis di Tempo online sebelumnya, massive translation; penerjemahan bahasa-bahasa nasional kedalam dan terintegrasi kedalam sebuah platform dan mesin-mesin akan menjadi “the tipping point” berikutnya. Ia akan memperkaya, sekaligus mengubah perilaku umat manusia. Karena kita tak akan lagi mengenal kendala bahasa dalam berinteraksi satu sama lain.

Kemudian, apa yang menjadi sumber utama perubahan besar ini, yang terus orang menyatakan bahwa kehidupan kita telah berada di era industri 4.0? Jawaban utamanya sesungguhnya terletak pada terjadinya perubahan fundamental dalam teknologi.

Perubahan fundamental itu dapat terjadi disebabkan oleh konvergensi antara (1) “digital technology” dengan (2) materials science, dan (3) biology, sehingga apa yang tadinya dianggap fiksi, sekarang sudah menjadi nyata: hadir di tengah kehidupan kita.

Konvergensi ketiga hal di atas, kemudian, memunculkan “Artificial Intelligent, Robotic, Internet of things, autonomous vahicles, 3D printing, nanotechnology, biotechnology, material science, energy storage, and Quantum computing” (Klaus Schwab, 2016).

Fusi dari semua teknologi di atas dengan lintas dunia fisikal, digital, dan biologi, yang menimbulkan disrupsi bagi kehidupan kita. Dengan demikian, kita dapat katakan bahwa (penemuan-penemuan) teknologilah yang menjadi pendorong munculnya “the fourth industrial revolution”.

Teknologi ini kemudian, mentransformasikan kehidupan manusia secara fundamental. Mengubah segala bentuk, semua struktur ekonomi kita, mengubah struktur dan bentuk (komunitas) masyarakat kita, mengubah semua bentuk dan struktur identitas (manusia) kita.

Pada akhirnya (akan) mengubah bentuk dan struktur peradaban manusia: hadirnya a new civilization. Itu sebabnya, kita semua harus berubah: warga negara, pemerintah, pemimpin, pembisnis-pengusaha, karyawan-pegawai-birokrasi harus berubah. Sebab itulah terdapat tuntutan akan sebuah sistem baru dikarenakan bermunculannya nilai-nilai baru dimana-mana.

Oleh karena itu, saya ingin sekali lagi mengutip pernyataan Marc R. Benioff- seorang anggota “The World Economic Forum Board of Trustees”- seperti di bawah ini: “ We need to take care in building systems that minimize risks and improve the human conditions”.

Pernyataan itu penting kita perhatikan untuk mengukuhkan kesadaran kita bersama tentang perubahan yang maha cepat di tengah kehidupan kita semua. Apalagi bagi mereka yang masih saja belum bersedia berubah.

Semoga diskursus kita tentang era industri 4.0 tak berhenti (lagi) sebagai sebuah jargon. Tetapi harus menjadi dan membangun kesadaran kolektif kita untuk membangun sebuah sistem baru yang kompatibel dengan tuntutan perubahan itu. Kalau kesadaran seperti ini terbangun dengan baik, saya optimistik, kita bisa bergaul dengan perubahan di era industri 4.0. Selamat menikmati perubahan karena perubahan itu, a must!

*Penulis adalah Guru Besar Sosiologi dan Wakil Rektor I UNJ

Ikuti tulisan menarik Muchlis R Luddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu