x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Meraih Kehormatan Jalan Pedang

Melaksanakan kepemimpinan efektif dengan courage, humility, dan discipline ibarat menempuh jalan pedang meraih kehormatan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Wu Shi Dao and Core Values

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Di tengah percakapan sembari makan siang di Jakarta belum lama ini, seorang eksekutif senior sebuah perusahaan properti tiba-tiba menyebutkan istilah “jalan pedang”. Ia bermaksud menggambarkan seseorang yang sudah menemukan jalur kehidupan pilihannya, menyeimbangkan kepentingan dunia dan akhirat.

“Jalan pedang” merupakan jargon yang sering dipakai dalam kisah-kisah kependekaran berlatar belakang budaya China dan Jepang. Masing-masing memiliki karakter dan keistimewaannya sendiri. Di antaranya dari kisah Miyamoto Musashi, pendekar legendaris dan filsuf dari Abad 17 Jepang.

Musashi pendiri Niten-Ichi-Ryû-School atau ajaran seni pedang Niten-ryu (antara lain mengajarkan jurus Dua Langit dalam Kesatuan), menyusun The Book of Five Rings (Go Rin No Sho), and Dokkodo (The Path of Aloneness) – menegaskan pentingnya self-discipline, ajaran untuk generasi mendatang.

Dari sejumlah teknik menggunakan pedang dan strategi bertempurnya, yang sangat menonjol dari Musashi adalah efektivitas setiap langkah dan jurus, tanpa banyak “kembang” (istilah ini lazim di dunia silat, untuk menyebut gerakan berlebihan tanpa sasaran jelas).

Musashi antara lain menyarankan para profesional (konteksnya waktu itu adalah para perwira pengawal penguasa wilayah) untuk menempuh “jalan pedang”, yaitu menerapkan tuntunan hidup dan nilai-nilai kebajikan yang selayaknya dipraktikan secara sungguh-sungguh dan berkesinambungan jika ingin meraih kehormatan.

Sebagai pengikut Budha dan pembelajar Konfusianisme, Musashi juga menyarankan agar para professional memiliki ketrampilan tambahan, untuk memperkaya khasanah intelektual dan spiritual. Ia sendiri pada tahun-tahun terakhir kehidupannya banyak melukis kaligrafi dan keindahan ranting-ranting pohon. Memperlihatkan jiwa yang sudah terasah halus.

Buku kisah Musashi pada pertengahan 1980-an sempat populer sebagai rujukan kalangan profesional dan pelaku usaha dalam mengatur strategi karir dan bisnis. Melengkapi kedigdayaan The Art of War, risalah strategi dan taktik militer karya Sun Tzu, China, lima abad sebelum Masehi. Konon Musashi juga mempelajari Metode Kemiliteran Master Sun tersebut.

Risalah berisi 13 bagian itu ditengarai telah ikut mempengaruhi pemikiran militer Timur dan Barat, taktik bisnis, strategi hukum, dan banyak bidang lain.

Kalau kita tengok kisah Musashi, atau simak lagi pembelajaran The Art of War, upaya meraih kehormatan merupakan proses panjang berkesinambungan, memerlukan stretching fisik, intelektual, spiritual, dan seluruh potensi diri kita.

Itulah prinsip Bushido (Jepang). Dengan huruf Kanji sama, dalam Bahasa Tionghoa dibaca Wu Shi Dao --- arti dan terjemahan bebasnya sama: Jalan Pedang untuk Kehormatan. Wu arti harafiahnya martial, militer, kekuatan pedang. Kata shi = derajat, pangkat; dan dao (baca tao, China) atau do (Jepang) adalah jalan, moralitas.

Dalam konteks manajeman dan leadership, ketika kita kini hidup di zaman knowledge worker, wu mestinya dapat bertransformasi menjadi “keutuhan diri” kita sendiri, sebagai intellectual capital dalam memperkuat institusi.

Kata “pedang” dapat kita interpretasikan sebagai seluruh potensi diri kita yang sudah mengalami penempaan, pelatihan, kita asah, memiliki kompetensi yang fit untuk menghadapi tantangan perubahan zaman. Menjadi pribadi yang memiliki kemampuan memimpin dengan tingkat efektivitas tinggi, memberikan positive impact bagi stakeholders dan organisasi.

Bukankah kita bahagia jika berhasil menjadi ‘pedang’ yang fit, secara intelektual dan spiritual kuat, tajam, dan mampu lebih efektif dalam memberikan kontribusi positif bagi organisasi dan masyarakat?

Perlu dipahami, Bushido atau Wu shi dao membedakan bravery dengan courage. Dalam Bahasa Indonesia, bravery dan courage sama-sama diterjemahkan sebagai “keberanian”. Pada courage ada tambahan arti sebagai “keteguhan hati.”

Dalam perspektif Bushido atau Wu shi dao atau “jalan pedang untuk meraih kehormatan” salah satu landasannya adalah courage.    

Courage is worthy of being counted among virtues only if it’s exercised in the cause of Righteousness and Rectitude. Dalam Analects, Confucius mengatakan: “Perceiving what is right and doing it not reveals a lack of Courage.” Ringkasnya: “Courage is doing what is right.”

Tentunya Anda sependapat, pemahaman mendalam tentang courage, righteousness dan rectitude -- atau keteguhan hati, kebenaran dan kejujuran/ketulusan -- serta kemampuan menjalankannya setiap hari, bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman.

Prinsip-prinsip dasar kehidupan tersebut bebas dari ikatan geografis, suku bangsa, gender, agama, latar belakang budaya, pandangan politik, jenis usaha, serta kategori industri atau penggolongan apa pun lainnya yang dibuat manusia.

Dalam proses penempaan kepemimpinan berdasarkan metode Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), untuk membantu para eksekutif dan leaders menjadi lebih efektif dan respectable, ada tiga virtues (kebajikan) yang mesti dihayati dan dipraktikkan sehari-hari, yaitu, courage, humility, dan discipline.  

Sangat mendasar dan sederhana ya? Yes. Tapi belum tentu mudah dikerjakan. Bagi Anda yang terbiasa menghadapi tantangan, utamanya menghadapi ego diri sendiri, seluruh proses tersebut sesungguhnya dapat mengasyikkan -- its cool.

Apa Anda memiliki courage (keteguhan hati) untuk keluar dari kenyamanan sukses sekarang dan melompat ke wilayah penggalian potensi baru? Apakah Anda tatag (berani menghadapi fakta apa adanya tentang diri, organisasi, dan lanskap bisnis) dan teteg (teguh hati untuk melakukan perubahan)?

Humility merupakan tahapan berikutnya. Anda diminta untuk terbuka hati dan pikiran, legowo, mengakui ketidaksempurnaan diri, dan melibatkan para stakeholders memberikan masukan untuk leadership improvement Anda.

Proses meraih sukses selalu memerlukan discipline, mengasah perilaku kepemimpinan, membangun habits lebih efektif. Perlu disiplin mental, pikiran, dan fisik – ini proses alami untuk meraih level mastery dalam bidang apa pun.

Proses penempaan diri melalui “jalan pedang” tersebut sesungguhnya tidak akan sulit bagi orang-orang yang dalam kehidupannya sehari-hari terbiasa menerapkan prinsip-prinsip universal (seperti keteguhan hati dan ketulusan), serta mampu mengembangkan dan mempraktikkan nilai-nilai (values) seperti integritas, kehormatan, keseimbangan, inovatif, dstnya.

Prinsip hidup bersifat universal, bebas ruang dan waktu, sedangkan values umumnya diterapkan sesuai kebutuhan para leaders dan tantangan organisasi  --  namun pada kenyataannya, kita sering menyatukan prinsip dan nilai-nilai.

Sebaiknya tidak perlu sibuk urusan semantik, yang penting apakah kita dapat mengimplementasikan prinsip dan nilai-nilai dalam kehidupan, dalam memimpin organisasi, dan membangun positive impact yang lebih signifikan bagi stakeholders dan masyarakat luas.

Prinsip dan nilai-nilai yang kita yakini umumnya dapat menjadi pendorong kita menempa diri menjadi eksekutif dan leader yang lebih efektif.

Dalam skala organisasi, perusahaan-perusahaan yang sukses lazimnya didukung oleh core values yang mereka praktikkan sehari-hari dalam interaksi internal dan ekternal dengan pelanggan, pemasok, dan publik. Misalnya Apple Computer, meyakini nilai Solving Life’s Dilemma melalui “solving real problems of people.”

Jaringan hotel Ritz Carlton mengembangkan value Respect, dengan moto “ladies and gentlemen serving ladies and gentlemen.” Pelayanan berbasis menjaga harga diri untuk menghormati para tamu hotel ini telah jadi landasan budaya organisasi yang excellent, menjadikan Ritz Carlton sukses.

Core values dapat jadi pedoman kerja sehari-hari, utamanya ketika harus melakukan eksekusi penting di saat-saat genting. Proses bisnis dapat berjalan sesuai visi organisasi tanpa ketergantungan pada kehadiran fisik pimpinan.

Bagi Anda yang ingin “menempuh jalan pedang meraih kehormatan”, cek diri sendiri: Apa prinsip dan values Anda? Apa pentingnya kita ada di dunia ini, kalau tidak memberikan manfaat positif bagi kehidupan pribadi/keluarga, organisasi, dan masyarakat?

Prinsip dan core values apa saja yang jadi pegangan hidup organisasi Anda, sehingga para pelanggan lebih bahagia bertransaksi dengan organisasi Anda dan para karyawan (plus calon pegawai) memiliki semangat menjadi tim Anda?

Berikanlah kesempatan kepada tim, pelanggan, pemasok, dan calon karyawan Anda, untuk mengetahui apa yang Anda perjuangkan dalam kehidupan ini. Values drive commitment.

 

Mohamad Cholid  adalah Head Coach di Next Stage Coaching.

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler