x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cak Imin Wapres dan Musim Melempar Batu

Di tahun politik, aksi melempar batu untuk mengetahui riak air akan sering dilakukan untuk melihat reaksi pihak lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"When the water starts boiling it is foolish to turn off the heat."
--Nelson Mandela (1918-2013)
 

Media massa mengabarkan bahwa Cak Imin (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa—PKB) akan membentuk poros baru dalam Pilpres 2019 bila kansnya untuk jadi calon wapres-nya Jokowi tertutup. Cak Imin terlihat cukup percaya diri dengan peluang perolehan kursi PKB di pemilihan legislatif sehingga partainya mampu mengusungnya.

Pelontaran wacana Cak Imin jadi calon wapres atau malah presiden boleh dilihat sebagai test the water—lemparlah batu ke danau dan lihatlah riak gelombangnya. Kira-kira seperti itu. Banyak hal dapat terjadi sepanjang beberapa bulan ke depan hingga April 2019, namun menguji situasi gelanggang kompetisi memang dianggap penting dilakukan sejak dini. Inti test the water: jika aksi tertentu dilakukan, seperti apa reaksi yang muncul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukan hanya partai politik yang merasa perlu ‘melempar batu’, tapi juga pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan hasil kompetisi politik 2019. Misalnya saja, tiba-tiba muncul wacana bagaimana jika Prabowo dipasangkan dengan Jokowi agar suasana Pilpres 2019 berlangsung damai tanpa ketegangan. Inilah cara mengetahui reaksi banyak pihak terhadap sesuatu yang terlihat muskil oleh karena dalam Pilpres 2014 Jokowi berkompetisi dengan Prabowo. Namun, dalam politik, apapun memang mungkin, seperti misalnya politikus yang dalam waktu semalam berubah haluan 180 derajat dari mengritik habis berubah jadi memuji-muji.

Si pelempar batu ingin mengetahui bagaimana respon kompetitor politik terhadap sebuah isu. Dengan melempar wacana ini ke tengah-tengah ekosistem politik, siapapun dapat mengamati bagaimana reaksi Prabowo. Jika pihak Jokowi menampik isu bahwa pihaknya telah mengirim utusan untuk mendekati Prabowo, lantas siapa yang melempar batu?

Menguji reaksi publik juga dilakukan dengan melempar hasil survei. Misalnya saja, survei elektabilitas Jokowi, Prabowo, maupun nama-nama lain yang dianggap berpeluang tampil dalam gelanggang Pilpres 2019 seperti Anies Baswedan dan Jenderal Gatot Nurmantyo. Ditampilkan juga hasil survei bila nama-nama itu saling dipasangkan satu sama lain. Bahkan, ada yang mensurvei bagaimana hasilnya bila Jokowi tampil sebagai calon tunggal: akankah ia terpilih?

Melempar batu untuk mengetahui riak air memang jamak dilakukan, terlebih lagi dalam ekosistem politik. Para pemain di dalam ekosistem, maupun pihak-pihak berkepentingan yang tidak secara langsung ‘bermain politik praktis’, juga merasa perlu ikut melempar batu atau sekurang-kurangnya mengamati dengan cermat bagaimana riak-riak air bergelombang. Ini cara untuk menjajagi reaksi yang bakal muncul bila sebuah aksi benar-benar dilakukan. Lemparan batu akan efektif bila berhasil mendorong media massa profesional untuk ikut menabuh genderang dan menstimulasi untuk berkicau bersahut-sahutan.

Melempar batu juga bisa dilakukan untuk melihat respon pihak yang selama ini menjadi kawan. Alasannya, dalam politik tidak ada kawan yang abadi, yang ada kepentingan yang abadi. Misalnya saja, selama ini Cak Imin dan PKB sudah mendukung pemerintahan Jokowi. Sekarang, mereka ingin peran yang lebih besar. Karena itulah Cak Imin and his friends ingin ia jadi calon wapres Jokowi. Bahkan, untuk melihat reaksi terhadap wacana ini, dimunculkan wacana lain yang mirip 'peringatan' bahwa Cak Imin akan membentuk poros baru bila tidak dipasangkan dengan Jokowi.

Apakah 'peringatan' itu serius? Hanya Cak Imin dan politikus PKB yang tahu. Langkah memunculkan wacana Cak Imin jadi cawapres mungkin saja dianggap aksi test the water. Lemparlah batu ke air, dan lihatlah bagaimana reaksi Jokowi serta PDIP. Mungkin saja, reaksi Jokowi dan PDIP tidak seperti yang diharapkan Cak Imin dan PKB. Sebagai sesama politikus, elite PDIP niscaya sudah paham mana yang test the water dan mana yang serius banget. 

Para konsultan politik, yang umumnya juga merangkap pengamat politik sekaligus surveyor, juga berkepentingan untuk menguji persepsi masyarakat. Sebab itu, mereka rajin membuat kuesioner dengan membuat pilihan pasangan calon presiden dan wapres: jika X dipasangkan dengan Y, maka elektabilitasnya 45%; jika S dipasangkan dengan R, maka elektabilitasnya lebih tinggi dari X-Y. Setelah itu, hasil survei dilempar ke publik, muncullah respons.

Begitulah, test the water selalu jadi bagian dari trik politik untuk melihat respon berbagai pihak: lawan, kawan, maupun masyarakat dan pihak lain. Sangat mungkin aksi ‘melempar batu ke air danau’ akan terjadi silih-berganti hingga pilpres nanti. Dan mungkin saja akan muncul kejutan-kejutan. Mudah-mudahan saja tidak sampai gaduh. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB