x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bagaimana Teknologi Memengaruhi Politik

Kendati pengaruh teknologi terhadap politik dianggap signifikan, namun terlampau berlebihan jika menganggap pengaruh itu bersifat deterministik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kabar menyesatkan (hoax, fake news) mudah menyebar di antara netizen berkat kekuatan distribusi teknologi informasi. Teknologi memungkinkan hoax menyebar cepat, luas, dan mudah mengalami amplifikasi maupun dramatisasi sehingga terkesan meyakinkan. Situasi bisa cenderung jadi hangat dan bahkan memanas bila kemudian beraneka komentar saling bersahutan tanpa kesediaan untuk melihat kemungkinan adanya kebenaran pada pendapat orang lain.

Hoax dan fake news menakutkan lantaran kemampuannya dalam memengaruhi persepsi masyarakat mengenai sesuatu: peristiwa, figur, situasi, dan sejenisnya. Peristiwa yang tidak pernah terjadi dikabarkan telah terjadi, dan sebaliknya. Fakta begini berubah jadi begitu. Informasi dipotong, ditambal, disambung, dan disusun ulang dengan beragam cara sehingga melahirkan informasi yang berbeda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam konteks informasi yang ‘benar’ sekalipun (meskipun ‘kebenaran’ sebuah informasi juga dapat diperdebatkan), penyebaran informasi mampu memengaruhi persepsi pengguna teknologi. Apa lagi, informasi yang menyesatkan dengan tujuan mengeruhkan suasana. Ketika siapapun tidak punya cadangan sikap kritis dalam membaca setiap informasi, iapun akan mudah tertelan oleh arus informasi.

Dalam ekosistem politik, pengaruh teknologi dalam menyebarkan informasi yang benar maupun yang palsu dan menyesatkan bisa jadi sangat kuat. Bahkan bukan hanya yang palsu, tapi juga yang bersifat insinyuatif—informasi yang seolah-olah seperti itu, padahal tidak. Informasi insinyuatif akan menggiring siapapun yang tidak kritis masuk ke dalam perangkap bingkai tertentu.

Teknologi mampu mengubah permainan (political game) sebagaimana terlihat dalam Pilpres AS November 2016. Meskipun belum terang benderang benar bagaimana Rusia memengaruhi proses pemilihan Presiden AS melalui penyebaran informasi tertentu, sejauh ini beberapa media sosial dianggap telah menjadi kendaraan untuk penyebaran informasi yang merugikan pencalonan Hillary Clinton.

Sebagaimana tampak dalam berbagai peristiwa politik, termasuk penggulingan Hosni Mubarak dari kursi kepresidenan Mesir, teknologi telah memperlihatkan dampaknya. Di tempat lain, teknologi memengaruhi cara politikus dan partai politik berkampanye. Media sosial menjadi sarana penting sosialisasi program, menebarkan rayuan untuk memilih, tanpa melupakan kontribusi media konvensional seperti media cetak, radio, dan televisi.

Kendati pengaruh teknologi terhadap politik dianggap signifikan, namun terlampau berlebihan jika menganggap pengaruh itu bersifat deterministik atau merupakan satu-satunya faktor dominan. Pengaruh faktor-faktor lain jelas tidak dapat diabaikan. Karena itulah, tidak dalam setiap kasus, teknologi efektif dalam memengaruhi politik. Contohnya, penggalangan opini melalui petisi online untuk menolak hasil revisi Undang-undang MD3 yang telah menghimpun lebih dari 199 ribu suara netizen, selanjutnya apa? Apakah pemerintah dan DPR mendengarkan suara warganya dan menaruh perhatian terhadap petisi ini? Apakah petisi ini efektif dalam membatalkan berlakunya undang-undang hasil revisi itu?

Dalam banyak hal, meningkatkan efektivitas teknologi dalam konteks positif bagi pengambilan keputusan-keputusan politik merupakan tantangan yang mesti dijawab. Dalam konteks Indonesia, kebutuhan akan hal ini sangatlah jelas ketika institusi resmi tidak mampu berperan penuh seperti yang seharusnya. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler