x

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemilihan Presiden

Simbol-simbol partai dan poster kampanye dilarang di lokasi TPU sehingga dia tidak bisa menandai pendukungnya dari atas helikopter.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tanpa sadar, dia mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai keramik.

Ada keheningan di luar sana. Dia tak berniat untuk menurunkan celananya, jadi dia membasuh toilet tanpa membuka tutup.

Lalu dia duduk di atas plastik keras dan memegang pipinya dengan kedua telapak tangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pikirannya berkecamuk, berpindah-pindah antara tatapan diam para pengunjuk rasa lalu ke kamera berita yang meliput. Ingatannya membawanya kembali ke deretan pengantre yang dia lihat saat pemungutan suara dimulai.

Simbol-simbol partai dan poster kampanye dilarang di lokasi TPU sehingga dia tidak bisa menandai pendukungnya dari atas helikopter. Dia menggeleng-gelengkan kepala mengusir bayangan yang bersliweran di benaknya dan berdiri. Saat jari-jarinya menggenggam pegangan pintu, panik kembali menyerang sehingga dia memutuskan untuk kembali duduk.

"Kalau aku menang, mereka pasti akan bersorak-sorai...," gumamnya pada dirinya sendiri.

Maka dia menunggu. Arlojinya menunjukkan pukul 20:10.

“Sepuluh menit lagi.”

Dia menghembuskan napas panjang untuk mengendurkan ketegangan dan kegelisahan yang bergolak.

'Bagaimana jika kamu tidak menang?'

Pertanyaan yang ditanyakan pada dirinya sendiri.

Dia menepisnya dan mulai menyanyikan lagu kebangsaan. Sebagai sugesti, cara dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa saat dia akan mendengar lagu kebangsaan, dia pasti sudah menjadi presiden.

Pelahan-lahan kepercayaan dirinya mulai bangkit dan dia berkata tanpa suara, "Saya akan menjadi presiden ... Saya akan menjadi presiden ... Saya akan menjadi presiden ... Saya akan menjadi presiden ... saya akan menjadi presiden..."

Sebuah suara lain menyahut:

'Bagaimana jika kamu tidak menang ... bagaimana jika kamu tidak menang ... bagaimana jika kamu tidak menang ... bagaimana jika kamu tidak menang...!'

Secara naluriah, dia membuka mulut dan mengeraskan suara untuk melawan pikiran negatif tersebut.

"AKU AKAN MENJADI PRESIDEN! AKU AKAN MENJADI PRESIDEN! AKU AKAN MENJADI PRESIDEN! AKU AKAN MENJADI PRESIDEN! AKU AKAN MENJADI PRESIDEN! AKU AKAN MENJADI—"

Sorak sorai yang terdengar pertama kali seperti berasal dari kejauhan, seolah berasal dari imajinasinya. Tapi teriakan itu semakin keras, susul menyusul, lebih keras dan lebih pasti. Tubuhnya mulai bergetar, jantungnya berdegup kencang ingin melompat keluar dari raganya.

Kepalanya bagai dihantam palu godam. Sesuatu mengaduk-aduk perutnya. Tenggorokannya bagai tersumbat bola golf. Dunia berputar.

Pintu terbuka lebar dan jeritan histeris mengisi rongga telinganya, menembus otaknya, memanggil kesadarannya kembali. Dengan mata terbelalak lebar dan senyum semanis madu di wajahnya, istrinya berdiri di ambang pintu.

"Kamu menang! Kamu menang, Sayang! "serunya mengatasi kebisingan di ruangan sebelah, membentangkan kedua lengan untuk memeluknya saat dia berdiri.

Matanya berkedip-kedip saat kepalanya kembali berputar. Terhuyung-huyung lemah dia melangkah maju. Kegelapan perlahan menelannya saat dia membuka mulut.

"Aku Pres— "

Tubuhnya limbung.

 

Bandung, 6 Maret 2018

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler