x

Iklan

Anazkia Aja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pentingnya Masyarakat dalam Tanggap Bencana

“Berbicara kesiapsiagaan bencana ya kita semua, tidak bicara kementrian/lembaga yang bertanggung jawab (terkait bencana alam).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sepanjang Januari 2018 hingga Februari  2018 telah terjadi 513 kejadian bencana di tanah air. Terdiri dari puting beliung 182 kejadian, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan dan lahan 15, kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempa bumi merusak 3, dan erupsi gunung berapi 2 kali. Sementara dari dampak yang ditimbulkan akibat dari bencana selama kurun waktu dua bulan tersebut adalah, 72 meninggal dunia dan hilang, 116 jiwa luka-luka dan lebih dari 393 ribu mengungsi dan menderita.

Selain itu, kerusakan juga terjadi di beberapa sektor, rumah, fasilitas umum baik jalan, sekolah, tempat ibadah juga fasilitas kesehatan. Data ini diperolehi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kerugian, tentunya mencapai puluhan triliun rupiah. Ini baru dua bulan. Lalu, bagaimana caranya antisipasi pencegahan bencana di Indonesia, mengingat secara geografis Indonesia dikelilingi oleh, “Cincin Api” atau “Ring of Fire” dari ujung pulau Sumatra hingga kepulauan Maluku Utara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Senin, 5 Maret 2018 lalu bertempat di Gedung Serbaguna Kominfo, Forum Merdeka Barat (FMB) mengadakan diskusi media dengan tema, “Tanggap Bencana: Kerja dan Antisipasi.” Narasumber yang dihadirkan merupakan orang-orang yang kompeten di dalamnya. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Deputi bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Bernardus Wisnu Widjaja, Sekjen Kementrian Lingkungan Hidup (LHK) Bambang Hendroyono, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat dan staf ahli bidang Keterpaduan Pembangunan Kementrian Perpaduan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Adang Saf Ahmad.

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik kementrian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kemkominfo) R. Niken Widiastuti mengungkapkan bahwa wilayah Indonesia berada di posisi ring of fire dengan dua musim dan iklim tropis sehingga cuaca dan kondisi alam di Tanah air kerap mengalami kejadian-kejadian bencana alam.

“Yang paling utama adalah langkah-langkah bagaimana masyarakat ketika menghadapi bencana alam seperti gempa, banjir, longsor dll. Sehingga, muncul kewaspadaan penuh atas kondisi Indonesia yang memang dikenal rawan bencana.” Ujarnya dalam sambutan.

Sementara pihak BMKG mendukung sepenuhnya upaya mitigasi demi menciptakan masyarakat terampil, cekatan, dan terlatih dalam menolong dirinya sendiri saat terjadi bencana. Sebabnya data BMKG menunjukkan, setahun terjadi setidaknya 6 ribu gempa bumi.

“Mitigasi bencana sangat penting untuk meningkatkan self assistance dalam menghadapi bencana. Pasalnya, kepastian tidak ada. Karena memang bukti dan data belum cukup lengkap untuk pastikan itu akan terjadi,” katanya. Pentingnya mitigasi bencana, menurut Dwikorita, terbukti dalam kondisi yang terjadi dalam bencana gempa di Kobe, Jepang, pada 1995. Ketika itu tercatat, jumlah pendudukyang selamat sebanyak 95 persen.

Masih menurut Dwikorita, bahwa tak ada gempa bumi yang bisa diprediksi seperti informasi yang kerap beredar akhir-akhir ini. Sedang tsunami bisa diprediksi. “Maksimum 5 menit setelah gempa bumi, instrumentasi dan processing kami bisa menganalisis lokasi, magnitude, kedalaman, apakah berpotensi tsunami atau tidak. Dan 10 menit kemudian bisa memperbarui data,” Tambahnya lagi.

Tentang pembaharuan data, Dwikorita mengingatkan, selama ini sering diartikan sebagai ralat atau sebuah kesalahan deteksi. Padahal itu bukan kesalahan. Tapi setelah 5 menit lebih banyak sensor yang mengirimkan informasi, sehingga semakin tajam. Itulah sebabnya, 2 jam menjadi durasi peringatan dini tsunami. Baru setelah dua jam tidak terjadi tsunami, peringatan akan diakhiri. Dan itu terjadi di manapun, di negara manapu.

Beralih ke narasumber selanjutnya, Bambang Hendroyono. Ia mengungkapkan bahwa nihilnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ini berkat kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat. Mulai dari BMKG, KLH, BNPB dan sebagainya. Ia juga menegaskan bahwa dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK dalam sektor KLH memegang empat poin penting untuk penanganan yang serius. Keempat poin penting itu adalah soal karhutla, pemerataan ekonomi, penegakan hukum, dan pengendalian perubahan iklim.

Paparan dari Harry Hikmat menjadi poin penting mengenai kesadaran tanggap bencana. Masyarakat tentu menjadi pemangku utama kesadaran tersebut. Bagaimana pun seriusnya pemerintah melakukan perlindungan kepada masyarakat, tapi jika tidak diimbangi kesadaran oleh warganya maka menjadi tidak berimbang.

“Berbicara kesiapsiagaan bencana ya kita semua, tidak bicara kementrian/lembaga yang bertanggung jawab (terkait bencana alam). Apalah arti kementrian/lembaga tanpa dukungan peran aktif kita semua. Kita semua berarti seluruh masyarakat tanpa terkecuali, dengan semangat tanggap bencana berbasis komunitas.” Terangnya.

Mengenai tanggap bencana yang berbasis komunitas, Kemensos telah membentuk Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan Kampung Sadar Bencana (KSB). Tagana “dilahirkan” atas inisisasi para tokoh-tokoh muda. Ia dideklarasikan di Lembang, ketika terjadi tsunami Aceh tahun 2006. Setelah itu, Tagana bergulir cepat menjadi gerakan sosial. Kemensos dan kementrian lain berperan sebagai fasilitator saja. Setiap tahunnya, jumlah anggota Tagana terus meningkat. Tahun 2017 sudah tergabung sebanyak 35.796 personel.

Mengenai KSB, Harry Hikmat menjelaskan bahwa KSB merupakan wadah penanggulangan berbasis masyarakat yang dijadikan kawasan  untuk penanggulangan bencana. Di dalam KSB, masyarakat dikelompokkan dalam satu wadah kepengurusan dan diharapkan mampu melestarikan nilai kearifan lokal dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian untuk mengurangi ancaman dan dampak risiko bencana.

Mengingat pentingnya peran masyarakat dalam tanggap bencana, pada FMB kemarin Harry juga mengajak seluruh jurnalis yang hadir mendeklarasikan diri menjadi Sahabat Tagana dalam acara peringatan ulang tahun Tagana dalam waktu dekat. 

Ikuti tulisan menarik Anazkia Aja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler