x

Iklan

wiji al jawi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Orang Tua dan Buzzer Sosial Media, Modal Utama Politisi Muda

Publik perlu melihat rekam jejak advokasi para caleg muda, dan tidak menilai mereka berdasarkan latar belakang orang tua atau keriuhan mereka di medsos

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

DPR RI 2014-2019 diisi beberapa politisi muda. Nama besar orang tua berperan mengantarkan mereka ke Senayan.

 

Sebut saja Prananda Paloh (lahir September 1988) anak dari ketua umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Kemudian Amrullah Amri Tuasikal (lahir Maret 1988) anak dari mantan Bupati Maluku Tenggara, Abdullah Tuasikal. Juga Karolin Margret Natasa (lahir Maret 1982) anak dari Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Namun usia muda dan nama besar orang tua tidak serta merta membuat mereka mampu mendongkrak kinerja parlemen. Tidak terdengar gebrakan mereka, misalnya, terkait kinerja DPR yang tak pernah mencapai 50 persen dari target legislasi.

 

Publik malah baru mendengar kabar politisi muda Senayan saat mereka terkena berita miring, seperti saat terjadi kasus video “mirip” Karolin Margret Natasa di tahun 2012 (saat itu dia menjadi anggota DPR periode 2009-2014) atau panas dingin hubungan Amrullah Amri Tuasikal dengan pedangdut Cita Citata.

 

Buzzer Media Sosial Sebagai Modal Politik

 

Memasuki pemilu 2019, nama Tsamara berkibar di antara politisi muda yang bertekad maju ke Senayan. Kiprahnya bermula di media sosial (medsos), sekira tahun 2014, saat dimana Jokowi berhasil memenangkan pemilihan Presiden.

 

Kegigihan membela Jokowi di medsos telah menabalkan gelar buzzer di awal karir politik Tsamara. Namun statusnya sebagai perempuan berdarah Arab, membuat Tsamara memiliki nilai strategis bagi poros politik Jokowi-Ahok, poros politik bermodal besar yang mampu mengorbitkan seseorang melalui polesan citra media.

 

Modal inilah yang membuat Tsamara mudah naik kelas, meninggalkan level buzzer yang bersifat keroyokan, dan mulai dikenal sebagai individu. Pada 2015, Tsamara diundang Jokowi ke Istana sebagai pegiat medsos. Tahun 2016, Tsamara diangkat menjadi staf magang Ahok.

 

Namun usia muda dan kekuatan publisitas tidak menjamin Tsamara akan lebih baik dari politisi muda lainnya di Senayan. Karena rekam jejak Tsamara selama ini lebih banyak berkutat di dunia medsos.

 

Mencari Caleg Yang Tidak Mengandalkan Orang Tua dan Cuap-cuap di Medsos

 

Karena itulah publik dan media alternatif perlu mencari caleg dengan rekam jejak advokasi yang jelas. Politisi muda yang berkualitas dan berintegritas, namun luput dari perhatian karena lebih suka bekerja daripada mencari popularitas.

 

Caleg muda ini harus bebas dari utang kepada kaum pemodal. Utang yang akan menghambat tugas advokasi mereka. Meskipun pemodal tersebut mampu menyediakan kekuatan buzzer dan polesan citra media.

 

Caleg muda ini juga harus bebas dari utang kepada dinasti politik. Utang yang akan menghambat distribusi sumber daya ekonomi secara demokratis. Karena dinasti politik cenderung memutar sumber daya ekonomi berdasarkan hubungan kekerabatan.

 

Caleg muda ini ada, walau tidak terliput media arus utama dan terselip di antara keriuhan buzzer. Mereka adalah harapan yang tersisa. Mereka membutuhkan dukungan kita.

 

 

Ikuti tulisan menarik wiji al jawi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB