x

24 warga negara Inggris pencinta alat musik Gamelan belajar mendalami alunan musik Tradisional Gamelan di Pendopo ISI Solo, Jawa Tengah, 21 Agustus 2017. Mereka datang ke Indonesia atas undangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melihat pros

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Imajinasi, yang Hilang dalam Cara Kita Belajar

Imajinasi lebih penting ketimbang pengetahuan, kata Albert Einstein.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Dalam film seri TV Genius, Albert Einstein digambarkan sebagai sosok dosen yang tidak menarik ketika mengajar di dalam kelas. Sebagian mahasiswanya lekas bosan dan memilih asyik mencoret-coret buku mereka. Tahun-tahun pertama mengajar membuat Einstein merasa tidak nyaman dan bertanya-tanya: “Bagaimana cara membuat mahasiswa tertarik pada kuliah saya?”

Einstein menyadari kekakuan yang berlangsung di kelasnya, sebab ia pernah menjadi mahasiswa yang mengalami situasi serupa. Sebagai dosen, Einstein merasa dinding-dinding ruang kelas telah mengungkungnya. Ia merasa tidak bebas untuk mengekspresikan apa yang ia pikirkan tentang alam dengan cara sendiri. Ia kurang suka mengajar mahasiswa dengan memaparkan rumus-rumus di papan tulis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akhirnya Einstein menemukan jalan keluar yang membebaskannya dari kungkungan. Ia ajak mahasiswanya keluar ruang kuliah dan berjalan-jalan di halaman kampus. Kini, ruang kelasnya adalah alam semesta, nyaris tanpa batas.

Di bawah atap langit, Einstein merasakan kebebasan luar biasa untuk menjelaskan materi-materi kuliah dengan caranya sendiri. Ia tidak memerlukan papan tulis, sebab yang ia jelaskan ada di alam sekeliling mereka. Rumus-rumus dapat dipelajari oleh mahasiswanya dari buku, sedangkan fenomena alam lebih dapat dirasakan. Einstein justru mengajak mahasiswanya untuk lebih memakai imajinasinya dan membayangkan bagaimana alam semesta ‘bekerja’—benda-benda langit yang bergerak menjauh, misalnya.

Cara belajar-mengajar yang di luar kelaziman pada masanya itu rupanya lebih membuka  pikiran mahasiswa. Dengan belajar langsung di ruang alam serta membebaskan imajinasi mereka, mahasiswa ini merasa lebih mudah memahami fenomena alam. Dari sini, mereka dapat lebih memahami konsep tentang ruang dan waktu yang dipikirkan Einstein dan dirumuskan dalam formulanya.

Mereka memulai proses belajar bukan dari rumus, sebab rumus hanyalah ringkasan yang disusun manusia dari pemahamannya mengenai alam semesta. Mereka memulai proses belajar melalui pengamatan dan perenungan tentang alam—imajinasi mereka melalang buana secara bebas tanpa hambatan hingga kemudian tiba kepada pengertian dan pemahaman.

Karena itulah, Albert Einstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting ketimbang pengetahuan. Mengapa? Tak lain karena, menurut Einstein, pengetahuan terbatas pada apa yang sudah kita ketahui dan pahami, sedangkan imajinasi mencakup dunia seutuhnya serta apa yang akan kita ketahui dan pahami. Ketika proses belajar sedang berlangsung, otak kita bebas untuk membayangkan apa saja. Manakala imajinasi dibatasi dan dikungkung, proses belajar akan terhambat dengan capaian yang serba terbatas. Inilah yang sering terjadi: “Ketika seorang anak memulai proses belajar tentang gerak dari rumus tertentu, imajinasinya cenderung tidak berkembang, sehingga ia menemui kesulitan dalam memecahkan soal yang berbeda dari soal yang pernah ia pelajari. Ia bingung bagaimana menerapkan rumus-rumus yang sudah ia hapalkan untuk memecahkan soal yang agak berbeda. Kemampuan imajinasinya tidak terlatih untuk menghadapi soal-soal yang berbeda.”

Sesungguhnya, imajinasilah yang mendorong seseorang untuk berburu pengetahuan. Jika kita benar-benar passionate mengenai kemungkinan yang kita bayangkan, kita akan terdorong untuk mencari pengetahuan yang diperlukan untuk menguji kemungkinan itu. Imajinasilah yang juga mendorong kreativitas: bagaimana Pablo Picasso dan Salvador Dali ‘melahirkan’ gaya melukis yang berbeda dari pelukis lain, bagaimana Einstein melahirkan teori bahwa waktu tidak absolut?

Sayang memang bahwa ‘imajinasi’ kurang memperoleh tempat di sekolah-sekolah kita. Perbedaan cara pandang terhadap sebuah topik bahasan ataupun perbedaan cara memecahkan soal matematika dan fisika dapat dianggap kekeliruan. Kita lupa bahwa banyak jalan menuju Roma: naik pesawat terbang, berkuda, bermobil, ataupun berjalan kaki. Rute yang dapat ditempuh pun sangat banyak.

Mengapa hal itu terjadi? Barangkali ada benarnya perkataan bahwa musuh imajinasi adalah ketakutan. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler