x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Danau Sembuluh

Kerusakan alam, adat, budaya dan masyarakat Kalimantan akibat kerakusan orang luar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Danau Sembuluh (Kumpulan Cerita Pendek)

Penulis: Muhammad Yasir

Tahun Terbit: 2018

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Literasi Press

Tebal: x + 214

ISBN: 978-602-72918-4-3

 

Kita selalu menyangka bahwa Kalimantan itu penuh dengan hutan yang masih perawan. Kehidupan masyarakatnya nyaman dan tenteram karena kebutuhannya terpenuhi dari alam. Namun ternyata Kalimantan kini tak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang. Penebangan hutan yang masif karena pengambilan kayu dan pembukaan lahan untuk pengembangan usaha perkebunan sawit telah mengubah wajah Kalimantan. Bukan saja wajah buminya yang berubah, tetapi juga masyarakat asli Kalimantan ikut terusik dan berubah.

Muhammad Yasir, seorang putra Kalimantan, dari sebuah desa di wilayah Danau Sembuluh mengabadikan perubahan-perubahan tersebut melalui 30 cerpen yang ditulisnya. Yasir mengemas cerpennya deengan menggunakan tokoh-tokoh bernama lokal, dibumbui kata-kata dan istilah-istilah lokal. Kisah-kisahnya pun menggambarkan keadaan sekitar danau, hutan dan binatang-binatangnya.

Ia menyampaikan apa adanya tentang perubahan-perubahan tersebut. Ia menggunakan kacamata orang lokal untuk menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi. Ia menyampaikan kegalauan orang-orang Danau Sembuluh yang mendapat azab dari perubahan yang tak bisa dikontrolnya itu. Upaya-upaya ritual yang dilakukan untuk mendamaikan para penghuni dengan Allah dan alam tak mempan. Sakit dan kematian melanda masyarakat yang dulu hidup nyaman bersama hutan.

Keasyikan seperti berburu burung atau berlaga jukung yang dulu menyenangkan, kini membawa petaka. Sepertinya alam benar-benar menghukum masyarakat Danau Sembuluh karena ketak-mampuan mereka menjaga alam yang diwariskan kepadanya. Padahal kerusakan itu diakibatkan oleh orang-orang luar yang rakus dan tak peduli. Keserakahan mereka telah menimbulkan kerusakan yang dampaknya ditimpakan kepada penduduk lokal.

Kematian-kematian akibat penyakit yang tak dikenal oleh masyarakat setempat terjadi semakin sering. Apakah kematian-kematian tersebut dikarenakan kutukan Sang Tatu Hiang? Upaya apa yang harus dilakukan supaya kutukan Tatu Hiang ini berhenti?

Penderitaan orang-orang lokal ini digambarkan secara metafora dengan sangat baik melalui cerpen terakhirnya, yaitu “Enggang.” Enggang jantan adalah burung yang bertanggung jawab. Enggang jantan akan setia mencarikan pakan bagi betinanya yang sedang mengerami telurnya. Enggang jantang sangat kuat mempertahankan wilayahnya. Jika ada enggang jantan lainnya masuk ke wilayahnya, ia akan mengusirnya, meski itu berarti harus bertarung. Namun enggan jantan juga akan menerima saat betinanya mati. Apakah Muhammad Yasir sedang menggambarkan kekalahan “enggang jantan” dari para pejantan penjarah dari luar Kalimantan? Apakah Yasir sedang mengatakan kepada kita bahwa alam (enggang betina) yang tak mampu dipertahankan dari kerusakan akibat keserakahan orang luar tersebut membuat orang-orang Danau Sembuluh harus kehilangan alam yang selama ini menjadi pasangannya?

Saya menduga bahwa melalui cerpen-cerpennya ini Yasir berharap bahwa penduduk setempat akan memiliki semangat enggang jantan yang berani melawan para pejantan rakus yang datang ke wilayahnya. Benarkah? Entahlah… Semoga karya Muhammad Yasir yang akan datang bisa berupa novel panjang yang merekam perubahan dan penderitaan orang-orang Danau Sembuluh.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler