x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kenangan dalam Sepiring Gado-gado

Dalam hidangan tertentu yang kita santap mungkin ada kenangan yang mengikuti.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bagaimana Anda mampu berkomentar bahwa makanan di warung atau restoran ini masih kalah enak dibandingkan warung atau restoran itu? Bukankah Anda tidak sedang makan di dua tempat itu secara bersamaan? Bahkan bukan hanya berbeda tempat, tapi juga berbeda waktu? Apakah komentar bahwa makanan di sana lebih enak ketimbang di sini hanya ilusi?

Rupanya tidak. Kita memang memiliki kemampuan membandingkan cita rasa makanan berkat keajaiban ingatan dalam otak kita. Hasil riset menunjukkan adanya tautan fungsional antara wilayah otak yang bertanggung jawab atas ingatan tentang cita rasa dan area yang bertanggung jawab mencatat waktu dan tempat ketika kita merasakan cita rasa itu. Menurut riset ini, momen penuh cita rasa itu terekam dalam benak kita dan sewaktu-waktu dapat mencuat keluar, misalnya saja ketika kita sedang menyantap hidangan serupa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat kita menikmati sepiring gado-gado di waktu dan tempat tertentu, bagian otak kita juga mencatat cita rasa gado-gado itu: saus kacangnya enak dengan tingkat kekentalan yang pas, sayurnya masih segar, tapi barangkali lontongnya agak lembek. Jika suatu ketika di masa kemudian kita menyantap gado-gado di tempat yang sama atau di warung lain, otak kita mungkin saja membuat perbandingan. “Dulu, rasa gado-gado di sini enak, sekarang kok saus kacangnya kurang sedap,” komentar ini membandingkan pengalaman menyantap gado-gado di tempat yang sama pada waktu sekarang dan beberapa bulan lalu.

Ingatan tentang makanan sesungguhnya bukan sekedar perihal kelezatannya. Ingatan ini juga bisa bertautan dengan banyak hal lain. Bagi pelancong yang gemar melakukan perjalanan ke berbagai tempat, perjalanan adalah kesempatan untuk mengenal berbagai ragam hidangan baru—makanan, minuman, kudapan, beserta beragam citarasanya. Di waktu kemudian, makanan serupa akan mengingatkannya pada perjalanan itu—di suatu tempat, di sebuah masa. “Wah, kelezatan soto ini mengingatkan saya waktu mengunjungi Surabaya beberapa tahun lalu,” begitu mungkin kata Anda, “sayang, kabarnya warung soto itu sudah tutup.”

Sepanjang Anda menikmati hidangan yang tersaji dengan sepenuh hati, ingatan Anda berpeluang besar untuk tertaut dengan pengalaman masa lalu. Bagi saya, menikmati sepiring gado-gado yang lezat bukanlah sekedar merasakan kepadatan lontongnya yang pas, kesegaran sayurannya, maupun kelezatan saus kacangnya, melainkan juga kenikmatan menyusuri ingatan masa lampau, yakni gado-gado buatan ibu.

Saat menyantap gado-gado adalah saat menikmati perjalanan nostalgia. Saya ingat, ibu selalu menyajikan gado-gado yang komplit: lontong, potongan kentang dan wortel, telor rebus, tahu dan tempe, taoge, kacang panjang, kol, timun—tanpa daun selada karena tak mudah didapat di kota kecil, serta bawang goreng dan emping goreng yang krispi sebagai pelengkap. Saus kacangnya tentu dengan rasa manis, asam, asin, dan pedas yang berpadu. Warna yang beraneka mendorong lebih jauh hasrat menyantap gado-gado buatan ibu.

Seingat saya, ibu memasak gado-gado di waktu-waktu tertentu, misalnya ketika kakak pulang. Kumpul bersama yang jarang berlangsung, karena karena kakak-kakak bersekolah di kota lain, dirayakan dengan hidangan yang bagi kami terasa istimewa ini. Inilah hidangan yang kami sukai bersama, yang kami tidak pernah merasa bosan menyantapnya. 

Di samping kelezatan, perjalanan nostalgia, kini saat menikmati sepiring gado-gado saya senantiasa teringat kebaikan seorang ibu. Sederhana saja: ibu berusaha menyenangkan keluarganya dengan hidangan sederhana yang disiapkan dengan sepenuh hati. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler