x

Iklan

Irfantoni Listiyawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sejarah Boikot, Aksi Protes yang Lahir dari Ladang Pertanian

Boikot adalah sebuah tindakan protes terhadap ketidakberesan politik, ekonomi, dan sosial. Kisahnya bermula dari sebuah ladang di pedalaman Irlandia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Front Pembela Islam (FPI) kembali melakukan unjuk rasa beberapa waktu lalu. Kali ini yang menjadi sasaran mereka adalah kantor redaksi Tempo di Jalan Palmerah Barat, No. 8, Jakarta Selatan. Melansir dari Tempo.co, para demonstran menuntut Tempo untuk meminta maaf atas pemuatan kartun gambar pria besorban yang diduga Imam Besar FPI, Rizieq Shihab dalam salah satu edisi Majalah Tempo.

FPI bukan kali pertama melakukan aksi demonstrasi. Tak jarang pula aksi mereka berujung pada tindakan boikot. Seperti yang pernah dilakukan oleh ormas ini terhadap Facebook tahun lalu. Bukan hanya itu saja, mereka juga kerap memboikot produk Amerika Serikat karena produk kafir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aksi boikot memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya. Muncul dari ladang pertanian di abad ke-19 lalu menjamur ke berbagai penjuru dunia. Boikot menjadi cara ampuh untuk menyuarakan kehendak hati yang tak tertahankan lagi hingga kini. Tulisan ini mengajak kita untuk sedikit mengenal muasal aksi dan istilah boikot di masa lalu yang disadur dari buku ‘Small Act of Resistance : How Courage, Tenacity, and Ingenuity Can Change the World’ karya Steve Crawshaw dan John Jackson (edisi terjemahan Indonesia berjudul  Tindakan-Tindakan Kecil Perlawanan : Bagaimana Keberanian, Ketegaran dan Kecerdikan Dapat Mengubah Dunia).

 

Pemogokan Pekerja Ladang

Sebagian besar dari kita mengira boikot hanyalah sebuah tindakan protes atas ketidakberesan politik, ekonomi, dan sosial. Istilah boikot sendiri mengacu pada sosok Kapten Cunnigham Boycott, seorang kaki tangan tuan tanag Lord Erne di sebuah wilayah bernama Mayo, Irlandia. Dia tidak disukai oleh masyarakat sekitarnya.

Suatu hari, tanggal 23 September 1880 para pekerja di bawah pengawasan Boycott melakukan aksi mogok kerja. Hal ini dilakukan karena adanya pencaplokan lahan yang tak adil. Akibat tindakan ini Boycott dan keluarganya harus berjuang sendiri bersama keluarganya mulai dari memeras sapi hingga mengurus ladang mereka. Tak berhenti disitu, warga yang memiliki toko juga menolak melayani Boycott dan keluarganya. Kantor pos pun melakukan aksi yang sama. Boycott terkucilkan di kampung halamannya sendiri.

Kasus pemogokan pekerja Boycott sampai ke penjuru Inggris setelah koran Times bahkan menuliskan peristiwa tersebut sebagai ‘suatu gambaran yang menakutkan dari kemenangan anarki yang belum pernah terjadi di masyarakat yang minta diakui sebagai tindakan beradab dan mendapat perlindungan hukum...’.

Aktor dari gerakan mogok kerja masal ini dipimpin oleh James Redpath. Dia berasumsi bahwa tak ada satu kata yang tepat untuk menggambarkan keberhasilan tindak ketidakpatuhan tersebut. Setelah berpikir panjang, guna memperkuat dampak politik dia merasa perlu ada penyebutan baru atas tindakan pemogokan terhadap Boycott. Sebagaimana ditulis dalam catatan kenangannya tahun 1881, Talks About Ireland Redpath meminta nasihat pada seorang pastor bernama John O’Malley. Sang pastor dengan tenangnya berkata ‘bagaimana kalau jika disebut “mem-Boycott-nya” saja?’.

 

Warisan dari Ladang Umbi

Dari hasil pertemuan Redpath dengan sang pastor itulah hingga kini bermunculan aksi protes boikot dalam berbagai bentuk. Baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok masyarakat, hingga ke level tertinggi yakni institusi negara.

Tercatat pada tahun 1970-an, rezim militer Jenderal Augusto Pinochet di Cili menderita keterpurukan akibat aksi boicoteari sekelompok masyarakat yang memboikot produksi apel dan anggur. Tindakan dilakukan sebagai protes atas penindasan rezim Pinochet terhadap warga negara yang dinilai tak sepaham dengannya.

Cara-cara serupa kerap digunakan pula oleh elemen masyarakat menentang rezim tiran di penjuru dunia. Masyarakat Polandia tentunya masih mengenang aksi bojkot tahun 1981 terhadap siaran-siaran berita televisi seiring pemberlakuan paksa undang-undang darurat rezim komunis.

Aksi boikot kembali menjalar ketika terjadi musim semi di negara-negara Arab, atau yang lebih dikenal dengan fenomena Arab Spring. Juga di negara kita, aksi pemogokan dan boikot menumbangkan rezim Soeharto yang telah berkuasa selama tiga dekade. Walaupun hal ini harus dibayar dengan ongkos politik yang tak murah serta gugurnya nyawa anak bangsa. Aksi FPI memboikot kantor Facebook hingga mendatangi kantor redaksi Tempo beberapa waktu lalu serta beberapa peristiwa diatas adalah sekelumit contoh saja dari bentuk boikot di dunia. Semuanya berawal dari sebuah kejadian kecil lokal di sebuah ladang pedalaman Irlandia di tahun 1880 silam.

 

Sumber referensi :

  • Crawshaw, Steve & John Jackson . 2015. ‘Tindakan-Tindakan Kecil Perlawanan : Bagaimana Keberanian, Ketegaran dan Kecerdikan Dapat Mengubah Dunia’. Yogyakarta : INSISTPress.
  • Gambar ilustrasi : Pemogokan sarikat pekerja Amerika Serikat menentang J.P Stevens (Sumber :Schlesinger Library on the History of Women in America).

 

Ikuti tulisan menarik Irfantoni Listiyawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler