x

Iklan

Putra Batubara

staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Seneng Nulis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memaknai Penghargaan Masyarakat Untuk Zulkifli Hasan

Menurut saya reward ini diberikan karena umat melihat bahwa keretakan sosial bahkan ketegangan antar elemen masyarakat saat ini sungguh mengkhawatirkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketua MPR Zulkifli Hasan kembali menerima penghargaan dari kelompok masyarakat. Pada akhir pekan kemarin dia diberi gelar muwahidd (tokoh pemersatu dan umat dan bangsa) oleh Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI). Tokoh nasional yang akrab disapa Bang Zulhas ini dianggap tak pernah berhenti untuk meredakan ketegangan kelompok Islam dan Kebangsaan.

Beberapa waktu sebelumnya, tepatnya pada 25 Februari 2018, pria asal Lampung ini mendapat penghargaan sebagai Tokoh Peduli Umat dan Bangsa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kebangkitan Jawara dan Ulama (Bang Jafar). Alasannya, selain karena komitmen mendukung Bang Jafar membela umat dan merekat persatuan, juga karena ketegasannya dalam menyuarakan penolakan terhadap LGBT.

Malah dalam sebuah acara pada 11 Maret 2018 lalu, sekelompok wanita bercadar mengganjar Zulkifli Hasan sebagai Bapak Pejuang Moral Bangsa. Karena sikapnya yang tegas mendukung hak wanita muslimah untuk bercadar. Dalam kesempatan tersebut, sekelompok wanita menodong dengan mengalungkan bunga kepada Zulkifli Hasan sebagai ucapan terima kasih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya sendiri tidak tahu sudah berapa persisnya penghargaan yang diterima Zulkifli Hasan dari masyarakat. Karena rujukan saya hanya pemberitaan media dalam dua bulan ke belakang ini saja, yaitu Fabruari dan Maret. Boleh jadi sudah banyak apresiasi yang diterima Zulkifli Hasan atas berbagai tindakan dan sikapnya selama ini terkait dengan isu-isu yang mendapat perhatian luas dari masyarakat.

Arti sebuah penghargaan

Pemberian penghargaan ini menunjukkan ada sebuah persoalan besar yang sedang dihadapi umat dan rakyat. Masyarakat berharap ada tokoh yang membantu berupaya memecahkan persoalan tersebut sesuai dengan kapasitas dan kedudukannya. Apresiasi semakin tinggi kalau tokoh tersebut memang sejak awal sudah terpanggil karena sadar persoalan tersebut harus segera diatasi secepatnya.

Penghargaan yang diterima oleh Zulkifli Hasan tersebut misalnya. Menurut saya reward ini diberikan karena umat melihat bahwa keretakan sosial bahkan ketegangan antar elemen masyarakat saat ini sungguh mengkhawatirkan. Kemajemukan di kalangan umat dan juga rakyat pada umumnya bukan lagi dianggap sebagai sebagai anugerah yang akan mendatangkan berkah. Tapi malah menjadi beban yang bisa menyebabkan kehancuran.

Perbedaan penafsiran keagamaan di internal umat Islam misalnya kerap menjadi pemantik untuk saling menegasikan bahkan sampai pengusiran tokoh dan perusakan rumah ibadah. Yang satu menganggap lebih baik karena paling murni. Kelompok lain juga mengklaim yang sama tapi karena mengaku lebih kultural dan akomodatif. Demikian pula antar kelompok umat beragama juga kerap bersitegang.

Belum lagi dalam konteks kebangsaan. Umat yang mayoritas ini acap kali dituding tidak nasionalis hanya karena berusaha menjadikan ajaran agama sebagai panduan hidup, termasuk dalam menentukan pilihan dalam Pemilu. Padahal agama mempunyai peran penting dalam merebut kemerdekaan. Namun memang, kelompok yang berpaham sekuler juga kerap serta merta dinilai anti agama. Karena itulah, ketegangan kerap terjadi.

Bahkan gesekan juga terjadi antarkelompok masyarakat yang mendukung dan tidak mendukung Pemerintah. Di media sosial, kita menyaksikan bagaimana pertentangan dan polarisasi antar kubu pendukung dan pro sangat tajam. Bagi pendukung, apapun kebijakan Pemerintah pasti benar. Sebaliknya, bagi yang kontra segala keputusan Pemerintah pasti salah. Karena itu perang di antara dua kelompok tersebut di dunia maya tidak terelakkan. Twitwar sudah jadi hal yang biasa.

Melihat kondisi sosial demikian itulah, keberadaan dan peran-peran yang dimainkan Zulkifli Hasan selama ini sangat tepat. Zulkifli Hasan dianggap sebagai sosok penengah dan penyatu. Berlatar belakang agama, tapi partainya berasaskan kebangsaan. Pendukung pemerintah, tapi tidak segan mengkritik keras kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Misalnya soal impor.

Kemana-mana dan setiap saat dia terus mensosialisasikan nilai-nilai konstitusi, kebangsaan, kebhinekaan. Bahkan belakangan gencar mengkampanyekan gerakan Kami Indonesia. Tapi pada saat yang sama dia menolak segala upaya pengkerdilan dan pemojokan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu Zulkifli Hasan layak disebut sebagai tokoh pemersatu.

Demikian pula gelar sebagai Tokoh Peduli Umat dan Bangsa. Salah satu penilaian kenapa Zulkifli Hasan mendapatkan gelar karena penolakannya yang demikian keras terhadap LGBT. Pernyataannya yang dianggap kontroversial bahkan menjadi berkah sehingga semua partai ramai-ramai menyatakan menolak LGBT. Karena LGBT akan berdampak negatif terhadap kesehatan, sosial, dan bahkan kehancuran sebuah generasi.

Karena itu pula ada yang menyebut Zulkifli Hasan sejatinya sudah mulai naik kelas dari politikus menjadi negarawan. Karena seperti dikatakan orang bijak bahwa politikus hanya memikirkan dan menyiapkan Pemilu. Tapi negarawan memikirkan dan berusaha menyelamatkan generasi yang akan datang.

Reward dan punishment

Saya sendiri menyambut baik atas prakarsa masyarakat yang memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh yang dianggap memberikan kontribusi kepada umat dan rakyat. Seperti dalam kasus Zulkifli Hasan ini. Itu menunjukkan bahwa rakyat tidak diam dan tutup mata atas berbagai persoalan dan kondisi kebangsaan pada umumnya. Mereka juga ikut mencermati dan memantau 'pergerakan' dari para tokoh nasional.

Namun diharapkan, masyarakat tidak hanya memberikan apresiasi atau penilaian positif. Rakyat juga harus berani menjatuhkan 'sanksi' kepada tokoh dan pejabat yang dianggap melenceng dan menyalahgunakan wewenang. Beruntung, masyarakat juga telah melakukannya. Malah sampai menyuarakan agar tokoh yang mengkhianati kepercayaan rakyat tersebut didesak mundur. Seperti yang dialami Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dan Setya Novanto saat sebelum mundur dari jabatan Ketua DPR RI.

Dengan demikian, masyarakat sebenarnya telah menjalankan perannya mengawasi pejabat negara meski dalam dalam sepi. Bahkan sampai menjatuhkan vonis, berupa reward dan punishment. Apresiasi dari masyarakat diharapkan bisa menjadi suntikan semangat kepada para tokoh untuk terus melakukan yang terbaik untu bangsa dan negara. Sedangan lewat sanksi, dianggap sebagai alarm untuk mengingatkan.

Ikuti tulisan menarik Putra Batubara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB